Part 2. Penyembah Iblis
Di meja makan, saat mereka menyantap makanan yang baru saja dibeli Nessa.
"Mak Tum, apa selama ini belanja kebutuhan sehari-hari di pasar ya?" tanya Richo seraya menyendok nasi goreng pesanannya.
"Iya Nak, di pasar sebelah situ, semua ada kok, kenapa memangnya?"
"Lalu sebulan ini, juga belanja di pasar ya?" tanyanya lagi masih belum puas dengan jawaban wanita itu.
"Sebulan ini ya?" Wanita itu tampak berfikir. "Sebulan ini Mamak belum ke pasar," jawabnya.
"Terus, Mak Tum dapat makanan dari siapa Mak?" Radit ikut bertanya karena penasaran.
Wanita itu meneguk segelas air putih di atas meja.
"Karena Bapak sakit, jadi Mamak jarang ninggalin dia, dan beberapa kali Pak Broto mampir ke sini untuk menjenguk Bapak, dia juga membawakan sembako dan bahan makanan lain," pungkas Mak Tum.
"Nah, ketahuan kan!" celetuk Radit yang langsung dibungkam mulutnya oleh Wati.
"Memangnya kenapa Nak, Mamak kok jadi bingung," ucap wanita itu mulai cemas.
"Mak, Pak Broto itu juragan padi di sebelah komplek ini kan?" tanya Mella yang merasa mengenal nama itu.
"Iya Ndok, yang dulu pernah ketemu sama kamu itu," jawabnya.
"Mel, Bapak kamu sebenarnya kerja apa biasanya?" tanya Ria seraya menyeruput air dari botol.
"Bapakku pembeli padi, bisa di sebut pemasok, jadi kalau pas ada orang mau ngebajak sawah, ntar Bapakku minjemin uang, terus pas panen uangnya dituker sama padi," ucap Mella menjelaskan.
"Aku baru tau ada pekerjaan seperti itu," ucap Radit.
"Lalu, apa pekerjaan Pak Broto itu Mak Tum?" tanya Nessa.
"Sama kayak Bapak, mereka kan udah berteman lama, dulu Pak Broto itu masih bawahannya Bapak, tapi sekarang udah sukses dan punya pabrik padi sendiri, makanya dipanggil juragan padi," jawab wanita berkerudung itu.
"Ric, apa kamu berfikir yang sama denganku?" tanya Nessa.
Richo mengangguk.
Mendadak Pak No batuk-batuk dan muntah darah. Kami semua bergegas melihat beliau.
Mereka semua terkejut melihat darah yang keluar dari mulut Pak No bercampur belatung.
"Khi hi hi hi hi," terdengar suara wanita tertawa terbahak-bahak.
Richo mencari arah suara itu. Dan berjalan ke ruang tamu. Mendadak semua pintu dan jendela terbuka dan tertutup sendiri. Beberapa sosok sudah berterbangan ke sana ke mari sambil tertawa. Dan membuat lampu rumah itu berkedip-kedip.
"Ada apa ini?" tanya Radit yang kaget melihat isi rumah mulai berantakan.
Richo menghentakkan tangannya ke lantai." Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar. Bismillahirrahmanirrahim." Richo membaca beberapa ayat, dan membuat sosok itu pergi meninggalkan rumah Mella. Dan keadaan kembali seperti semula.
"Apa itu tadi Ric?" tanya Mella bingung.
"Musuh kita kali ini tidak mudah, kalian harus membantuku teman-teman," pinta pria itu.
"Apa yang harus kita lakukan untuk membantumu Ric?" tanya Nessa.
"Malam ini kita harus berzikir sampai pagi."
"Baiklah Ric," ucap mereka semua.
Di tempat lain, Broto yang merasa benda kirimannya kembali langsung mendatangi dukun.
"Mbah, kenapa benda itu kembali ke saya, apa ada sesuatu yang tidak beres Mbah?" tanyanya pada Mbah Kusen dukun yang paling sakti di desa sebelah.
"Coba kulihat," ucapnya seraya memasukkan beberapa serbuk ke api kemenyan, dan melihat tampilan bahwa ada beberapa anak remaja yang menginap di rumah Pak No. "Sialan, ternyata kita kedatangan tamu," ucap pria itu geram.
"Siapa itu Mbah? mereka sakti tidak?" tanya Broto cemas.
"Mereka hanyalah sekumpulan tikus bagiku, tenanglah, aku akan memberikan pelajaran pada mereka," ujar Mbah Kusen dengan mata berdelik.
Richo mengajak semuanya untuk sholat berjamaah. Ia yang menjadi imam pada saat itu.
"Assalamu'alaikum wrwb." Menengok ke kanan."
"Assalamu'alaikum wrwb." Menengok ke kiri.
Belum sempat Richo memanjatkan doa. Mella langsung berteriak histeris. "Arccchhhhhhh, archhhhhhh!!." Mella bergulingan di lantai.
"Astagfirullah aladzim, Mella! istighfar," teriak mereka semua yang tau Mella kerasukan.
Mata Mella menjadi hitam pekat dan memandang ke arah mereka." Berani-beraninya kalian menghalangiku, kalian belum tau siapa aku ha!" Suara Mella terdengar seperti seorang pria.
Richo langsung berdiri menghadap Mella." Wahai setan yang terkutuk, keluarlah dari tubuh manusia itu, jika tak ingin kuhancurkan engkau menjadi abu," ucap Richo dengan lantang.
"Ha-ha-ha," tawa Mella memecah seraya mengeluarkan kuku tangannya yang tajam, dan seketika berubah panjang.
"Lawan aku jika kamu memang mampu!" teriak Mella dan menghampiri Richo.
Ia langsung mencakar tubuh Richo di beberapa tempat hingga pria itu mengeluarkan darah. Teman-teman lain segera melepas mukena dan ikut membantu.
"Ric, kamu nggak papa kan?" tanya Nessa yang mulai cemas melihat pria yang disukainya itu bersimbah darah.
"Iya nggak papa." Nessa membantunya berdiri.
"Wah, dasar nih setan, kuat juga ternyata, aku harus cari kayu nih buat mentung dia, biar kapok," umpat Radit.
"Jangan Dit, dia masih Mella, kita tak bisa menyakitinya, aku harus mengeluarkan roh itu dulu dari tubuhnya," ujar Richo yang mulai bangkit lagi.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, dia juga bisa melukai kita semua," bantah Radit.
"Kalian semua pegang dia baik-baik, hindari kukunya, aku akan mencoba mengeluarkan roh itu," ucap Richo.
"Baiklah, ayo temen-temen, sini!" panggil Radit ke mereka berdua yang masih di pojokan.
Wati dan Ria pun datang membantu. Mereka berempat memegangi tubuh Mella yang masih mengerang itu. Richo mengambil segelas air putih yang sudah dibacakan doa, dan memercikkan air itu ke tubuh Mella. Asap putih mulai terlihat keluar dari tubuh wanita itu, seakan tubuhnya terbakar.
"Archhhhhhh!!! panassss!" teriak Mella mengerang kesakitan.
"Audubillahhimminas syaitonirrojim, bismillahirrahmanirrahim," ucap Richo sambil terus membaca doa. Dan akhirnya Mella memuntahkan darah hitam dari mulutnya, pertanda roh itu sudah keluar dari tubuhnya.
"Mella kamu nggak papa kan?" tanya Ria yang begitu khawatir pada temannya itu.
Mella masih mengatur nafasnya kembali. Richo mendadak muntah darah. "Richooooo," teriak mereka semua.
Nessa segera menghampiri dan membantu pria itu.
Beberapa saat kemudian adzan subuh dikumandangkan, mereka semua menunaikan ibadah itu.
Mereka semua duduk di kursi kayu di ruang tamu rumah Mella.
"Ric, Mel, gimana keadaan kalian sekarang?" tanya Nessa seraya menyuguhkan segelas teh dan beberapa kopi untuk teman-temannya itu.
"Aku udah baikan kok, maafin aku ya Ric, aku jadi ngelukain kamu," ucap Mella yang melihat bekas cakaran di leher Richo.
"Nggak papa kok cuman luka kecil," sahut Richo.
"Sa, sana! rawat suami kamu," ejek Radit.
"Radit! di situasi seperti ini masih aja bisa godain orang," bentak Wati.
"Kan biar nggak tegang amat Ti, ntar kesetrum sukur," timpal Radit yang masih terus mengoceh.
Teman lainnya hanya menggeleng.
Nessa mengambil kotak P3K yang sudah disiapkan oleh Mella, dan mengobati luka-luka Richo. Ia membubuhkan betadine pada luka di lehernya.
"Aduhhh," rintih Richo merasa sedikit perih.
Nessa menatap pria itu. "Baru pertama kali aku dengar kamu ngerasa sakit, selama ini bukannya kamu mati rasa," ujar Nessa yang tahu bahwa Richo tidak pernah merasakan sakit sedikit pun.
"Semua orang kan bisa berubah, termasuk aku," sahut Richo.
Nessa hanya tersenyum kecil menatap pria bermata lebar itu.
"Ehemm, itu ngobatin apa ngapain sih, lama amat, apa emang dilama-lamain," celetuk Radit.
"Kebiasaan kamu ya Dit, nggak bisa ngeliat orang seneng deh, sini! biar kujewer dia Sa," ucap Wati yang langsung menjewer telinga Radit.
"Aduh duh sakit Wati," rintihnya.
Mereka semua kembali tertawa.
Kenapa dibilang spesial. Karena pemerannya adalah kedua orangtuaku, dan juga adik perempuanku, setting tempat juga di desaku, selamat berkenalan dengan keluarga Author. Jangan lupa tinggalkan jejak manteman 😘😘😘😘😘.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top