-26⚡-
Jairo mengetuk terlebih dulu sebelum masuk di salah satu ruangan di lantai tiga rumah sakit. Clara yang baru selesai membujuk Ibunya untuk tidur menghampiri Jairo dan menerima plastik yang disodorkan cowok itu.
"Wih, apa nih," Clara mengintip isi plastik itu. "Makasih."
Jairo tersenyum. Clara menaruh plastik putih itu di atas meja lalu ikut duduk di samping Jairo.
"Izin sekolah berapa hari?" tanya Jairo membuka percakapan.
"Tetep masuk, kok. Cuman izin gak ikut pelajaran terakhir." Clara membuka ponsel dan mulai memainkannya.
"Trus yang jaga Mama kamu siapa?"
"Tante Nida."
"Ke sini sama siapa tadi?" Jairo menoleh.
"Andre. Dia katanya masih ada urusan di rumah, jadinya langsung pulang."
Jairo mengangguk dan diam. "Oh iya–"
Suara pintu yang terbuka sepertinya lebih menarik daripada perkataan Jairo karen Clara langsung bangkit dan mendatangi si pengunjung yang adalah lelaki yang tadi mengantarnya ke sini.
Clara tersenyum lebar. Menerima plastik yang diberikan Andre. "Pas banget aku laper, nih. Langsung makan, yuk!" katanya sambil memegang perut dan wajah yang dibuat lemas. Andre terkekeh.
Saat Clara berbalik, barulah ia menyadari kalau di ruangan itu tidak hanya ada mereka berdua. Tampak gelagapan ketika matanya bertemu dengan Jairo. "Oh, iya, ada Jiro juga," kata Clara pada Andre.
Jairo menatap sebentar plastik putih yang ia bawa yang sekarang ada di atas meja. "Ra, gue pulang duluan, ya. Ada janji sama temen," katanya kemudian.
Clara melirik Andre lalu mengangguk. "Makasih, ya, Ji."
Jairo memaksakan senyum dan keluar dari ruangan. Jika biasanya ia tidak akan mengalah sampai Clara yang meminta, kali ini ia merasa kalau kehadirannya memang tidak diinginkan.
Sementara Clara menatap pintu yang tertutup dengan khawatir, Andre memegang pundaknya. "Cepet atau lambat, semuanya bakal terjadi, Ra."
🌍
Jairo memberhentikan motornya di depan rumah Kaira. Saat akan masuk, ia teringat sesuatu. Kaira tidak ada di rumah karena gadis itu memiliki jadwal latihan di rumah Azka hari ini.
Jairo berdecak. Lalu mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang.
"Nat, di mana lo?"
"Lagi gak ngapa-npaian kan? Oke, gue otw studio, kita latihan hari ini."
Jairo memasukkan ponsel kembali ke dalam saku jaket, memakai helm, dan mengendarai motornya menuju studi dance mereka yang letaknya tidak terlalu jauh dari sini. Ia melewati rumah Azka dan sempat melihat kalau lelaki itu sedang memasuki rumah dengan kedua tangan memegang plastik. Walaupun tidak terlalu jelas, Jairo bisa melihat pancaran rasa senang dan ketidaksabaran dari wajah cowok itu. Karenanya, saat itu juga Jairo semakin menarik gas motornya dengan perasaan jengkel.
Sepuluh menit dan Jairo sampai di Eagle's Studio. Studio menari yang pemiliknya adalah salah satu orang berpengaruh pada bidang yang ditekuninya. Sebagian anak klub tari dari Island SHS bergabung sebagai anggota dan sering berlatih di sini.
"Yo, Kak!" sapa Natsuo tanpa berhenti dari tariannya. Matanya tidak teralih dari Jairo lewat kaca di depannya sampai cowok itu berjalan ke ujung ruangan untuk melepaskan jaket.
Natsuo menghentikkan gerakan tubuhnya dan menghampiri kakak kelas sekaligus seniornya itu.
"Btw, Kak," panggil Natsuo. Jairo hanya berdeham sembari mengetikkan sesuatu di ponsel.
Karena Natsuo tidak juga membuka suara, Jairo menatap lelaki itu. "Kenapa?"
Natsuo menimang-nimang apakah ia harus bertanya atau tidak. Alhasil merasa ia harus mengurungkan niatnya itu. Natsuo menggeleng. "Gue izin pulang duluan, ya, nanti."
"Gue kira apaan," tukas Jairo. Ia menaruh ponselnya. Lalu mulai melakukan peregangan sebelum memulai latihan.
Tetapi Natsuo masih terus menatap Jairo, sampai lelaki itu menyadarinya dan menoleh. "Apa?"
"Enggak." Natsuo lalu memutar ulang lagu dan kembali berlatih.
Jairo yang di belakangnya hanya menggelengkan kepala. Pikirannya masih saja memikirkan hal-hal yang tadi diresahkannya selama perjalanan ke sini.
🌍
Kaira dengan napasnya yang satu-satu mendudukan diri di rumput hijau dan bersandar pada pilar gazebo. Keringat mengaliri hampir sebagian wajahnya. Ia berusaha menetralkan detang jantung dengan pandangan yang melayang jauh ke depan.
Sonya menyodorkan sebotol air mineral yang langsung diterima Kaira. Gadis itu meminum air banyak-banyak dan menutup botolnya kembali.
"Keliatannya kamu nggak fokus. Lagi ada yang dipikirin, ya?" tanya Sonya hati-hati.
Kaira menoleh. "Enggak, kok, Kak," dalih Kaira "Cuman emang lagi capek aja," ucapnya pelan.
"Yakin?"
Kaira mengangguk pasti. Menunjukkan senyum untuk memperlihatkan kalau ia baik-baik saja pada Sonya. Perempuan yang lebih tua beberapa tahun darinya itu lalu bangun lantas pergi membantu Sissy yang kesusahan dengan gerakan baru yang diajarkan.
Gantian Aura yang menghampiri Kaira. Bedanya ia tidak bertanya apa pun melainkan hanya menatap beberapa perempuan di sekitar mereka seperti yang tengah dilakukan Kaira.
Cukup lama sampai akhirnya Aura berkata. "Terlalu mikirin juga nggak bakalan buat apa yang dipikirin selesai. Kadang juga kita harus biarin aja mau gimana adanya, nanti juga tetiba solusinya datang sendiri, kok. Karena nggak selamanya jalan keluar ada saat kita cari, Kai."
Aura menarik napas. Ia bangun menepuk-nepuk bagian belakang celana pendeknya lantas bergabung dnegan yang lain.
"Kai," kata Sonya membuat semua mata di sana kontan menoleh pada yang dipanggil.
Kaira berdiri sembari menunnjukkan senyum yang kali ini tidak dipaksakan dan karena keinginannya sendiri. Mereka semua tidak bodoh untuk mengetahui kalau Kaira sedang mencemaskan sesuatu dari segala kefokusan gadis itu yang hari ini benar-benar hilang. Dan ia berterima kasih karena teman-temannya itu khawatir padanya.
Yang tidak diketahui siapa pun. Azka sedari tadi terus memandangi Kaira sejak ia duduk sendiri di dekat lopo sampai gadis itu kembali memulai latihan. Matanya sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaan cemas akan perempuan yang sampai sekarang masih setia mengisi hatinya itu.
🌍
say hi to natsuo!😁
luv, zypherdust💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top