Part 1. Misteri Sumur keramat
Mereka berenam berkumpul di rumah Richo.
“Alhamdulillah, akhirnya kita semua lulus,” ujar Wati seraya meminum jus jeruk dari gelas.
“Iya. Nggak nyangka, ya? Skripsi kita lolos, senengnya,” timpal Radit yang sedang asyik memakan kacang.
“Terus. Acara liburan kita gimana, nih? Pada mau ke mana?” tanya Nessa.
“Aku harus memperdalam ilmuku. Jadi, aku ingin pergi ke desa Keramat Jati untuk melihat sumur keramat di sana,” sahut Richo seraya menyeduh kopi.
“Aku ikut kamu, Ric?” ucap Nessa seraya menggandeng pria yang kini menjadi kekasihnya itu.
“Cieee ... yang nggak mau dipisahin,” celetuk Ria.
Wati mengeluarkan dua tiket kertas dari sakunya.
“Tiket apaan, nih?” tanya Mella lalu membaca kertas itu. “Penginapan!”
Wati mengangguk.
“Dapat darimana, Ti?” tanya Nessa.
“Dari manajernya Pak Effendi. Penulis yang kemaren itu. Kan, hari itu lagi pelelangan. Lalu aku dapat ini,” ujarnya begitu senang.
“Kok, cuman dua, sih? Terus kamu pergi sama siapa?” tanya Mella.
Radit segera menyabet tiket itu. “Sama aku dong, siapa lagi?” sahut pria itu.
“Wah ... hati-hati kalian berdua, ya? Awas sampai halim duluan,” ancam Nessa.
“Yaelah, Sa. Kamu kira aku cowok apaan, jangan suudzon, geh,” bantah Radit.
“Terus ... kalau Nessa pergi ama Richo. Radit ama Wati. Nasipku gimana? Hix, hix,” isak Mella.
Ria merangkul temannya itu. “Tenang aja Mel. Kamu bisa pergi sama aku. Liburan kali ini, aku mau ke rumah nenekku yang di desa,” ujar Ria.
“Ah, asyik ... mau-mau,” sahut Mella dengan gembira.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah dalam liburan kali ini.
“Oh, ya. Ada yang mau mata batinnya dibuka nggak? Kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi. Jadi kalian bisa mengatasinya sendiri,” usul Richo.
“Aku mau deh,” sahut Radit.
Beberapa dari mereka ingin mata batinnya dibuka. Namun, Mella menolak karena dia takut tak bisa mengatasinya.
“Aku nggak usah, deh. Kan, aku selalu sama kamu, Ric," ujar Nessa.
“Idih maunya,” celetuk Radit.
“Biarin.”
Lalu Richo membuka mata batin mereka. Kemudian memberikan dua tasbih kepada Radit dan Ria sebagai bawaan. Tasbih itu bisa membantu mereka melawan arwah. Richo juga mengajarkan beberapa doa agar mereka terhindar dari masalah.
“Daaa ... kami pergi dulu, ya? Kalian hati-hati,” ujar mereka semua berpamitan dan berpisah di tengah jalan.
“Sekarang kita mau ke mana, Ric?” tanya Nessa.
“Yakin, kamu mau ikut? Aku nggak mau kamu sampai terluka, Sa,” ujar pria itu khawatir.
Nessa memegang tangan pria itu. “Kan, ada kamu di sampingku. Masak kamu tega ngebiarin aku terluka?” ujarnya dengan manja.
“Janji, ya? Kamu harus dengerin semua perkataanku,” pinta Richo.
“Siap, Bos!” sahut Nessa dan terkekeh.
Mereka akhirnya menuju ke sebuah desa yang diberi nama Keramat Jati. Richo sudah mencari informasi tentang keberadaan sumur itu. Namun, pria itu penasaran dan ingin melihatnya langsung. Sumur itu terletak di tengah hutan belantara. Mereka berdua harus melewati pepohonan pinus yang sangat lebat.
Kabut putih dan angin dingin mulai menerpa tubuh mereka berdua. Padahal jam satu siang, tetapi saat berada di hutan itu, seolah sedang malam hari. Karena sinar matahari tidak bisa masuk melewati pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi.
“Ric, yakin nih! Di sini tempatnya? Kok, bikin sumur di tengah hutan, sih!” ujar Nessa seraya melihat sekeliling.
Pria itu menggandeng tangan kekasihnya. “Kenapa? Kamu takut, ya?” tanyanya.
“Takut sih, enggak. Cuman aneh aja, masak ada sumur di tengah hutan,” gerutu Nessa.
“Ntar juga kamu bakal tau. Tuh! Udah deket, kok,” sahut Richo yang masih menggandeng tangan kekasihnya itu.
Mereka berhenti di belakang pepohonan. Karena seorang wanita sedang mengambil air dari sumur itu.
“Jadi itu sumurnya?” bisik Nessa.
Richo hanya mengangguk dan masih fokus pada wanita yang mengambil air tadi. Setelah wanita itu pergi. Richo dan Nessa bergegas melihat sumur itu.
Mereka melihat ke dalam sumur yang airnya sangat dalam itu.
“Astagfirrulloh!” ucap Richo kaget karena melihat bayangan Nessa menjadi seorang wanita yang wajahnya hancur.
“Kenapa, Ric? Apa kamu melihat sesuatu?” tanya Nessa penasaran.
“Iya, aku melihat sesosok wanita di dalam sumur ini.”
“Lalu, apa kita akan memanggilnya di sini?” tanya Nessa lagi.
“Iya, kita lakukan sekarang,” sahut Richo seraya menurunkan tas ransel yang ia bawa.
Nessa menyalakan beberapa lilin untuk pemanggilan Jailangkung seperti biasa. Lalu memegang boneka dari batok kelapa itu.
“Jailangkung, Jailangset, di sini ada pesta, pestanya kecil-kecilan, datang tak dijemput, pulang tak diantar,” ujar mereka berdua.
Seketika semua lilin yang mereka nyalakan langsung padam, pertanda sesuatu telah datang.
Mereka berdua segera membersihkan tempat itu. Dari arah lain sesosok bayangan hitam mengawasi mereka berdua, kemudian pergi begitu saja.
“Ayo, Sa! Kita harus pergi dari sini,” ujar Richo dan memakai tas ranselnya lagi.
“Ayo,” sahut Nessa dan mulai berjalan.
Mendadak angin dingin langsung berputar-putar mengelilingi tubuh mereka berdua. Richo langsung memeluk pundak Nessa dan membaca beberapa doa. Angin itu pun berangsur hilang.
Sesosok wanita berbaju putih dan wajahnya berlumuran darah sudah berdiri tepat di belakang Nessa, Richo tau itu.
“Sa, jangan ngelihat ke belakang,” pinta pria itu.
“Memangnya ada apa, Ric?” tanyanya penasaran.
"Tunggu sini bentar, biar aku hadapi arwah itu," pinta Richo.
Nessa mengerti maksud pria itu dan mengangguk.
Richo berhadapan dengan sosok itu. Pria itu membaca beberapa doa dan membuat sosok wanita itu lenyap. Belum beberapa detik berlalu, tiba-tiba menggelindinglah sebuah kepala yang matanya dipenuhi lintah.
Pria itu tersentak. Sesosok tubuh sedang berjalan sambil mencari kepalanya.
"Di mana tubuhku? Di mana?" ucap kepala itu lalu membuka matanya yang dikelilingi oleh hewan berlendir itu.
Richo kembali berdoa agar arwah-arwah itu segera pergi dari hadapannya. Sedangkan di sisi lain seorang gadis cilik tiba-tiba menarik tangan Nessa.
"Kakak. Ayo, ikut aku," pinta gadis itu.
Nessa seperti tersihir dan mau saja ditarik oleh anak kecil itu. Gadis itu tersenyum puas dan masih menggiring Nessa entah ke mana.
Akhirnya arwah-arwah itu pergi dari hadapan Richo. Pria itu berbalik untuk menemui kekasihnya lagi. Tapi ia tak menemukan Nessa di manapun.
"Nessa, di mana kamu?"
"Bukannya tadi dia di sini, ya?" gumam pria itu.
Richo segera bergegas ke mobil, melihat apakah Nessa sudah di sana. Namun, pria itu tak melihatnya. Richo mulai cemas.
"Ke mana perginya Nessa?" gumamnya seraya kembali lagi memasuki hutan itu.
Pria itu menatap ke dalam sumur keramat.
"Kembalikan wanita itu kepadaku? Jika kalian menyentuhnya sedikit saja, aku akan memusnahkan kalian semua!" teriak Richo menggelegar.
Namun, sumur itu tak bergeming sama sekali. Pria itu tersungkur di pinggir sumur dan menangis. Ia tak tau di mana Nessa sekarang.
"Nesssa?!" teriak pria itu dan membuat burung-burung di hutan itu berterbangan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top