Part 1. Penyembah Iblis

Mereka berenam berkumpul di rumah Nessa seperti biasa.

"Syukurlah, kurang dikit lagi nih skripsi kita, next kita mau ke mana nih?" tanya Nessa seraya menutup laptop.

"Ke laut yuk, pengen yang seger-seger," sahut Radit.

"Nggak takut kelelep lagi kamu Dit," cibir Ria.

"Alahh, dulu itu kan kesalahan, lagian airnya juga nggak dalem kok," bantahnya.

"Hedeehh, dasar tukang ngeles," timpal Wati.

Mendadak sebuah ponsel berbunyi. "Iya, halo Mak." Mella berbicara. "Oh gitu ya, ya udah Mak, Mella usahain ya, Mak juga hati-hati, salam buat Bapak," ucap Mella mengakhiri panggilannya. Dan wajah wanita berambut pendek itu langsung murung.

"Kenapa Mel? kok murung gitu?" tanya Nessa seraya mendekat.

"Kayaknya aku nggak bisa ikut kalian ke tempat selanjutnya, aku harus pulang ke desa, Bapakku sakit parah," ucap Mella dengan sedih.

"Memangnya Bapak kamu sakit apa Mel?" tanya Richo.

"Kata Dokter sih, penyumbatan lambung, tapi makin hari bukannya sembuh tapi makin parah, dan perut bapakku jadi buncit kayak orang hamil, jadi sekarang Mamakku juga kesusahan di rumah ngerawat Bapak sendirian," ujar Mella menjelaskan.

"Kalau gitu, kenapa kita nggak ke desanya Mella aja, di sana banyak tempat yang mengasyikkan kok, sekalian kita kunjungi keluarganya Mella, pada setuju nggak?" usul Nessa.

"Setuju tuh, kita kan lama nggak ke sana," timpal Radit.

"Nggak usah lah, aku nggak mau ngrepotin kalian, kan kalian juga harus nulis skripsi lanjutan," tolak Mella.

"Eh Mel, yang bilang kita ini temenan dan harus terus bersama siapa! kamu kan! kok malah lupa omongan sendiri," ucap Wati.

"Iya Mel, kita itu harus saling membantu, lagi pula topik desa juga bisa kok buat skripsi lanjutan kita, ya nggak teman-teman," tanya Ria.

"Makasih ya semuanya, kalian emang yang terbaik," ucap Mella yang mulai menunjukkan senyum di wajah cantiknya.

"Kalau begitu, sudah ditetapkan, besok kita semua meluncur ke desa tempat Mella tinggal! ok," ucap Nessa.

"Ok," sahut mereka semua.

***

Keesokan harinya mereka melakukan perjalanan ke desa di mana orang tua Mella tinggal.

Sesampainya di sana. Seorang wanita paruh baya yang gemar memakai daster sudah menyambut mereka.

"Kalian sudah sampai ternyata, ayo masuk, Mamak kangen sama kalian semua," ucap wanita berkerudung itu menyuruh mereka semua masuk.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka sebelum masuk ke rumah joglo yang dicat berwarna biru itu.

"Wa'alaikumsalam," sahut wanita berkerudung itu.

"Mamak," ucap Mella dan langsung memeluk wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Kamu kok tambah gemuk Mel, apa teman-temanmu memberi makan yang banyak," tanya wanita itu yang biasa di panggil Mak Tum.

"Iya Mak Tum, Mella ini kan doyan makan ama tidur, ya pasti gemuk dong," ejek Radit.

Mereka semua tertawa.

Candaan mereka terhenti, ketika berjalan masuk ke kamar milik ayahnya Mella, yang biasa mereka panggil pak No. Asap hitam sudah mengelilingi atap kamar itu. Seorang pria terbaring lemah di kasur dan perutnya buncit seperti orang hamil sembilan bulan.

Richo mendekati pria itu dan memegang perutnya. Mendadak dua tangan yang kukunya sangat tajam langsung mencakar tangan Richo, ia tersentak. "Astagfirullahaladzim," ucapnya seraya menarik tangannya kembali.

"Ada apa Ric?" Nessa berjalan mendekat.

Richo menggeleng.

"Mak Tum, sudah berapa lama Pak No menderita sakit seperti ini?" tanya Richo.

"Sudah tiga bulanan Nak, dulu perutnya tidak sebesar ini, tapi selama sebulan lalu hingga sekarang entah kenapa perutnya makin lama makin membesar," ucap Mak Tum lirih.

"Kasian Pak No, pasti sangat sakit sekali," ucap Wati ikut iba.

"Bapak yang kuat ya, Mella sudah pulang ini, buat jagain Bapak," tangis Mella memecah melihat keadaan pria yang dulu selalu menggendongnya saat ia masih balita.

"Yang sabar ya Mel," ujar Ria seraya menepuk pundak Mella.

"Mak Tum, apa pernah bawa orang pintar ke sini buat nengok Pak No?" tanya Richo lagi.

"Kamu kan tau Nak, desa ini sangat terpencil, jarang ada orang pintar di sini," jawabnya.

"Kalian semua tunggu di sini dulu ya, aku mau keluar sebentar," pinta Richo seraya berjalan keluar.

"Aku ikut Ric," ucap Nessa mengikuti pria itu.

"Kalian semua pasti capek, Mak Tum siapkan makan dulu ya," ucap wanita itu dan berjalan ke dapur.

"Aku bantuin ya Mak," sahut Wati ingin ikut membantunya.

Wanita itu tersenyum dan berjalan bersama Wati ke dapur.

Richo berdiri di depan rumah Mella. Ia melihat awan hitam bercampur petir mengelilingi atap rumah itu.

"Ric, apa sih yang kamu lihat?" tanya Nessa penasaran karena pria itu seperti melihat sesuatu.

"Aku belum pernah melihat awan hitam yang mengelilingi rumah sebesar ini Sa," jawabnya.

"Hah, maksud kamu ada awan hitam di atas rumahnya Mella?"

Richo mengangguk.

"Berarti ini santet," ujar Nessa tanpa basa-basi.

"Entah siapa yang begitu keji melakukan ini pada keluarganya Mella, kita harus mencari tau," ujar Richo.

Nessa mengangguk.

Richo dan Nessa pergi ke dapur untuk mengambil minum sendiri karena Mak Tum sedang sibuk memasak. Tiba-tiba bau busuk langsung mampir ke hidung Richo. Ia melihat Wati sedang menyendok belatung dan ingin memakannya.

"Wati, berhenti!" bentaknya mengagetkan temannya itu.

"Apaan sih Ric, teriak-teriak," bantah Wati kaget dan menumpahkan sendok sup yang ia pegang.

Richo mengumpulkan mereka semua.

"Mel, apa ada pohon kelor di daerah sini?" tanya Richo padanya.

"Kelor ya! seinggatku, di belakang rumah tetangga sebelah ada deh," jawabnya.

"Tolong mintain beberapa lembar bisa?" pinta Richo.

"Oh, ok, tunggu ya." Mella pergi ke tetangga sebelah untuk meminta beberapa daun kelor.

"Mau buat apaan sih Ric, emang ada yang pakai susuk ya?" celetuk Radit.

"Ntar juga kamu bakal tau," jawabnya.

Mella kembali dengan membawa beberapa daun kelor yang Richo minta. Ia segera mencelupkan daun kelor itu ke segelas air yang sudah ia bacakan doa. Lalu mengoleskan daun itu ke mata teman-temannya.

Belum sempat mereka membuka mata, bau busuk langsung tercium ke hidung mereka semua. Dan saat mereka membuka mata, mereka kaget, dapur itu sudah dikelilingi belatung, ulat, serangga dan hewan-hewan kecil lainya.

"Hiiiii apa-apaan nih!" ucap Ria yang emang jijik dengan hewan berbentuk ulat itu.

"Kenapa semuanya jadi belatung, kerjaan siapa ini?" tanya Radit sambil menutup hidungnya.

"Astagfirullah, kenapa rumahku jadi seperti ini," ujar Mella kaget dan ingin menangis.

"Kamu yang tenang ya Mel, kita akan sama-sama mencari orang itu, jangan sedih," ucap Richo menepuk bahu Mella.

Mereka mengecek seluruh rumah.  Dan ternyata dari beras, padi dan sayuran di dalam kulkas, semua di hinggapi oleh belatung. Mungkin karena inilah kenapa perut Pak No terus saja membuncit. Karena selama ini yang beliau makan adalah belatung-belatung itu.

Richo mengusulkan untuk membeli makanan di luar saja. Dan menyuruh Mak Tum untuk berhenti memasak. Wanita itu faham maksud mereka. Mak Tum juga tau bahwa Richo mempunyai kemampuan lebih dari manusia biasa. Beliau bersyukur anaknya bisa mempunyai teman seperti Richo.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top