Prolog
Bangun dengan bahu sedikit kedinginan, membuat Semesta kembali menarik selimutnya. Bunyi lenguhan di sampingnya membuat ia makin menenggelamkan diri. Pun saat lengan kekar merangkulnya seolah-olah meminta agar tubuh Tata kian dekat, ia tak menolak.
"Jam berapa sekarang?"
Tata mencibir. Sejak kapan sang bos ada di dekatnya? Ini masih terlalu pagi untuknya direcoki suara baritone yang khas itu.
Ini pasti mimpi, batinnya begitu.
"Ta? Saya ingat ... ada meeting jam sembilan, kan?"
Dua hari lalu mereka dinas ke Samarinda. Membahas masalah proyek terakhir sebelum sang bos ke luar negeri. Dinas terakhir yang bisa mereka lakukan bersama. Perintah khusus dari atasannya langsung; Pak Jimmy.
"Ta?"
Sekali lagi suara itu terdengar. Meski agak parau khas seseorang baru bangun dari tidurnya, tetapi tetap saja, itu suara milik sang bos.
"Duh ... Bapak jangan ganggu pagi saya! Saya masih mau tidur. Capek."
Pria yang sejak tadi memeluk Tata, hanya tertawa Matanya sudah terbuka sempurna, menatap sang wanita yang bergelung di dekat dadanya.
"Capek banget? Perasaan hanya sekali kita bermain."
Tata mengerjap pelan. Kesadarannya mulai pulih. Bahkan indera penciumannya juga mulai terusik dengan aroma yang ... asing?
"Bapak?!" pekiknya dengan mata melotot tak percaya. "Bapak ngapain di kamar saya?"
Sang pria kembali menarik sudut bibirnya pelan.
"Ini kamar saya, Ta."
Buru-buru mata serupa boneka itu mengedar, memperhatikan detail kamar yang sudah dua hari, oh ... tiga hari ini ditempati olehnya. Berbeda. Benar. Matanya tak salah lihat. Kembali ia mengarahkan pandangannya pada sang pria. Lantas .....
"Enggak mungkin," katanya demikian lirih begitu mendapati dirinya tanpa busana. "Enggak mungkin."
Ucapan ini diulang untuk menegaskan kalau apa yang terlihat di pikirannya, tak pernah terjadi.
Namun, sekelebatan memori yang menghantamnya kali ini tak bisa dimungkiri. Bagaimana ia dengan rela hati menanggalkan satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Bagaimana juga ia melempar diri pada sosok yang akhir-akhir ini membuatnya frustrasi. Yang mana saat sang pria berada di atasnya, terjawab sudah kenapa sosok itu begitu merajai kepalanya.
Segera ia sibak selimut yang menutupi tubuhnya. Memunguti helai pakaian yang terserak di sekitar ranjang. Jantungnya jangan tanya bagaimana bekerja. Sudah tak keruan. Ditambah rona wajahnya yang mungkin sudah berubah ungu. Ia tak berani menoleh, apalagi membalas ucapan sang pria.
"Ta," panggil sang pria pelan, "kita bicara dulu."
"Enggak ada yang perlu dibicarakan, Pak." Tata memejam pelan. Ia bergegas menuju kamar mandi.
"Ta." Jagad harus bertindak cepat. Wakil manajernya ini termasuk wanita keras kepala. Jangan sampai apa yang mereka lakukan semalam tanpa adanya pembicaraan lebih lanjut. "Tunggu. Kita harus bicara."
Hanya berbekal selimut, ia tutupi tubuhnya. Mencegah kepergian Tata yang sebentar lagi menggapai pintu kamar.
Apa wanita itu peduli? Tidak sama sekali. Ia terus melangkah sampai sosok Jagad menghadangnya.
"Pak." Kali ini dengan sisa keberanian yang dipunya, ia mendongak. Menatap lurus pada pria yang ada di depannya. "Jangan bahas apa pun. Lupakan semua ini. Anggap saja enggak pernah terjadi."
Jagad mengerjap pelan. Ucapan itu macam petir di siang bolong. Belum juga habis rasa terkejutnya, Tata sudah melangkah menjauh dengan tergesa-gesa. Meninggalkannya yang termangu.
"Bagaimana bisa dibiarkan kalau kamu ... bersuami, Ta."
***
Terima kasih untuk karospublisher
Atas kesempatan ikut eventnya.
Jangan lupa ... Vote, koment, dan follow akun aku, ya
Selamat menikmati kisah Jagad-Semesta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top