-24⚡-


Jairo melihat kembali pesan yang dikirimkan Ibu Kaira.

Tante Dinda
|Jiro, tante sama om lagi nginep di rumah saudara... Kalian lagi keluar kan? Nanti tolong liatin Kaira, ya.. Soalnya di sini udah dua kali tiba-tiba mati lampu. Takutnya di rumah mati lampu juga trus dia sendiri.. Makasi Jiro....

Pesan itu dikirimkan jam delapan lewat dan Jairo baru membacanya pukul sepuluh malam. Ponselnya memang tadi mati dan baru dinyalakannya sekarang setelah di-charger di ruang rawat inap Ibunya Clara. Lekai itu langsung membalas pesan Dinda.

Ah, Kaira. Jairo baru kembali memikirkan gadis itu semenjak panggilan mereka dimatikan sepihak olehnya. Rasa bersalah menyergapnya. Ia tidak bisa memikirkan apa respon perempuan itu, apalagi karena sekarang perubahan mood-nya yang seketika berubah jika apa pun mengenai Clara diungkit, tapi tetap menyempatkan untuk menyindir Jairo dengan nama gebetannya itu. Mengingat Kaira sendirian di rumah, memunculkan rasa khawatir dalam dirinya. Juga ditambah isi pesan Diana. Ya, Kaira takut gelap.

"Ra, kamu di sini nginep sama siapa?" tanya Jairo setelah memasukkan ponsel ke dalam sakunya.

"Sepupu. Dia lagi otw sini. Kenapa? Mau pulang?"

Jairo menggeleng. "Aku nunggu dia nyampe dulu aja."

"Dia baru aja otw. Rumahnya jauh banget. Kamu yakin?"

"Kamu yang yakin aku tinggalin sendiri nggak papa?"

"Nggak sendiri, kok." Clara mengedikkan dagu pada wanita paruh baya yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. "Sama Mama."

Jairo menatap perempuan itu lama seolah tidak rela jika ia harus meninggalkannya sekarang. Dan di satu sisi cowok itu juga cemas dengan Kaira yang di rumah sendirian.

"Oke, aku pulang. Besok aku datang lagi. Kamu hati-hati di sini. Tidurnya jangan kemaleman," nasihat Jairo dan mengacak rambut Clara yang tersenyum lembut.

🌍

Lebih dari dua menit Jairo sampai di depan rumah Kaira dan tetap menghubungi nomor perempuan itu. Ingin masuk, tapi pagar rumah Kaira dikunci. Lelaki itu kembali ke rumahnya sendiri dan mengambil kunci cadangan miliknya yang diberikan orang tua Kaira.

Saat itu ia menyempatkan membuka Instagram karena ada pesan masuk dari Hessan. Tapi malah berakhir melihat story instagram Jake. Jairo sekali lagi memutar story itu karena seperti melihat Kaira. Dan ternyata benar. Perempuan itu duduk di samping Serhan dengan wajah yang terlihat mabuk. Sebelumnya Jairo juga melijat beberapa botol alkohol di meja mereka.

Alisnya bertaut dan segera menelpon si pemilik story yang barusan dilihatnya, tapi tidak diangkat. Lelaki itu lantas menelepon Serhan.

"Halo, Ser. Lo di mana?"

"Kens Bar & Cafe. Mau ke sini? Kita udah mau pul–"

"Gue otw," tukas Jairo dan keluar kamar dengan terburu-buru setelah menyambar kunci mobil di laci meja.

Jairo keluar dari mobil dengan cepat begitu sampai di tempat tujuannya. Bertepatan dengan kumpulan muda-mudi yang terasa familiar.

Julia sudah teler dan dibopong oleh Jake dan Shaun. Sementara Kaira sendiri masih bisa berjalan tetapi Serhan yang memegangnya tampak kesulitan karena perempuan itu terus bergerak dan mengoceh.

Mereka berpapasan. Jake dan shaun menegur Jairo sebelum mereka berjalan terus menuju mobil Jake. Sedangkan Jairo langsung mengambil alih membantu Kaira dari Serhan.

Serhan masih mengikuti Jairo dari belakang. Mengantisipasi kalau-kalau Kaira bergerak banyak dan Jairo kewalahan.

Jairo membantu Kaira masuk ke dalam kursi penumpang. Setelah menutup pintu, ia menyodorkan jaket yang digunakan Kaira sebelumnya pada Serhan. "Thanks, Ser."

"Gue duluan, ya," pamit Jairo. Ia menepuk bahu Serhan sebelum masuk dan membawa pergi mobilnya. Meninggalkan Serhan yang masih menatap lekat jaket di tangannya.

Jairo mengendarai mobilnya dengan pandangan sesekali melirik kursi penumpang. Perempuan yang sudah ia tutupi dengan jaket kulitnya itu terus saja bergerak sehingga Jairo harus memperbaiki posisi jaketnya agar Kaira tidak kedinginan.

Jairo sengaja membawa mobilnya sedikit kencang agar bisa cepat sampai di rumah.

Saat tiba di kamar Kaira, Jairo membaringkan perempuan itu di kasurnya. Melepaskan sepatu Kaira dan menaruh di rak. Lalu menutup seluruh tubuh gadis itu dengan selimut.

Jairo duduk di samping ranjang Kaira. Ia menghalau anak-anak rambut Kaira yang menempel di kening, agar bisa melihat wajah itu sepenuhnya. Memperhatikan napas teratur sahabatnya itu yang sesekali juga meracau tidak jelas.

Jairo menarik napas lalu bangun dan keluar dari kamar. Ia menyalakan TV. Lalu membaringkan diri di sofa panjang sambil mengirim pesan pada Mama-nya kalau ia akan menginap di rumah Kaira karena gadis itu sendirian. Lelaki itu lantas mencari channel yang menarik untuk ditonton karena belum mengantuk.

Jairo menyimpan kembali remote di atas meja tanpa mengubah posisinya saat menemukan acara hiburan tengah malam. Tetapi kemudian ia malah membalikkan badannya menatap langit-langit ruang tengah dengan kedua tangan menopang kepalanya.

Pikirannya terbang jauh ke belakang, berhenti ketika pertama kali dirinya terperangah kala ia dan Kaira memperebutkan ponselnya. Padahal saat itu posisi mereka sangat biasa bahkan sudah sering terjadi. Aroma tubuh Kaira yang baru selesai mandi pun sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tapi ia tidak tahu kenapa waktu itu jantungnya berdebar kencang. Ia bahkan takut kalau-kalau bisa didengar Kaira. Sampai sekarang pun aroma wangi Kaira masih bisa diingat dengan jelas. Dan Jairo selalu mengalihkan pikiran setiap kali kejadian itu terlintas di benaknya.

Namun sekarang Jairo merasa ingin memikirkan itu. Lalu seperti kaset rusak, isi kepalanya memutar kembali beberapa keadaan di mana menunjukkan hubungan Kaira dan Hessan yang semakin dekat. Jairo awalnya senang-senang saja karena toh, Hessan merupakan salah satu orang yang sangat disukai dan dihormatinya. Selain dari itu ia juga lelaki yang baik, dan Jairo yakin jika hubungan kedua orang itu memang serius, Hessan pasti tidak akan menyakiti sahabatnya. Tetapi Jairo akui, kadang ia suka tidak senang mengetahui fakta tentang kedekatan mereka.

Semula Jairo sempat bingung karena Kaira yang tiba-tiba saja mempunyai janji ke toko buku bersama Hessan. Tapi saat kedua orang itu memakai baju yang tampak seperti pasangan ketika menjenguknya, lelaki itu kaget bukan main. Mendadak ia emosi. Dan awalnya berpikir itu hanya karena Kaira yang sama sekali tidak berkata apa pun padanya. Tapi jika begitu, kenapa ia harus tiba-tiba datang ke rumah Kaira saat mengetahui kalau Hessan akan ke rumah gadis itu juga?

Ditambah sekarang ia juga baru tahu kalau ternyata Kaira mulai dekat dengan Azka padahal ia tahu sekali kalau Kaira selalu menghindari tetangga mereka itu. Walaupun Jairo tahu itu disebabkan karena koreografer baru tim tari Kaira yang kebetulan adalah kakak Azka–yang membuat mereka sering latihan di rumah lelaki itu. Tetap saja ia merasa itu tidak benar. Entah sudah sedekat apa mereka sampai-sampai Kaira sempat mempermainkannya dengan nama cowok itu. Bodohnya saat itu tanpa berpikir panjang Jairo langsung tancap gas ke rumahnya.

Mengingat Kaira dikelilingi lelaki yang baik membuat Jairo yang sebagai sahabatnya tentu saja bersyukur dan senang. Akan tetapi, satu pikiran melintas di benaknya.

Apa Kaira sama sekali tidak jatuh cinta padanya?

Karena Jairo sendiri mengakui kalau dirinya tampan, pintar, populer, juga kualitas dirinya tidak kalah dari Azka atau pun Hessan.

Jairo mengusap wajahnya kasar. Mengubah posisi berbaringnya menghadap ke layar TV. Kendati demikian, pikirannya tetap tidak fokus pada apa yang ada di depannya.

Jairo berpikir, apa ia akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan Clara sehingga sudah tidak lagi mengetahui apa pun tentang sahabatnya? Perasaan bersalah seketika memenuhi hatinya. Padahal selama ini Kaira selalu ada di sisinya kapan pun ia ingin bercerita mengenai hubungannya dengan Clara. Baik itu hal yang baik mau pun buruk. Tetapi sekarang Jairo malah tidak tahu diri dan mengabaikan perempuan itu.

Tapi di satu sisi, Jairo sedikit merasa kecewa pada Kaira. Ia tidak tahu kenapa perempuan itu tidak ingin menceritakan hubungan asmaranya. Atau mungkin karena dirinya yang terlalu banyak bercerita sampai tidak memberi Kaira kesempatan? Mungkin juga karena Kaira tidak ingin membebani Jairo dengan ceritanya, sebab kisahnya dengan Clara pun tidak semuanya bahagia.

Tetapi dalam situasi yang sekarang, Jairo merasa bersyukur karena Kaira tidak menceritakan apa pun padanya. Mengingat ia bahkan sempat repot-repot mencegah Azka atau Hessan yang kemungkinan berduaan dengan sahabatnya itu, membuat Jairo tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapannya mendengar berbagai waktu yang Kaira habiskan dengan salah satu dari dua orang tersebut dari mulut gadis itu sendiri.

Jairo mendadak bangun. Mengumpat pelan karena tidak habis pikir dengan apa yang ia gagaskan barusan.

"Gue kenapa, sih?" desisnya.

Jairo menarik napas. Mengambil ponsel dan memutuskan mengirim pesan pada Clara.

Clara💟

Clara
Udah tidur?

|Ini baru mau tidur. Kenapa?

Saudara kamu udah datang?

|Nggak jadi katanya. Besok dia shift pagi, temennya minta tukeran karna ada urusan penting

Loh, terus kamu sendirian?

|Nggak, kok. Sama Andre.

Oh, ok. Sweet dream.

Jairo yang biasanya akan kesal atau pun emosi jika mendengar nama Andre, kali ini hanya menarik napas pasrah.

Jika kualitas dirinya tidak kalah dari Azka atau pun Hessan, kenapa sampai sekarang Clara belum memberi Jairo kepastian soal perasaannya?

Atau mungkin saja, lelaki itu yang memang sengaja menutup mata?

Jairo berdiri dan berjalan ke kamar Kaira. Membuka pintu kamar sedikit dan melongokkan kepala ke dalam. Mengamati wajah tidur gadis itu sebentar. Sekali lagi menghela napas dan menarik sudutnya bibirnya lemah.

"Gue bingung, Kai," batinnya.

🌍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top