-37⚡-
"Ayolah, Kai, paling nggak sampai sepuluh menit doang, dari pada kita gabut nunggu yang lain."
Kaira mendelik pada Jairo yang mulai merengek di sampingnya, memaksa wajah penuh pemaksaan pada gadis itu.
"Yaudah, cepetan."
"Okey, gue hitungnya dari sini." Jairo bersiap untuk menutup matanya.
"Kok gue yang sembunyi, sih?" protes Kaira.
"Kan gue yang ajak. Pokokknya yang kalah traktir pizza. Gue mulai. 1 ... 2 ..."
Kaira menatap sinis pada Jairo yang mulai berhitung dengan kedua mata terpejam. Butuh lima detik sampai Kaira bangun dari duduknya untuk pergi bersembunyi, tentu saja dengan keengganan yang terlihat jelas.
"Masa kecil kurang bahagia banget, sih," dumel Kaira sambil mencari tempat persembunyian di sekitar rumah Jairo.
"Ngapain Kai?" Jeny yang baru turun dari lantai atas menyapa Kaira.
"Jiro, nih, Tan. Maksa main petak umpet. Gak jelas banget."
Jeny tertawa kecil. Merasa gemas karena walaupun Kaira mengomel, ia tetap menuruti permintaan Jairo.
"Sembunyi di mana, ya, Tan, biar nggak ketahuan? Aku mau bales dendam biar ditraktirin pizza sama dia."
Jeny menunjuk pintu coklat yang tak jauh dari dapur, bersampingan dengan pintu belakang rumah. Di mana ruangan itu biasa dipakai untuk menaruh barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi. "Jairo nggak akan ngira kamu sembunyi di sana."
Kaira mengikuti arah yang ditunjuk Jeny. Lantas mengacungkan jempol kanannya pada wanita itu. "Siap, Tan!"
Dengan langkah cepat, Kaira menuju pintu coklat tersebut. Memutar kunci yang tergantung dan mendorong pintunya. Ruangan yang penuh debu dan cahaya matahari dari jendela kecil di dinding yang tinggi langsung menyambut Kaira. Ia menatap sekeliling dan menaruh perhatian pada lemari sedang di samping kanan, yang di kedua sisinya berdiri dus-dus dari ukuran besar sampai yang paling kecil. Sementara di arah kiri Kaira, berjejer peralatan seperti sepeda, tv, dan benda elektronik lainnya yang tampak sudah tua.
Kaira bersusah payah membuka lemari itu. Sebab selain karena kayu yang mulai lapuk, lemari itu pun juga tidak pernah lagi digunakan.
Setelah berhasil terbuka, barulah Kaira masuk ke dalam dengan hati-hati agar pakaian-pakaian dan benda lain yang ada di dalamnya tidak berantakan. Perempuan itu beberapa kali mengusap hidungnya yang gatal karena debu di sekitar.
Ketika merasa posisinya sudah nyaman, Kaira menutup pintu lemari.
Kaira bisa menebak kalau Jairo sudah selesai berhitung dan sedang mencarinya. Memikirkan ia berhasil membuat Jairo mentraktirnya pizza dan raut kesal cowok itu karena tidak bisa menemukan dirinya, memebuat Kaira tersenyum senang. Ia menunggu dengan tidak sabar karena ingin cepat-cepat menertawai Jairo.
Hampir sepuluh menit dan Jairo belum menghampirinya. Dengan kebanggaan dalam dirinya, Kaira memutuskan untuk keluar sekarang. Bersiap memberikan pandangan meremehkannya pada Jairo.
Raut wajah Kaira perlahan berubah ketika ia mencoba membuka pintu lemari, tetapi pintu itu sama sekali tidak bergerak. Mendadak panik sendiri. Meski begitu Kaira terus berusaha mendorongnya. Bahkan gadis itu harus menggedor-gedor pintu, walaupun pergerakannya sedikit susah karena bagian dalam lemari yang hampir pas dengan tubuhnya.
Keringat mulai membasahi beberapa bagian tubuh Kaira. Kepanikannya membuat ia merasa udara di sekitar semakin menipis sehingga napasnya mulai tersengal.
Kaira merogoh saku depan juga belakang celana dan merutuki diri sendiri karena menyadari kalau ponselnya ia letakkan di atas meja. Mendengus, gadis itu sekali lagi dengan sekuat tenaga menabrakkan badan ke pintu lemari. Nihil, akhirnya Kaira mendudukan diri. Berusaha menenangkan pikiran dengan meyakinkan diri sendiri bahwa Jairo akan datang.
Lagi pula, Jeny tahu kalau ia bersembunyi di ruangan ini. Pasti Jairo juga akan menyakan keberadaan Kaira di mana atau pun Jeny yang akan memberitahu Jairo saat melihat anaknya mulai kebingungan karena tidak menemukan Kaira di mana pun.
5 menit. 10 menit. 15 menit.
Tidak ada tanda-tanda seperti suara terbukanya pintu gudang atau Jairo yang meneriakkan namanya.
Kaira mengigit bibir bawah. Kegelisahan kembali datang dan kali ini Kaira berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Matanya berkaca-kaca dan di kedipan selanjutnya cairan itu turun melewati pipinya.
Pertanyaan bagaimana jadinya jika Jairo tidak datang untuk menemukannya, yang terlintas di pikiran Kaira membuat gadis itu merasa sesak di seluruh bagian dadanya.
🌍
Kaira membuka mata dan langsung bangun dari posisi tidurnya sambil menatap sekeliling dengan cepat. Perempuan itu membuang napas lega saat menyadari kalau kejadian yang terasa sangat nyata itu hanyalah sebuah mimpi.
Kaira dengan nyawa yang sudah terkumpul, sekali lagi memikirkan ulang rangkaian kejadian barusan. Dari ia dan Jairo yang sedang bersantai di depan rumah lelaki itu untuk menunggu jemputan teman-temannya, sampai kepada ia yang menangis sendirian di dalam lemari.
Kaira mengusap wajahnya yang penuh keringat dan menemukan bahwa sebagian bajunya juga ikut basah. Alhasil dengan mencoba mengalihkan pikiran pada hal selain mimpinya, Kaira bangkit dari tempat tidur untuk mengganti bajunya karena merasa tidak nyaman.
🌍
"Thank you Serhan!" seru Kaira senang ketika Serhan membawa snack titipannya. "Chairmate gue emang paling baik."
Julia yang juga membawa minuman titipan Kaira hanya mendengus sembari menaruh gelas plastik itu di atas meja Kaira.
"Lo juga kok," ucap Kaira, sembari memberi kecupan jauh. Julia hanya meringis tidak tertarik sebagai tanggapan.
Suara George yang tiba-tiba menginterupsi dari pintu kelas, membuat Kaira sontak menunduk dan sengaja sibuk dengan hal di depannya.
"Wih, bagi dong!" seru George, mengambil satu plastik kecil keripik pedis milik Julia yang belum dibuka.
Menyadari tidak ada suara selain milik George dan tidak ada pula tanda-tanda keberadaan seseorang yang diwanti-wantinya, Kaira mendongak. Merasa lega memang, tapi ada pula sedikit rasa kecewa.
"Jiro izin," kata George pada Kaira, seolah membantu gadis itu agar tidak perlu membuang gengsinya dan repot bertanya di mana Jairo sekarang.
Kaira memutar mata menerima pandangan jenaka George yang terlihat jelas. Sementara Julia memicingkan mata pada lelaki itu. Menyadari tatapan Julia, George menoleh padanya. "Gue udah tahu," ucapnya dengan bangga.
Julia langsung beralih pada Kaira dengan tatapan penuh tanya, memastikan apakah yang dikatakan George barusan benar adanya atau tidak.
"Tahu apa?"
Pertanyaan dari orang yang tidak diduga itu menyebabkan Kaira tidak berani melihat ke arah di sampingnya, melainkan saling bertukar pandang dengan Julia yang tiba-tiba mematung karena takut bergerak salah tingkah dan menimbulkan lebih banyak gerakan yang mencurigakan.
"Mamanya Jiro kecelakaan. Gue kemarin yang bawa nyokapnya sama Kaira ke rumah sakit. Iya kan, Kai?" George melempar pertanyaan, dengan wajah yang terlihat tidak sedang mengelabui lawan bicaranya.
Serhan sendiri mengangguk. Walaupun begitu ia kurang puas dengan jawaban George. Melihat Kaira dan Julia yang langsung saling berpandangan, dan jawaban George yang ia rasa kurang pas dengan arti sesungguhnya dari interaksi ketiga temannya itu–yang sama sekali tidak Serhan ketahui. Menimbulkan anggapan bagi Serhan untuk berpikir kalau ia perlu mencari tahu lebih lanjut apa yang sudah ia lewatkan. Dan entah mengapa, Serhan bisa menduga kalau hal yang akan diketahuinya nanti berpeluang besar membuatnya tidak nyaman.
🌍
Annyeong!
cuman pen bilang, stay safe everyone🥰
jangan keluar rumah kalau bukan untuk hal yang penting.
jangan lupa banyak minum air putih & konsumsi vitamin secukupnya.
luv, zypherdust💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top