Bab 31: Game Theory

Ilustrasi Mas Bagus, semoga menghibur. XD

.

.

.

-- Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, 01:00 WIB (dini hari)

Seorang lelaki tinggi berjaket hoodie hitam melangkah mantap ke tengah barisan dan tumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Di bawah penerangan remang-remang ia menegakkan kepalanya sehingga sebagian dari wajahnya tampak. 

Segerombolan lelaki berjaket hitam tiba-tiba muncul dari balik kontainer. Sebelumnya mereka tak terlihat sama sekali karena bersembunyi di bayang-bayang. Pemimpin gerombolan tersebut maju satu langkah menyambut kedatangan sang lelaki tersebut.

"Kamu sudah datang," ujarnya.

"Seperti permintaan Anda," sahut sang lelaki singkat sambil menunjukkan layar ponselnya. 

"Dan barang buktinya?" tanya sang pemimpin gerombolan.

Danar melepaskan ransel hitam yang dikenakannya dan menyerahkannya ke sang pemimpin gerombolan. 

"Tunggulah di sini. Jika bukti-bukti ini asli, kami akan membawa adikmu kemari. Kamu tak memberitahu Tiara Suryajati?"

Danar menggelengkan kepalanya. "Ia tak tahu saya di sini."

"Mengapa kamu berubah pikiran?"

"Saya akan melakukan apapun demi menyelamatkan Wulan." Sinar matanya sekilas menyorotkan rasa sedih dan cemas, mengkhianati wajah datarnya. 

"Kami akan memeriksamu untuk memastikan kamu tak berbohong."

Danar hanya mengangguk dan merelakan dirinya digiring para preman tersebut.

.

.

.

-- Beberapa jam yang lalu, di Hotel Jati Village, Thamrin, Jakarta Pusat, 23:00 WIB 

"Raymond... Raymond ternyata nggak seperti yang kukira. Dia... dia punya rencana untuk mencelakai Kak Tiara. Aku melihat pesan itu di hapenya. Aku juga udah foto dengan hapeku. Aku tanyakan padanya, tapi dia malah mendorongku dan mengancamku. Sekarang aku akan pergi untuk lapor polisi. Aku lagi nunggu tumpangan taksi online tapi belum datang aja. Aku duga ini terkait perebutan proyek MRT dari Papa dan Om Surya melawan Krisanto Purnomo..."  

Tiara mematikan rekaman tersebut dengan mata terpejam. "Ini nggak memberikan informasi baru apapun. Hanya menjadi barang bukti untuk mengkriminalisasi Krisanto."

Ia menandai salah satu sticky notes di papan bukti (evidence board) yang disusunnya bersama Bagus kemarin malam. Bahwa bukti tentang kejahatan Krisanto sudah ditemukan, meskipun belum cukup untuk menjeratnya. 

"Bagus, Lita, apa yang kalian temukan tentang keberadaan Wulan?"

Lita menggeleng. "Kita memasang tracker di tubuh seluruh anggota keluarga Danar, termasuk Wulan. Tracker kakak, kakak ipar, dan keponakannya masih berada di Jogja. Namun punya Wulan hilang sama sekali. Karena nano tracker nggak mungkin dikeluarkan oleh para preman, mereka pasti membawanya ke tempat yang nggak ada sinyal."

"Sial. Kalau begini pasang tracker nggak ada gunanya. Gus, ada informasi dari ayahmu?"

Bagus mengambil laptop dari tangan Tiara dan membuka emailnya. 

"Bapak mengirimkan video detik-detik penculikan Wulan. Wulan dan perawatnya mengikuti seorang lelaki dengan sukarela. Aku yakin mereka mengenalnya, mungkin dokter dari panti rehabilitasi tempatnya dirawat, namun aku nggak tahu siapa. Mungkin Lita bisa mengenalinya dengan software facial recognition yang kalian miliki?" 

"Tentu," sahut Lita. 

Tiba-tiba ponsel Tiara mendendangkan lagu Shape of You milik Ed Sheeran. Wanita itu meraihnya dan melihat ke layarnya. 

"Pak Alfred, ada apa?"

"Non Tiara, coba nyalakan televisi. Kombes Pol. Naryo membuat pernyataan tentang hilangnya Sujatmo dan Doni." 

Tiara buru-buru meraih remote televisi dan menyalakan saluran berita. Kombes Pol. Naryo sedang memberikan pernyataan terkait hilangnya Sujatmo dan Doni. Headline berita yang menutupi sebagian kecil layar menunjukkan tulisan, "Anggota DPR diculik oleh seorang vigilante."

Tiara membelalakkan matanya dan mengerutkan keningnya. Ia mengeraskan volume suara televisi sehingga ia dapat mendengarkan apa yang dikatakan Kombes Pol. Naryo. 

"Menurut penyelidikan kami, Sujatmo Laksono dan Doni Laksono disandera oleh seorang vigilante yang mengetahui tindak kriminal yang dilakukan oleh Sujatmo Laksono. Bukti-bukti yang kami temukan mengungkapkan fakta bahwa Sujatmo Laksono menerima suap dalam proyek pembangunan MRT di Jakarta," tutur Kombes Pol. Naryo di depan sekelompok wartawan.

Teks berjalan di bagian bawah layar menunjukkan bahwa Surya Jati merupakan pemenang tender proyek MRT. Secara tak langsung mereka mengaitkan Surya Jati dengan Sujatmo Laksono.

"Bagaimana tanggapan Bapak mengenai vigilante tersebut?" tanya seorang wartawan.

"Vigilante adalah pelanggar hukum. Bukti-bukti yang ia miliki didapatkannya secara ilegal. Saya telah memerintahkan kepada seluruh polisi, jika berhadapan dengannya, mereka memiliki wewenang untuk menangkapnya."

Ketika saluran berita berganti menayangkan iklan, Tiara mematikan televisi. 

"Mereka memainkan kartu trufku. Kukira mereka selamanya bersekongkol dengan Sujatmo dan Doni. Bahkan mereka mengaitkan ayahku dengan kasus ini demi menutupi Krisanto."

"Wakapolda menyebutkan mereka akan dikorbankan. Begini caranya," ujar Bagus.

"Kalian pernah mendengar yang namanya game theory?" tanya Tiara.

"Tentu saja pernah," jawab Lita. "Bahkan aku sempat membuat game tree di tugas mata kuliah Sistem Cerdas."

"Game theory menjelaskan strategi dalam permainan di mana dua orang pemain mendapat giliran secara bergantian. Pemain pertama mengambil langkah dengan mempertimbangkan kemungkinan langkah yang diambil pemain kedua, dan sebaliknya. Contohnya dalam permainan catur. Setiap pemain menggerakkan pion dengan mempertimbangkan jika ia melakukan ini, apa yang akan dilakukan pemain selanjutnya.

"Anggap kita sedang bermain catur dengan semua lawan kita. Sebenarnya aku lebih senang meledakkan papan caturnya, namun itu nggak mungkin," ujar Tiara, berhenti sejenak untuk mengambil napas. "Kita menculik Sujatmo dan Doni, serta mengambil bukti-bukti dari Polda Metro Jaya. Mereka membalasnya dengan menculik Wulan dan mengekspos tindakanku meskipun belum sampai membuka nama. Aku juga nggak tahu kenapa. Sekarang, apa yang mereka harapkan kita lakukan?"

"Video dan email yang dikirimkan dari Jogja membuat seakan-akan kita harus pergi ke Jogja. Sepengen-pengennya aku kembali ke sana, menurutku ini bukan langkah yang tepat. Daripada mencari Wulan secara buta, kita perlu mengerucutkan tempat-tempat yang mungkin digunakan untuk menahannya," ujar Bagus. "Gunakan proses eliminasi. Aku yakin Wulan ditahan di salah satu sarang Macan Hitam. Gabungkan dengan titik-titik yang nggak bersinyal. Juga cari informasi dari lelaki yang diikuti Wulan dan perawatnya."

Tiara melipat tangannya dan mengangguk. 

"Ada jebakan kedua," ujarnya. "Mereka belum tahu lokasi Sujatmo dan Doni. Kemungkinan besar mereka ingin kita menemui mereka untuk menggali lokasi penahanan Wulan. Tetapi kalau kita ke sana, mereka dapat mengikuti kita dan menemukan Sujatmo dan Doni. Untuk sementara ini, aku nggak mau tahananku lepas lagi. Kalian jangan sampai ada yang membocorkan lokasinya, oke?"

"Aman," jawab Lita. "Hei, aku menemukan data diri lelaki yang diikuti Wulan dan perawatnya. Kamu benar, Gus, dia psikiater Wulan."

"Biar aku telepon panti rehabilitasi itu untuk bertanya," kata Tiara sambil menekan layar ponselnya. 

"Memangnya masih buka?" tanya Lita.

"Seharusnya ada call center 24 jam."

Sementara itu, Bagus memberitahu Lita untuk mengakses data persebaran lokasi Macan Hitam dari arsip online pribadinya. Operasi mereka dominan dilakukan di Jakarta, namun ada beberapa titik di kota besar lainnya, seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Di sana, mereka bekerja sama dengan kelompok preman setempat. 

"Semua pendataan itu merupakan hasil penyelidikan Iptu Adhan," ujar Bagus. 

Lita menemukan enam lokasi yang berpotensi menjadi tempat penahanan Wulan. Lokasi tak bersinyal yang juga merupakan daerah operasi Macan Hitam. Sementara itu, Tiara mendapat kabar bahwa psikiater yang menangani Wulan sedang mengambil cuti. 

Tak ada yang memperhatikan bahwa Danar tak lagi berada di tengah-tengah mereka. Tak ada yang memperhatikan ketika sang bodyguard menunjukkan sedikit perubahan di wajah datarnya ketika ia membaca pesan di layar ponselnya. 

Jika kamu ingin menemukan Wulan, datanglah ke Pelabuhan Tanjung Priok pukul 1 dini hari. Bawa bukti-bukti yang dikumpulkan Tiara kepada kami. 

Ingat, jangan tunjukkan ini pada siapapun. Kami mengintaimu. Jika kamu menunjukkannya pada seseorang, adikmu akan mati.

Danar rela melakukan apapun demi menyelamatkan adik tercintanya. Bahkan jika itu termasuk mengkhianati rekan-rekan setimnya. Lagipula, misi siapa yang ia jalankan? Misi atasannya, bukan misi dirinya sendiri. 

Danar, manusia berhati lurus yang terlalu banyak dikhianati oleh kehidupan. 

Malam itu ia pun berpaling kepada kegelapan.

***

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi..."

Tiara menekan tombol bulat merah dengan gusar. Tak lama kemudian matanya menangkap ponsel Danar yang ditinggal di nakas di dekat tempat tidur. 

"Jelas aja. Hand phone-nya nggak dibawa," gerutu Tiara. "Ke mana, sih, dia?"

"Aku khawatir Danar nggak berpikir jernih sejak Wulan ditangkap," ujar Lita. "Dia sangat panik ketika mengetahui mereka menculik adiknya."

Tiara membuka brankas penyimpanan barang bukti lain yang ia kumpulkan bersama Bagus. Surat yang ditandatangani Wakapolda, dokumen proyek MRT, serta recorder berisi rekaman pengakuan Doni dan Sujatmo ada di dalam brankas tersebut. Mereka memiliki salinannya yang disimpan oleh Bagus dan Lita, namun semua berkas asli disimpan oleh Tiara. 

Kosong.

Kecuali ada sebuah sticky notes berwarna kuning yang diremas sangat kecil di dalamnya. Sambil mengernyitkan keningnya, Tiara mengambil remasan kertas tersebut dan membukanya. 

Pion.

Apa maksudnya?

"Tiara?" tanya Bagus yang menyusul wanita tersebut. 

Tiara hanya menyodorkan kertas kusut tersebut kepada Bagus. Sang polisi mengambilnya. 

"Kita harus menyusulnya. Sekarang," ujar Tiara.

.

.

.

-- Markas Tiara, apartemen Svarna Jati, Kuningan, 00:00 WIB

Danar memasuki markas Tiara di basement apartemen yang hampir selesai direnovasi. Karena ia tak memiliki akses ke penthouse Tiara, ia menyelinap ke markas tersebut melalui tempat parkir basement, di mana lokasi markas Tiara dikelilingi oleh papan tripleks yang dituliskan Renovasi supaya penghuni apartemen tidak penasaran.  

Tentu saja ia tak percaya begitu saja pada Macan Hitam. Bukankah enam tahun yang lalu ia pernah berusaha menyelamatkan Wulan dari rumah Sujatmo Laksono dan digagalkan oleh para preman tersebut? Saat ini, ia menghadapi risiko yang sangat tinggi. Ia tak mau datang tanpa persenjataan. Oleh sebab itu, ia akan meminjam senjata Tiara dari gudangnya. 

Danar mengambil peralatan yang dapat diselipkan di balik jaket hoodie-nya. Sekumpulan dart  berisi cairan bius yang dapat dilemparkan dengan tangan -- Tiara tak mau membunuh orang sehingga ia selalu melumpuhkan lawan-lawannya dengan obat bius ataupun senjata kejut. Beberapa buah pisau kecil yang diselipkan di sabuknya. Serta dua buah pistol untuk keadaan terdesak. Untunglah ia pernah berlatih menggunakan pistol sejak bekerja untuk Tiara. 

Ia hanya berada di markas selama lima belas menit. Kemudian ia kembali mengendarai motornya dan membawanya melaju di jalan raya menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

***

Tiga puluh menit kemudian, Tiara dan Bagus juga telah berada di markas. Dari beberapa senjata yang hilang, Tiara mengetahui bahwa Danar sempat datang ke sana dan mengambil senjata miliknya. Anehnya, sebutir kapsul berisi nano tracker juga menghilang. 

Untuk apa Danar mengambilnya?

Di tempat pistol yang kini kosong, Bagus menemukan remasan kertas kedua. Sticky notes berwarna hijau. Sama dengan sebelumnya, ada pesan di kertas tersebut.

Game tree.

"Kupikir kita nggak perlu mengkhawatirkan Danar. Dia memberi pesan pada kita melalui kertas-kertas ini," ujar Bagus sambil menunjukkan temuannya.

"Hm, tapi apa artinya?" gumam Tiara.

Pion. Game tree. Kedua hal yang berkaitan dengan perkataan Tiara beberapa waktu yang lalu mengenai game theory

Tiara teringat, kadang-kadang seorang pemain mengambil keputusan yang bernilai "negatif" atau dianggap berdampak buruk terhadap permainan, bahkan berisiko membuat sang pemain kalah. Namun sebenarnya itu strategi sang pemain untuk mengorbankan sesuatu demi mencapai kemenangan. 

Mungkinkah itu yang dimaksud Danar?

"Kita tetap harus menyusulnya," ujar Tiara.

"Ke mana?" tanya Bagus.

"Athena, coba lacak salah satu nano tracker. Aku menduga Paris menelan salah satu tracker tersebut untuk memberitahu kita lokasinya," ujar Tiara kepada Lita melalui earpiece-nya.

"Diterima, Hesper," jawab Lita. Beberapa saat kemudian ia mengabarkan bahwa nano tracker yang kemungkinan ditelan Danar berada di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Itu petunjuk kita. Ayo kita berangkat," kata Tiara.

.

.

.

-- Pelabuhan Tanjung Priok, 01:30 WIB

Tiara dan Bagus bersembunyi di atas salah satu kontainer di pelabuhan. Mereka tertelungkup di bagian paling gelap dengan pakaian serba hitam sehingga tak ada yang melihat mereka. Keduanya mengenakan thermal goggles. Bagus membidik dengan senapan laras panjangnya, siap menembak jika diperlukan. Hanya saja peluru timahnya diganti dengan peluru bius. Ia tak mau membunuh orang tanpa wewenang. 

Mereka melihat Danar digiring sekumpulan preman menuju suatu mobil SUV berwarna hitam. Pemimpin preman tersebut membawa ransel Danar yang berisi barang-barang bukti. Tiara berlari dengan senyap dari satu kontainer ke kontainer lainnya. Ia mencapai kontainer yang tepat berada di sebelah mobil SUV tersebut. Ia mengeluarkan sebuah alat berbentuk kubah dan melemparkannya ke atap mobil. Alat tersebut menempel di atap mobil. 

"Odyssey, kita susul SUV tersebut. Jangan sampai ketahuan atau mereka akan mengubah tujuan mereka," bisik Tiara.

"Baiklah," jawab Bagus.

Sang polisi mengendarai motor Ducati hitam Tiara dan menjemput Tiara di atas kontainernya. Tiara mengeluarkan alat bermagnet berbentuk cakram dan menempelkannya di kontainer. Ia menarik tali dari alat tersebut dan meluncur turun dari atas kontainer ke jok belakang motor. Kemudian ia mematikan medan magnet dari alat tersebut dan menyimpannya ke balik jaketnya.

"Kamu keren," komentar Bagus.

"Makasih," jawab Tiara. Matanya tertuju pada layar ponselnya yang menunjukkan lokasi mobil SUV yang membawa Danar. Kemudian ia mengarahkan Bagus agar mengikuti mobil tersebut. 

***

Danar didorong keluar dari mobil. Setelah para preman membawanya ke dalam lantai bawah tanah di sebuah ruko tua yang terbengkalai, mereka membuka tutup matanya. Lampu dinyalakan. Anehnya, meskipun bangunan tersebut terlihat sangat kotor dan rusak, ruangan bawah tanah ini cukup bersih dan terang. 

Di sudut ruangan terdapat sebuah sofa berwarna merah tua. Seorang lelaki tua duduk di sofa tersebut, menyilangkan kakinya dan merokok. Kepalanya botak, namun wajahnya berewokan. Dari kancing bajunya yang terbuka di bagian atas, terlihat sebuah tato berwarna hitam. Di lengan kanannya juga terdapat tato bergambar macan hitam. Danar menduga orang ini merupakan salah satu petinggi Macan Hitam. Jika Sujatmo adalah preman berkedok pejabat, maka lelaki ini adalah preman sesungguhnya. Aura algojo dan tukang pukul menyebar dari dirinya. 

Pemimpin preman yang membawa ransel Danar membungkuk hormat kepada sang lelaki bertato. 

"Pak, ini barang bukti yang Bapak inginkan," ujarnya.

Tanpa berdiri, lelaki bertato itu membuka ransel Danar dan menumpahkan segala isinya ke atas karpet di depan sofa. Ia membaca berkas dokumen milik Wakapolda dan proyek MRT milik Surya Jati. Ia juga mendengarkan rekaman percakapan Sujatmo dan Bagus, serta interogasi Bagus kepada Doni. 

"Kerja timmu cukup efisien. Barang bukti ini semuanya valid," ujar sang lelaki bertato kepada Danar. 

Kemudian ia mengeluarkan pemantik dari balik jas kulitnya. Sang pemimpin preman menyerahkan sebotol minyak kepada sang lelaki bertato. Lelaki bertato itu menyiram barang bukti dengan minyak, lalu menyalakan pemantik dan melemparkannya ke atas karpet. 

"Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Sekarang bebaskan adikku," ujar Danar.

"Wanita gila itu? Ia lebih baik mati. Hidup juga tidak ada gunanya," kata sang lelaki bertato. "Eh, masih berguna ternyata. Anak-anak, kalian pernah bermain dengan wanita gila, nggak?"

Danar meronta-ronta dari cengkeraman dua orang preman yang menahannya. "Kurang ajar! Kalian semua layak mati!"

"Apa yang bisa satu orang sepertimu lakukan melawan kami?" ujar sang lelaki bertato, meraba pinggang Danar dan mengambil pisau kecilnya. Lalu mendekatkan pisau itu ke leher Danar. "Kamu pernah melawan kami sekali dan gagal. Apa yang membuatmu berpikir kamu bisa mengalahkan kami sekali lagi?"

"Setidaknya, bawa aku menemui adikku. Adikku adalah orang yang paling kusayangi dalam hidupku," pinta Danar.

Sang lelaki bertato berpikir sejenak. "Kamu ingin menonton selama kami bersenang-senang dengan adikmu? Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan."

Ia menjentikkan jarinya. Seorang preman kembali menutup mata Danar dengan kain hitam. Kemudian mereka membawanya ke luar bangunan tersebut dan mendorongnya kembali ke mobil. Kali ini, sang lelaki bertato juga ikut dengan mereka. 

***

Tiara mengamati tanda nano tracker Danar di aplikasi ponselnya. Sinyalnya tak memudar. Artinya mereka belum dekat dengan lokasi penangkapan Wulan. Bagus sempat menghentikan motornya beberapa meter dari bangunan tempat Danar bertemu dengan lelaki bertato. Namun ketika sinyal tersebut kembali menunjukkan pergerakan, ia kembali menjalankan motornya sesuai dengan pengarahan dari Tiara. 

Mobil SUV itu kembali ke pelabuhan, menuju salah satu kapal yang paling dekat dengan dermaga. Perlahan, mobil tersebut menaiki jalur melandai yang menghubungkan dermaga dengan dek kapal. Tiara dan Bagus yang telah turun dari motor mereka segera menyelinap masuk ke dalam kapal. Mereka mengintip ketika mobil tersebut berhenti di samping tumpukan kargo. Sang lelaki bertato dan para preman turun dari mobil. Danar digiring bersama mereka. 

Ternyata di antara dua barisan kontainer, terdapat sebuah helikopter yang parkir di atas helipad. Mereka membuka pintu helikopter. Hanya sang lelaki bertato, pemimpin preman, Danar, dan dua orang preman lain yang masuk ke dalamnya. Salah satu preman yang masuk ternyata mampu mengemudikan helikopter. 

"Sial! Mereka naik helikopter! Bagaimana kita mengejarnya?" gerutu Tiara.

.

.

.

Bersambung.

(23 Agustus 2017)

#15 Action

.

.

.

Catatan penulis: Nulis bab ini ternyata susah... aku sempat gak inspired selama berhari-hari sampai akhirnya bisa ngelarin satu bab. Padahal rencananya udah publish beberapa hari yang lalu. 

T-T

Bab depan (kalau sempat ditulis) mungkin merupakan bab terakhir yang akan ku-post selama beberapa bulan ke depan. Aku bakalan mulai kuliah lagi dan gak sempat lanjutin JV. Kemungkinan baru bisa nulis pas liburan musim dingin (sekitar bulan Desember). 

Semoga bab depan bisa jadi semacam mid-season finale. Ceritanya masih belum tamat, tapi semacam pergantian ke babak baru di mana masalah akan bertambah serius. 

.

.

.

- Game theory (teori permainan): Pelajaran tentang strategi antara dua pemain (pengambil keputusan) yang cerdas dan rasional. Setiap pemain diharapkan mengambil keputusan yang menyebabkan kemenangan sang pemain. Paling mudah dijelaskan melalui permainan catur atau tic-tac-toe, di mana seorang pemain menggerakkan pion (atau mengisi X atau O) sambil memikirkan langkah apa yang mungkin diambil sang lawan jika ia memilih untuk menggerakkan pion tertentu. 

FYI, game theory ada di bidang ekonomi (jurusan Tiara waktu S1) dan ilmu komputer (jurusan Lita waktu S1). 

- Game tree (pohon permainan): Bagian dari game theory. Pohon permainan menjabarkan setiap langkah yang mungkin diambil oleh dua (atau lebih) pemain secara bergiliran. Setiap level dari pohon permainan menunjukkan semua langkah yang mungkin diambil oleh pemain tertentu. Setiap node di pohon permainan memiliki nilai yang menunjukkan pemain manakah yang unggul. Di ujung pohon (dedaunan/leaves), pengamat dapat melihat pemain manakah yang menang. Pengamat cukup menelusuri jalur dari akar (root) ke daun untuk melihat langkah-langkah yang diambil. 

Oh, ya, kalau pohon semacam ini, akarnya tuh yang di atas ya. Daun itu yang paling bawah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top