Part 1 Kereta Berhantu
Richo dan teman-temannya menatap sebuah gerbong kereta yang sudah tidak beroperasi.
"Jadi ini, kereta yang katanya berhantu itu?" tanya Ria menatap gerbong kereta yang sudah tua itu.
"Katanya sih iya, dulu saat kecelakaan terjadi, banyak penumpang yang tewas di kereta ini," timpal Nessa.
"Gimana Ric, kira-kira banyak nggak setannya?" tanya Radit padanya.
Richo meliriknya, "setan itu kan ada di diri kita sendiri Dit, tergantung kamu gimana ngolahnya."
"Yaelah, kamu kira tu setan lodeh, pakai di olah segala," cibir Radit dan cemberut.
Richo tersenyum dan berlalu pergi.
"Serem banget sih nih kereta, lebih serem dari rumah sakit kemaren deh," gerutu Mella seraya merangkul sikut Ria.
"Bagimukan semua tempat emang serem Mel," jawab Ria.
"Ada satu tempat yang nggak serem Ria," bantahnya.
"Di mana emang?"
"Di pelukannya Mas pacar." Mella terkekeh.
"Uhhh, dasar kampret kamu," celetuk Radit yang juga mendengar ucapannya.
Mereka naik ke dalam gerbong kereta itu. Angin dingin menyambut kehadiran mereka.
"Kita lakukan ritualnya di sini aja," ucap Richo seraya meletakkan tas.
"Ok," sahut mereka semua dan mulai menyalakan lilin dan mempersiapkan bahan lainnya.
"Eh Wati, kok sekarang Nggak di kasih kacang tuh jailangkung?" tanya Radit.
"Enggak ah, orang yang makan jailangkung kepalanya item, jadi males," bantahnya mencibir.
"Yaelah, pelit amat sih kamu jadi orang."
"Biarin."
Mereka melakukan ritual pemanggilan jailangkung seperti biasa. "Jailangkung, jailangset, di sini ada pesta, pestanya pesta kecil, datang tak di jemput pulang tak di antar," ucap mereka semua.
Sebuah angin datang berhembus perlahan melewati lilin-lilin yang mereka nyalakan. Seolah angin itu datang karena di undang oleh mereka.
"Ria, anterin aku ke WC dong," pinta Mella tiba-tiba.
"Ahhh beser banget sih kamu," bantah Ria.
Radit membuka pintu gerbong yang menghubungkan satu gerbong dengan gerbong lainnya. "Noh di sana ada WC, kalian ke sana aja, daripada di luar," ucap Radit.
"Anterin Dit," pinta Mella memelas dengan mata berkaca-kaca.
"Udah sana ama Ria, deket juga, jangan manja!" bentaknya.
"Iye, iye," sahut Mella cemberut.
Mella dan Ria berjalan ke WC itu. "Udah sana masuk, aku tungguin di sini, cepetan ya?" ujar Ria.
"Kamu kok nggak ikut masuk sih Ria."
"Eh Mel, WC-nya cuman sekotak gitu, gimana aku mau masuk, udah sana jangan bawel."
"Iya deh," gumam Mella kecewa.
Ia masuk dan buang air kecil di sana. Saat ia selesai dan keluar, ia melihat Ria terduduk di bangku penunggu. Mella mendatanginya, "ayo Ria aku dah selesai nih." Tapi Ria tak menjawab ajakanya.
"Ria, kamu kenapa sih?" Mella ingin menyentuh temannya yang duduk merunduk itu, mendadak seseorang memegang pundaknya. "Woi Mel, udah selesai kamu?" tanya Ria yang membuat Mella tercengang, lalu ia melihat wanita yang terduduk tadi sudah lenyap entah ke mana.
"Bu, bukannya tadi kamu duduk di sini ya Ria?" tanya Mella sedikit takut.
"Aku tadi keluar sebentar karena ibuku nelpon, udah yuk balik nemuin temen-temen," ucap Ria seraya menarik tangan Mella yang masih kebingungan.
Mereka berenam duduk membuat lingkaran. Richo memberikan segelas air yang sudah ia bacakan doa pada masing-masing orang.
"Bersiaplah, aku akan membawa kalian ke masa lalu di saat sebelum terjadinya kecelakaan kereta ini," ucap Richo.
"Tapi jangan lama-lama ya Ric, takut aku," ujar Mella.
"Iya, ingat ya kita tidak boleh berpencar, dan sebelum jam 2 malam kita harus segera kembali, jika tidak roh kita akan tertinggal di sana, apa kalian mengerti."
"Mengerti," sahut mereka semua.
"Alfatihah," ucap Richo dan membaca beberapa ayat. "Buka mata kalian," ucapnya mengagetkan yang lain.
Mereka semua membuka mata dan sudah berada di gerbong kereta api yang masih beroperasi. Saat itu banyak sekali penumpangnya.
"Duh banyak banget orangnya," ucap Wati melihat sekeliling.
Nessa melihat salah satu orang yang membaca koran pada saat itu. Hari itu hari Minggu tahun 2008. "Pantes aja rame, hari Minggu nih, tuh kelihatan dari koran," ucapnya menunjuk salah satu penumpang yang sedang membaca koran.
"Oh pantes."
Dari arah lain terlihat seorang wanita cantik yang memakai baju berwarna merah. Dan seorang pria tua selalu saja mengikutinya.
"Aku bilang lepasin aku!" ucap wanita berambut lurus itu.
"Fitri! ingatlah, kamu itu sudah menjadi milikku, kenapa kamu masih saja menolakku," ucap pria yang agak tua dan berjenggot itu.
"Mas Burhan, aku ini bukan barang Mas, tega sekali Mas membeliku dari orangtuaku," ucap wanita itu seraya membuang muka.
"Orang tuamu sendiri yang meminta persyaratan itu Fit, 50 juta sudah kuberikan kepada mereka."
"Aku tidak akan pernah menikah denganmu Mas, aku sudah punya pilihan hatiku sendiri."
"Tentang pria miskin itu, aku juga akan memberikan pelajaran padanya," ucap Burhan beringas.
"Jangan Mas, jangan lakukan itu," ucap Fitri memohon.
"Kalau begitu ikut aku." Burhan menarik paksa tangan Fitri dan masuk ke kamar gerbong yang memang sudah di siapkan oleh pihak kereta api. Tidak ada yang bisa menolak keinginan juragan emas itu. Orang-orang hanya menonton dan tak bergeming sama sekali. Mereka tak mau berurusan dengan anak buah Burhan yang selalu mengelilinginya.
Burhan melemparkan tubuh Fitri ke kasur. Dan pria itu menindihnya.
"Lepasin Mas, lepas!" teriak Fitri menolak dan meronta.
"Kamu harus menjadi milikku sekarang." Burhan mulai menggauli Fitri. Wanita itu mencoba meronta dan tangannya meraih sebuah gelas di pinggir meja lalu menghantamkan ke kepala Burhan. "Ouchhhh," rintih Burhan menahan sakit dan melihat darah keluar dari kepalanya.
Fitri segera menendang tubuh Burhan dan berlari keluar. "Dasar wanita jalang," umpat Burhan sangat marah.
Fitri masih terus berlari. Burhan dan anak buahnya juga terus mengejar. Sampailah Fitri di pintu gerbong kereta pemisah. Ia membuka pintu itu lalu mencabut mur yang mengkaitkan gerbong yang ia tumpangi dengan gerbong satunya.
Ia melihat Burhan dan anak buahnya makin dekat. Lalu mendadak gerbong kereta yang di tumpangi Burhan dan anak buahnya terlepas dari gerbong utama. Dan dari arah berlawanan sebuah kereta api tiba-tiba melintas dan menabrak gerbong yang di tumpangi Burhan. Gerbong itu bergulingan dan langsung meledak menimbulkan kobaran api yang dahsyat. Kaki Fitri melemas dan tersungkur ke lantai. Ia masih menatap gerbong yang sudah terbakar itu. Terlihat banyak orang yang tewas karena insiden itu.
Ia menangis dan menyesali perbuatannya karena sudah membunuh banyak orang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top