-43⚡-

Shaun created a group

Shaun add Julia and Oji to grup
Shaun add you to grup
Shaun add Serhan to grup

Julia, Oji, Serhan joined into grup

Julia : heyooooo
Julia : lagi pada apa nih kalian
Julia : yuk merapat dulu

Serhan : iya

Oji : pasti mau bahas acara suprisein kaira

Julia : emang
Julia : secara ini first time dia ngeryain ultah di the real hari ultahnya
Julia : jadi gak sabar🤩

Sehan : biar gue yg bli cake-nya

Julia : NO
Julia : cake-nya nnti gue sma shaun yg buat
Julia : iya kan? @Shaun😍

Shaun : yups

Oji : yakin lo pada?

Shaun : 100% yakin 😊

Oji : gue boleh ikutan bantu gak?

Julia : yakin lo mau bntu bukannya ngerecokin?

Shaun : boleh @Oji
Shaun : kebetulan kita kekurangan tenaga buat disuruh-suruh

Julia : IYA BENER BANGET
Julia : dateng aja ji🥰

Serhan : gue keknya gak bisa ikutan bantu, sorry

Julia : gak papa ser, nanti ktmu pas udh slsai aja di rmh shaun
Julia : jdi kita berangkatnya bareng

Shaun : pokokknya besok nggak boleh ada yg selamatin kaira
Shaun : trus nnti kita surprisenya pas dinner ultahnya
Shaun : eh klian udah diundang kan?

Oji : ketebak banget anj

Julia : shut up @Oji

Shaun : nanti kumpulnya di rumah gue aja, kan deket dri tmpt dinnernya

Julia : inget ya gak boleh ada yg balas atau pun trima tlpn kaira
Julia : awas aja kalo ada😤

Serhan : iya

Oji : okeee

Julia : dateng pagi ya ji @Oji😘

Oji : hem

Shaun : ji, bsok lu bisa ikut surprise-in kaira kan?
@you

iya bisa, gue langsung ke tempat dinner-nya
kasi tau klo kalian udah otw

Shaun : oke
Julia : ✌️✌️

🌍


Jairo menyelesaikan acara membungkus kadonya dengan baik. Ia memerhatikan hasil karyanya beberapa saat, sambil bertanya-tanya apakah hadiah itu akan diterima Kaira atau tidak. Kalau diterima sih sudah pasti, tapi semoga respon gadis itu terhadapnya membaik. Jairo hanya bisa berharap.

Jeny yang baru keluar dari kamar, menghampiri putra semata wayangnya yang duduk di lantai ruang tengah.

"Fokus banget merhatiin kadonya. Pasti buat cewek."

Jairo mendongak sebentar untuk melihat ibunya yang duduk di sofa, dan kembali memainkan kotak di tangannya. "Buat Kaira, Ma. Hari ini dia ulang tahun."

"Astaga, Mama belum ngucapin lagi!" Jeny heboh sendiri dan hendak bangun, tetapi lengannya ditahan Jairo.

"Jangan, Ma!"

"Loh, kenapa?"

"Aku sama yang lainnya mau surprise-in Kaira, jadi sepakat nggak ngomong sama dia seharian ini."

Jeny mengerutkan kening. "Itu kan kalian. Trus Mama juga harus ikutan nggak ngomong sama dia gitu?"

Jairo baru tersadar. "Ya ... nggak juga, sih."

Jeny kembali dari mengambil ponsel, tangannya ia gunakan untuk mencari kontak Kaira sambil bergumam. "Hm, bahan-bahan buat tart masih ada nggak, ya?"

Jeny melirik raut Jairo yang murung, sebenarnya sudah sedari ia keluar dari kamar pertama kali. Niat awal menelepon Kaira tertahan sebentar.

"Kamu kenapa? Nggak ikhlas kasih kadonya?"

"Nggak, Ma."

"Trus?"

Jairo diam.

"Kalau dipikir-pikir, kemarin kalian kayak pura-pura banget."

Jairo menoleh.

"Yang waktu Kaira datang, dan Mama tanya kalian berantem apa nggak. Kalian beneran berantem?"

Jairo menghela napas yang dianggap Jeny sebagai jawaban iya. Wanita itu menunggu, sampai Jairo sadar kalau sedang ditunggu dan akhirnya berbicara.

"Iya, berantem."

Jeny masih menatap Jairo, dengan tatapan ia ingin tahu penyebab mereka seperti itu.

"Ya, gitu Ma. Aku salah dan udah tahu letak kesalahannya di mana. Aku mau minta maaf sama Kaira ... tapi takut dia nggak mau nerima."

Jeny menyimak.

"Lagian bener kata Oji. Aku sering buat Kaira kesel, tapi ujung-ujungnya dia selalu baikkin aku. Dan kali ini Kaira beneran marah bahkan nggak mau ngomong sama aku. Aku takut-" Jairo berhenti, tidak menduga kalimat yang keluar dari mulutnya adalah yang selama ini ia khawatirkan, "nggak bisa kayak dulu lagi sama Kaira."

Jeny berpindah dari sofa ke samping anaknya. "Kamu mau minta maaf dan mau memperbaiki hubungan kalian, kan?"

Jairo mengangguk yakin.

"Dengan bermodal niat itu, Mama kira udah cukup, kok. Ditambah tadi kamu sadar kalau kamu salah dan tahu salahnya di mana. Kamu jelasin aja semuanya sama Kaira, tanpa ada yang ditutup-tutupin. Kalau bisa sih, kasih tahu juga apa yang kamu rasain sekarang."

Jairo berusaha memahami setiap kata yang diberikan Jeny.

"Kamu sayang 'kan sama Kaira?"

Jairo mengangguk dengan ragu.
Jika dulu ditanya begini, pasti langsung Jairo jawab iya. Kini, ia malah bingung dengan pertanyaannya. Sayang yang dimaksud sebagai rasa antar sahabat, atau mencakup hal lain? Itu sebabnya Jairo tidak yakin untuk menjawab. Jairo sendiri juga tidak tahu kenapa sampai ia bisa berpikiran seperti itu.

Diam-diam jadi mempertanyakan. Ia menyayangi Kaira hanya sebagai seorang sahabat 'kan?

🌍


Jairo mendudukkan dirinya di lantai teras samping rumah Natsuo. Ia menenggak habis botol air kemasan yang tadi sisa setengah. Sementara pemilik rumah menghilang ke kamar mandi. Jairo membuka ponselnya dan menemukan beberapa notifikasi pesan dari grup.

Kaira's Birthday✌️(5)

Julia : ges
Julia : send a picture
Julia : 😰

Oji : send a picture
Oji : kalo kata gue sih ini kita diprank balik sama kaira🤣

Serhan : send a picture
Serhan : send a picture

Julia : duh gimana nih
Julia : jangan-jangan dia beneran kekunci lagi😭

Oji : udah nggak usah panik
Oji : firasat gue, kita di-prank balik
Oji : percaya deh

Julia : tapi kok gue takut yaaa :(((
Julia : perasaan gue gak enak
Julia : kalo kaira kenapa2 gimana?!😭

Oji : dibilangin gak usah ovt
Oji : gue bru slsai mandi, bentar lagi balik ke sana

Julia : klo bisa lewat rumahnya kaira

Oji : bolak-balik dong gue😭

Shaun : jan lupa beli lilin sama pisau cake-nya

Oji : siap

Jairo mendengus. Semula ia cemas karena beberapa screenshoot-an yang isinya sama, Kaira yang meminta tolong karena terkunci di kamar mandi dan lampu rumah yang padam. Tapi ia jengkel sekaligus tidak terima karena hanya George dan Serhan yang mendapat pesan. Padahal jelas-jelas rumahnya lebih dekat-walaupun ia sedang tidak di rumah sekarang, pun memiliki kunci cadangan rumah gadis itu. Alhasil, memutuskan percaya pada firasat George.

Lagi pula, pasti ada salah satu dari mereka yang tidak mendengarkan Julia dan diam-diam menghubungi Kaira.

🌍


Jairo sampai di salah satu restoran yang terletak di pusat kota. Ia keluar dari mobil dengan pakaian berbeda dari yang dipakainya saat latihan tadi. Ia memang membawa baju ganti dan menyempatkan mandi di tempat Natsuo.

Jairo mengecek ponselnya tapi tidak ada pesan di grup. Ia menelepon George, untuk menanyakan keberadaan mereka sambil memasuki tempat yang kelihatan ramai itu.

Jairo melihat George di salah satu tempat mirip lounge yang agak tertutup di samping sebuah ruangan, yang Jairo yakin tempat itu sudah direservasi Kaira.

"Serhan mana?" tanya Jairo begitu sampai.

"Di jalan kayaknya." Shaun yang menjawab.

"Kenapa, tuh?" Jairo menyenggol George, mengarahkan dagunya pada Julia yang cemberut dan terus melayangkan tatapan tajam pada lelaki yang barusan disenggolnya.

"Hp mereka gue sita karna ngebet mau nelpon Kaira. Padahal siapa coba yang bilang nggak boleh ada kontakkan sama cewek itu."

Jairo tercengang. "Jadi lo pada belum ngehubungin Kaira?"

"Percaya deh, Kaira pasti nge-prank kita." George bersikeras dengan dugaannya. "Gue yakin Kaira ada di dalam. Kalo Serhan datang, kita langsung masuk, tenang aja."

"Kalo gitu telpon Serhan sekarang, suruh cepat," tukas Jairo.

George mencoba menelepon Serhan beberapa kali tapi tidak ada tanggapan. "Dia bawa motor nih pasti, udah tunggu aja. Kalo dia kenapa-kenapa lo mau tanggung jawab?"

"Kalo Kaira yang kenapa-kenapa, lo mau tanggung jawab?" sarkas Jairo.

Akhirnya Jairo pergi dari sana dan enghampiri salah satu pelayan, ia bertanya ruangan reservasi atas nama Kaira Ramadani. Ruangannya benar di samping tempat mereka tadi. Jairo langsung kembali dan membuka paksa ruangan tersebut. Terkejut karena tidak ada siapapun di dalam sana selain dekorasi birthday dinner. Lelaki itu sempat mengecek kamar kecil di dalam dan tetap saja kosong.

"Kaira nggak ada di dalam."

"Jangan-jangan ke toilet?" tanya Shaun. Wajahnya cemas tapi berusaha untuk tidak panik.

"Ada toilet di dalam, udah gue cek, dan nggak ada. Kalo pun dia ke toilet di luar, pasti keliatan pas balik."

Julia menjadi gusar. Ia berdebat dengan Geore untuk mendapatkan ponselnya kembali, saat panggilan dari Serhan masuk ke ponsel Jairo.

"Lo di mana?"

Jairo mendengar baik-baik perkataan Serhan, dengan diperhatikan oleh Shaun, Julia, dan George. Sejurus kemudian, mata Jairo menatap nyalang pada George. "Anjing!"

Jairo bergegas keluar dari restoran tanpa memberitahu apa yang terjadi. Dan dari reaksi cowok itu, sudah bisa Julia dan yang lainnya tebak kalau firasat George benar-benar salah.

🌍


Jairo dan Serhan bergantian menendang gagang pintu kamar mandi Kaira dari lima menit yang lalu. Hanya sinar flashlight yang menerangi mereka. Gagang pintu stainless itu tetap seperti kondisi semula.

"Ada palu di gudang, Ji!" teriak Kaira dari dalam.

Jairo tercekat mendengar nada parau dan sisa-sisa ketakutan dalam suara Kaira. Walaupun begitu, ia tetap keluar dari kamar Kaira dengan senter dari ponselnya sendiri.

Saat itu juga Julia, Shaun, dan George muncul dengan memegang dua ponsel yang menyala. Julia menuntun Shaun menaruh birthday cake untuk Kaira di meja belajar. Sementara George bergabung dengan Serhan yang terus menendang gagang pintu.

"Kai, lo aman 'kan?" Julia tahu tidak seharusnya bertanya demikian, tapi ia tetap ingin mendengar suara Kaira.

"Tunggu bentar ya, dikit lagi pintunya kebuka!" seru Shaun.

"Iya, iya, aman. It's ok."

Julia berkaca-kaca saat mendengar Kaira yang menarik napas seolah tidak ingin menangis tetapi suaranya malah terdengar semakin bergetar. Air mata Julia semakin ingin keluar begitu ia bertukar pandang dengan Shaun.

Jairo datang dengan palu besi di tangan. Serhan dan George langsung bergeser, membiarkan Jairo merusakkan gagang pintu. "Awas dari depan pintu, Kai!"

Sampai pukulan keenam, gagang pintu berhasi terlepas. Jairo mendorong pintu kamar mandi dan menerobos masuk. Mendapati Kaira di bagian samping kanan kamar mandi. Tangan Kaira menggenggam ponselnya erat dengan rambut yang sudah tidak beraturan. Badannya yang kecil berusaha untuk tidak terlihat gemetar. Mata mereka beradu. Jairo maju selangkah, ingin menarik sahabatnya itu ke dalam pelukan.

Namun, Julia sudah lebih dulu menubruk tubuh Kaira. Julia langsung membawa Kaira ke luar. Tetapi Kaira merasakan pening yang teramat sangat di hampir sebgaian kepala, menyebabkan ia hampir jatuh di langkah pertamanya sehingga Jairo dengan sigap memegang erat lengan gadis itu.

Julia mendudukkan Kaira dan bersandar di tempat tidur dengan bantuan Jairo. Kaira berusaha menatap bergantian wajah teman-temannya. Meskipun ia tidak bisa melihat mereka dengan jelas karena hanya ada penerangan dari beberapa flashlight ponsel, Kaira tahu kalau kelima orang itu sangat mengkhawatirkannya.

Mata Kaira berhenti saat melihat Serhan yang tepat di samping kirinya.
"Thanks, Ser," katanya tulus dan masih menatap Serhan selama beberapa saat. Membayangkan bagaimana ia sekarang kalau saja Serhan tidak meneleponnya tadi.

Tanpa sadar Jairo mengatupkan tangannya sampai buku jarinya memutih. Tidak ada yang melihat, kecuali George yang kebetulan berdiri di depan Jairo dengan flashlight di tangan.

Kaira menoleh ke Julia di samping kanannya. "Jul, dingin banget," bisiknya.

"Guys."

Para lelaki di ruangan itu langsung mengerti dan serempak berjalan. George meninggalkan ponselnya di atas tempat tidur agar kamar Kaira sedikit lebih ada cahaya.

"Shaun, tolong buatin teh hangat," kata Julia sebelum empat lelaki itu keluar kamar.

Julia membuka lemari dan mengambil piyama Kaira, membantu gadis itu memakainya, sebelum
kemudian membungkus Kaira dengan selimut tebal.

"Pulsa listrik lo abis, Kai. Minta tokennya, biar gue suruh yang lain isi."

Kaira melirik ponselnya yang mati total. "Nomor token ada di bawah meterannya."

Di luar kamar, Serhan menemani Shaun membuat teh hangat di dapur. Sedangkan George dan Jairo bersandar di tembok ruang tengah, berhadap-hadapan. Mereka juga saling berpandangan. Sebenarnya hanya Jairo yang memberikan death glare pada George.

"Nggak usah liatin gue kayak gitu. Gue tahu gue salah, gue mau minta maaf juga sama Kaira kalo dia udah baikkan," kata George.

George terkekeh sinis. "Lagian, lo yakin emosi karena gue maksain buat nggak ngehubungin Kaira? Bukan karena orang pertama yang dia notice waktu keluar tadi itu Serhan?"

Serhan yang tadi menemani Shaun ke kamar Kaira untuk mengantarkan teh hangat, tiba-tiba menghampiri mereka. "Gue keluar bentar, mau isi pulsa listrik."

"Bareng, Ser."

George dan Serhan meninggalkan Jairo yang rahangnya kini terkatup. Wajahnya memerah dan ia menggertakkan giginya. Geram karena perkataan George barusan.

🌍

hai!
panjang banget ya part ini, hehe
selamat membaca!
maaciw buat yang udah selalu setia sma jiro, kaira, dkk
i wuf u <333
jan lupa vomment yaw
luv, zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top