Part 1 Rumah sakit Angker
Mereka berenam baru saja tiba di sebuah bangunan seperti rumah sakit.
"Eh Sa, ini ya rumah sakit yang kamu bicarain kemaren?" tanya Wati penasaran.
"Iya, rumah sakit ini sudah di tinggalkan sejak 10 tahun yang lalu, jadi beginilah keadaannya," jawab Nessa seraya berjalan masuk.
"Aku paling benci rumah sakit," gerutu Radit seraya cemberut.
"Kenapa? takut ama suster ngesot ya?" celetuk Ria mengejeknya.
"Halah kayak kamu nggak takut aja!" cibirnya.
Mereka berjalan menyusuri lorong yang sepi. Kamar-kamar pasien di sana sudah terbengkalai, hanya tinggal beberapa kasur saja yang masih utuh.
"Hanya kamar ini yang masih terlihat bagus, ada beberapa kasur juga, kita menginap di sini ya," usul Richo sebagai pemimpin grup itu.
"Iya kayaknya kasur ini masih ok," ucap Nessa seraya menggebuki kasur itu dan debu mulai bertebaran.
"Ria, aku bobok sama kamu ya, jangan jauh-jauh dari aku," ucap Mella gemetaran.
"Iya, iya, dasar kamu penakut."
Setelah membereskan barang bawaan dan menyalakan lilin seperti biasa. Mereka melakukan ritual itu.
"Jailangkung, Jailangset, di sini ada pesta, pestanya pesta kecil, datang tak di jemput, pulang tak di antar," ucap mereka semua.
Mendadak pintu kamar pasien itu langsung tertutup dengan sendirinya.
"Braaaaackkk."
"Ya Allah, ya Nabi!" Mella kaget seraya merangkul sikut Ria yang ada di sampingnya.
"Tumben banget cepet datengnya, biasanya juga lama?" celetuk Radit tanpa rasa takut.
"Ya udah, sekarang kita tidur di kasur masing-masing ya, kalau ada apa-apa teriak aja, jangan lupa banyakin doa sebelum tidur," pesan Nessa pada mereka semua.
"Gimana bisa tidur kalau di tempat seserem ini, yang ada mataku terjaga sampai pagi nih," umpat Mella melihat sekeliling.
"Makanya, tu mata taruh dulu kalau mau tidur," ejek Radit seraya beranjak ke kasur.
"Raditt!" bentak Mella.
Di malam yang sepi mereka berenam sudah berbaring untuk mengistirahatkan tubuh mereka. Suara jangkrik dan katak yang berada di pinggir bangunan itu seakan mengiringi mereka agar terlelap tidur. Sampai suara dengkuran Radit yang sangat keras membangunkan Wati.
"Duh, suara ngoroknya Radit, kenapa lebih serem dari suara setan sih, ampun dah!" gerutu Wati seraya beranjak duduk di kasur.
Ia melihat sekeliling, teman-temannya dudah pada pulas. Lalu matanya tertuju pada sesosok lekukan tubuh yang berdiri di pinggir tirai.
"Itu siapa ya?" gumamnya penasaran dan menghitung jumlah temannya, "satu, dua, tiga, empat, lima, enam sama aku, kalau gitu dia ---," ucapnya terhenti dan bulu kuduknya berdiri. Ia langsung berbaring lagi dan bersembunyi di balik selimut.
Mendadak selimut itu di tarik. Ia merasakan itu, lalu menariknya ke atas lagi. Tapi selimut itu makin di tarik kencang dan sudah jatuh ke lantai," udah ambil aja sana aku nggak butuh selimut," gerutu Wati menahan ketakutan.
Hampir lima menit tidak ada pergerakan. Ia berfikir keadaan sudah aman. Kemudian ia berbalik untuk mengambil selimutnya yang terjatuh di lantai. Tapi ia langsung di kagetkan dengan sesosok wanita berbaju suster yang ngesot di lantai. Sosok itu makin dekat dan menunjukkan mukanya yang hancur berantakan.
"Sus, sus, suster ngesoooot!" teriaknya seraya membangunkan teman-temannya yang lain.
"Apa an sih berisik banget," ucap Radit terbangun seraya mengelap iler yang berceceran di mulut.
"Sa, itu ada suster ngesot, lihatin Sa!" ucapnya pada Nessa yang memang nggak kenal takut itu.
Radit berjalan mendekati kasur Wati dan melihat selimut yang terjatuh di lantai, "ngimpi kamu ya, ini loh cuman selimut," celetuknya pada Wati seraya menunjukkan selimut itu.
"Aku nggak bohong, tadi aku lihat wanita berbaju suster itu," bantah Wati yang masih takut.
Sesaat kemudian sebuah bayangan baru saja melewati jendela kamar pasien itu. Richo melihatnya.
"Sepertinya kita kedatangan tamu," ucap Richo tiba-tiba.
"Hah, sekarang! padahal aku masih mau tidur lagi," gerutu Radit dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Mereka berenam berjalan beriringan, melihat keadaan di luar kamar mereka. Mendadak baju Wati seperti ada yang menarik, "haduh tolongin, nih pasti si suster ngesot yang narik baju aku, woi tolongin," isaknya meminta tolong.
Radit terkekeh karena ia yang menarik baju itu. Wati menoleh, "Radit! ku gampar kamu ya, berani-beraninya ngerjain aku," bentak Wati yang tau itu ulah dia.
"Dasar penakut kamu."
Yang lainnya ikut menggeleng.
Mereka tiba di sebuah ruangan. Richo berjalan di paling depan, matanya melihat beberapa sosok anak kecil sedang bermain di sana.
"Sa ini dulu bekas rumah sakit apa?" tanyanya pada Nessa yang selalu mencari informasi tercepat.
"Rumah sakit anak panti, katanya sih anak-anak yang terlantar gitu, apa kamu melihat banyak roh di sini?"
"Iya sepertinya kebanyakan anak-anak," ucap Richo.
"Asyik nggak serem nih," celetuk Radit yang mendengar ucapan Richo.
"Tetep aja itu setan geblek," bantah Mella.
Sesosok anak kecil yang botak kepalanya sedang melambaikan tangan pada Richo. Ia melihat anak kecil itu berlari ke luar jendela.
Richo langsung mengejarnya. Teman-temannya masih mengikuti. Di luar gedung rumah sakit itu, tampak kabut putih masih menyelimuti. Richo seperti mencium bau yang tidak asing.
"Eh temen-temen bau apa an nih?" tanya Ria yang penciumannya agak tajam.
"Sepertinya ini kemenyan," jawab Richo yang memang sudah tau.
"Gila! siapa yang bakar kemenyan subuh-subuh gini," umpat Radit.
Richo masih mengikuti sosok anak kecil yang berlarian itu, lalu ia menghilang di semak-semak.
Mereka melihat dua orang pria sedang menyalakan dupa kemenyan dan menyembah sebuah pohon yang besar di sana. Pria itu melihat Richo dan teman-temannya, dan langsung mendatangi mereka.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya pria berkumis tebal mirip pak Raden di cerita unyil usro itu.
"Kami hanya tersesat dan mampir ke sini, lalu apa yang Bapak lakukan di sana," ujar Nessa beralasan.
"Jangan ikut campur masalahku, sebaiknya kalian pergi dari tempat ini kalau kalian masih ingin selamat," bentak pria itu dan pergi meninggalkan mereka.
Richo dan teman-temannya merasa aneh menatap dua pria itu.
"Galaknya tu pak Raden, main ngusir aja," celetuk Mella dan cemberut.
"Iya, ya, siapa sih dia?" tanya Radit penasaran.
Sebaiknya kita pulang dulu, ini udah pagi," ucap Richo menggiring teman-temannya.
"Iya, ntar semuanya kumpul di rumahku ya, seperti biasa," pinta Nessa.
"Siap bos," ucap mereka semua.
Mereka naik ke mobil dan akhirnya pergi dari rumah sakit itu.
Terdengar langkah seseorang memasuki sebuah kamar. Tangannya meraih jepit ramput yang ia temukan di samping ranjang.
Lalu ia pergi dan di ikuti oleh beberapa sosok anak kecil yang mukanya mulai menghitam. Dan salah satu dari anak itu bersembunyi di bawah ranjang tak ingin mengikuti orang itu.
Orang itu tau dan melongok ke bawah ranjang, "mau ke mana kamu, minta di hukum kamu ya!" bentak pria berkumis itu.
"Maaf tuan, maafkan saya," rintih anak kecil itu memohon ampun.
Pria itu memutar cintin batu aki yang ia pakai di jari jempolnya, dan membaca beberapa mantra. Seketika wajah anak itu mulai mengelupas dan lenyap menjadi air.
Pria itu menatap ke semua anak kecil yang mengikutinya, "jika kalian berhianat kepadaku, inilah balasan yang kalian terima," ucapnya seraya tertawa.
Semua anak kecil itu merasa ketakutan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top