Bab 1: Di Kantor Polisi
--------------------------------------
You are reading Jakarta Vigilante by valloria on Wattpad.
www.wattpad.com/user/valloria
If you are reading this on other site than Wattpad, you are probably on a mirror web. Please stop reading and report to me immediately.
--------------------------------------
.
.
.
-- Beberapa bulan yang lalu di Sudirman, Jakarta Selatan, 13:00 WIB
Biasanya, kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, pasti macet. Ratusan, bahkan mungkin ribuan mobil memadati jalan tersebut. Sepeda motor berzigzag di antara antrian mobil, mencari celah yang dapat mereka lalui. Asap knalpot kendaraan mengepul di udara, mewarnai langit dengan warna kelabu. Jalanan semakin penuh dengan banyaknya orang yang lewat, baik pejalan kaki, pedagang asongan, hingga pengamen dan pengemis.
Namun, hari ini tanggal merah. Libur panjang dengan hari kejepit. Orang-orang yang biasanya memenuhi kawasan tersebut pergi berlibur ke luar kota. Oleh sebab itu, tidak seperti biasanya, Jakarta sepi. Mobil-mobil yang melintasi jalan raya dapat dihitung jari. Hampir tidak ada orang di tepi jalan.
Sebuah mobil coupé merah melesat di jalan raya, memecahkan keheningan. Bodinya yang mungil dan aerodinamis memampukannya bermanuver menyalip mobil-mobil pelan yang menghalangi jalannya. Raungan terdengar dari knalpotnya, ciri khas mobil mewah ber-cc tinggi. Di dalam mobil, seorang wanita muda berusia 20-an duduk di balik kemudi. Rambut coklat ombre-nya melebihi batas bahunya. Sebagian wajahnya tertutup kacamata hitam model terbaru. Dentuman musik keras mengiringi kepiawaian wanita itu mengemudi. Seakan-akan jalanan itu miliknya.
Jalan raya berujung pada suatu kompleks perumahan. Mobil merah itu melalui jajaran rumah mewah dengan pagar tinggi dan halaman luas. Wanita itu menurunkan kecepatan mobilnya. Dari beberapa ratus meter, ia melihat tanda "putaran U". Speedometer menunjukkan angka 60, 50, 40, 30, dan sedikit lagi ia bersiap untuk berbelok.
Tiba-tiba...
CIIIITTT!!! BRAKK!!!
Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Yang ia ingat, ia menginjak rem sekeras-kerasnya sampai jemari kakinya sakit.
Beberapa menit kemudian, wanita itu menemukan dirinya masih di dalam mobil. Tangannya mencengkeram setir mobil. Mobilnya telah berhenti, dengan posisi memotong jalan akibat ia belum menyelesaikan putaran U-nya. Namun, ia baik-baik saja. Lalu apa yang terjadi?
Perlahan-lahan ia membuka jendela mobil dan melongok ke luar. Pintu kanannya penyok. Yang lebih parah, beberapa meter dari mobilnya, matanya menangkap seorang lelaki berusia tigapuluhan duduk terjatuh di jalan raya sambil meringis kesakitan. Celananya sobek dan lututnya berdarah. Sepeda motor lelaki itu terguling dan rusak lebih parah daripada pintu mobilnya.
"Sial," gumamnya.
.
.
.
-- Kantor Polda Metro Jaya, Sudirman, Jakarta Selatan, 13:30 WIB
Kantor polisi yang satu ini memang paling mewah dibandingkan kantor polisi lainnya. Maklum, kantor polisi utama DKI Jakarta. Kantor ini memiliki gedung utama yang sangat tinggi dan terdiri dari beberapa gedung lain untuk masing-masing divisi. Rasanya terlalu overkill untuk mengurusi kasus tabrakan di tempat semegah ini, namun apa boleh buat, wanita itu ngotot tak bersalah, dan lelaki itu ngotot minta ganti rugi, sehingga terpaksa dibawa ke kantor polisi terdekat di Sudirman, yaitu Polda Metro Jaya.
Di dalam gedung Direktorat Lalu Lintas, wanita itu duduk di sebuah bangku panjang di depan dinding. Ia masih mengenakan kacamata hitamnya. Ia sedang merekonstruksi apa yang telah terjadi, begitu cepatnya sampai ia tak menyadarinya. Mobilnya sedang melakukan putaran U. Karena ia berputar balik, ia hanya memperhatikan arus mobil dari sisi kirinya. Lalu motor itu melawan arus hingga menabraknya dari sisi kanan.
Seorang polisi memanggilnya, membuyarkan lamunannya. "Mbak, bisa lihat SIM dan STNK Anda?"
Sambil membuang muka, wanita itu menyodorkan SIM dan STNK-nya.
"Rose Tiara Suryajati," baca polisi tersebut. "Wah, Anda anaknya Pak Surya Jati?"
Tiara, begitulah nama panggilan wanita itu, hanya mendelik kesal.
"Jangan begitu, dong, Mbak," tegur polisi lainnya. "Anda memang orang kaya, tapi kasihan Bapak ini. Kalau dia sakit, nanti bagaimana dia bekerja?"
"Cih! Dengar, ya, saya tidak bersalah. Dia melawan arus. Lalu, coba tanya, dia punya SIM dan STNK, nggak?" tantang Tiara, menolehkan kepalanya ke arah lelaki yang terluka.
Tatapan tajamnya dibalas wajah kesakitan dan tubuh gemetaran lelaki itu.
Tiara mendelik, tak sudi memandang lelaki itu berlama-lama.
Seorang polisi muda yang mengenakan kemeja putih dan dasi merah -- ciri khas pakaian polisi Reserse Kriminal -- bukan seragam cokelat layaknya polisi lainnya, mendatangi lelaki itu dan menyodorkan saputangan basah untuk membersihkan lukanya. Ia juga membantu membubuhkan obat dan memasangkan perban ke lutut lelaki tersebut.
"Tuh, kan, pasti nggak punya. Sudah, ya, kalian mau apakan SIM dan STNK saya, terserah saja. Biar diurusi oleh Pak Alfred," kata Tiara. "Sekarang saya sudah mau pergi, buru-buru ditunggu saudara saya."
***
Setengah jam kemudian, seorang lelaki tua paruh baya dengan kepala setengah botak berlari masuk ke dalam kantor polisi. Setelan jas dan dasi yang dikenakannya membuatnya kelihatan terlalu formal dibandingkan pengunjung lainnya.
"Non Tiara! Anda tidak apa-apa?"
"Aku baik-baik saja, kok, Pak Alfred. Ini, tadi ada motor melewati putaran U, padahal jelas-jelas ada tandanya dilarang belok. Di saat bersamaan, aku juga berbelok. Cuma menabrak sedikit, kok," jelas Tiara.
Pak Alfred menggelengkan kepalanya. "Duh, Non, Anda seharusnya berhati-hati sedikit. Sudah tahu kalau motor sering melanggar aturan di jalan tersebut," tegurnya. "Ya sudah, tunggu di sini sebentar, Non. Biar masalah ini saya yang urus. Kalau sudah beres, Non Tiara bisa pergi."
Tiara kembali duduk di bangku kayu sambil mengecek ponselnya. Baterainya hampir habis. Ia tidak jadi menggunakan ponselnya. Matanya mengamati keadaan sekitar. Pengemudi motor itu sudah tidak ada. Sepertinya ia dibawa ke puskesmas di kompleks kantor polisi tersebut.
Polisi muda yang tadi mengobati pengemudi motor berdiri di dekat pintu kantor. Kulitnya berwarna sawo matang gelap. Posturnya tegap dan cukup tinggi dibandingkan polisi lainnya, namun tak terlalu jauh dibandingkan Tiara. Walaupun rambutnya dipotong pendek, namun tidak cepak bagaikan polisi lainnya. Ia tidak tersenyum tetapi terpancar kebaikan dari wajahnya.
Lumayan ganteng, pikir Tiara. Belum pernah aku melihat polisi seganteng ini.
Sedang asyik mengamati, tiba-tiba polisi muda itu melihat ke arah Tiara. Untung Tiara masih mengenakan kacamata hitamnya sehingga tidak tertangkap basah sedang memperhatikan polisi muda itu.
"Nona Tiara," panggil Pak Alfred.
"Ya, Pak Alfred?"
"Anda sudah boleh pulang. Tapi karena SIM dan STNK Anda ditahan, Anda tidak boleh mengemudi sendiri. Biar Anda diantar supir pulang."
"Oke," jawab Tiara ringan.
Saat menuju pintu keluar, Tiara melewati polisi muda itu.
"Hai," bisiknya sambil melirik ke arah polisi tersebut.
"Eh?" sang polisi terkejut. Wanita ini bicara padaku? pikirnya.
"Kamu mau jadi bodyguard-ku, nggak? Kebetulan aku sedang butuh," kata Tiara.
Polisi itu tersedak. "Tidak, terima kasih," jawabnya. Sombong amat, pikirnya.
"Gajinya besar, loh... pasti lebih besar daripada gaji polisi," rayu Tiara.
"Terima kasih tawarannya, Mbak. Tapi saya sudah senang menjadi polisi."
"Baiklah kalau begitu. Jangan menyesal." Tiara memalingkan wajahnya dan melanjutkan perjalanannya keluar dari kantor polisi.
.
.
.
Bersambung.
1000++ kata
(Di-edit 15 Juni 2017, 16 Oktober 2018)
--------------------------------------
You are reading Jakarta Vigilante by valloria on Wattpad.
www.wattpad.com/user/valloria
If you are reading this on other site than Wattpad, you are probably on a mirror web. Please stop reading and report to me immediately.
--------------------------------------
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top