Keping 31
Peringatan sebelumnya. Tolong dibaca di tempat yang enggak terlalu ramai. Part kali ini bisa membuat kalian ingin melempar bakiak, ponsel, atau juga memaki. Jadi ... biar bisa menghindari kemungkinan Kakak sekalian diperhatikan dengan tatapan aneh.
Hehehhehe
***
Beberapa minggu yang melelahkan bagi Tata di mana ia harus menghadapi sidang perceraiannya. Tak bisa ia pungkiri, mulai dari waktu, tenaga, serta terkuras sekali pikirannya menghadapi hal ini. Belum lagi ia harus menyiapkan dan mengajukan bukti-bukti tertulis yang dimiliki untuk menguatkan sangkalannya terhadap gugatan Bhumi.
Namun di atas segalanya, Tata merasa puas. Sangat.
Karena itu juga lah, senyum yang ada di bibir Tata pagi ini belum mau pergi dari wajahnya. Ia masih bisa mengingat jelas bagaimana sidang itu berlangsung seminggu lalu. Ah, andai saja bisa direkam agar bisa ia nikmati kembali bagaimana suasana di sana, pasti sudah ia lakukan. Sayangnya sidang memang tertutup dan hanya dihadiri oleh yang berkepentingan saja.
Meski Tata harus menghadapi pertanyaan cukup aneh karena permintaannya mengenai surat dinas resmi dari kantor, di mana ia pergunakan untuk membantah tuduhan perselingkuhan yang Bhumi utarakan, Tata tak jadi soal. Mengecek satu demi satu mutasi rekening miliknya di mana tujuannya adalah rekening adik iparnya atau juga sang mertua. Termasuk di dalamnya bukti chat yang sudah ia rangkum dalam satu file khusus. Jelas hal ini ia jadikan bukti kalau dirinya memang diperlakukan sebagai mesin cetak uang bagi mereka berdua.
Juga surat keterangan kunjungan berkala pada salah satu dokter kandungan di mana Tata memeriksakan kondisi rahimnya. Bahwasanya Tata memang berusaha untuk bisa hamil. Bukan hanya sekadar sibuk bekerja dan mencari uang saja, tak memikirkan garis keturunan yang dinantikan Bhumi. Sementara uang yang Tata miliki, juga banyak dipergunakan oleh keluarga calon mantan suaminya itu.
Semua ia beberkan kala dirinya diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti tersendiri selama persidangan. Yang mana pada awalnya, sebagai saksi dari pihak Bhumi, Rieka juga Nilam ada di sana. Memberikan kesaksian kalau apa yang Bhumi katakan mengenai dirinya selama gugatan cerai adalah benar.
"Ibu Semesta Lathika baru dua kali melakukan perjalanan dinas selama pernikahannya dengan saudara Bhumi. Sebelumnya, Ibu Semesta menolak dikarenakan izin dari suaminya tak pernah ia dapatkan. Ibu Semesta juga tak pernah membantah karena merasa, izin suami itu diperlukan. Saat perjalanan dinas itu ada, Saudara Bhumi sudah menjatuhkan talak pada Ibu Semesta. Tuduhannya mengenai perselingkuhan, hanya didasarkan pada dugaan semata," terang Ningrum. Semua mata yang hadir dalam persidangan tertuju pada layar proyektor yang ada di sisi kanan ruang sidang.
"Selanjutnya, karena terlalu banyak bukti mengenai dugaan tindak pemerasan yang dilakukan saudari Rieka serta Nilam, di mana berstatus sebagai ibu mertua dan saudari ipar dari Ibu Semesta, saya ambil sample dari dua tahun lalu. Selengkapnya Pak Hakim bisa melihat bukti yang sudah saya serahkan." Ningrum menekan pointer di mana menunjukkan banyak slide percakapan berisi permintaan yang menjurus agar Tata mau mengeluarkan uang. Yang mana kebanyakan untuk hal tak penting. Untuk urusan membiayai ibu mertuanya yang menjalani pengobatan sakit diabetesnya, Ningrum tak mengemukakan hal ini di depan persidangan.
Permintaan Tata karena merasa, sebagai seorang menantu, ia tetap berkewajiban membantu pengobatan mertuanya itu.
Rieka, dari tempat Tata duduk bisa jelas terlihat pias sekali wajahnya. Ada geram yang kentara sekali di sana. Tak ia duga kalau menantunya ini masih menyimpan percakapan mereka dari waktu ke waktu.
"Sama sekali enggak benar!" hardiknya. "Apa salahnya meminta uang pada menantu? Lagian untuk keperluan rumah tangganya. Salah?"
"Iya!" Nilam ikut bicara. "Keterlaluan kamu, Mbak!"
"Apakah untuk biaya ulang tahun, sekolah dari keponakan bernama Kayyish, renovasi rumah, down payment mobil serta motor yang kalian miliki, pembelian tas serta pakaian, termasuk keperluan rumah tangga Ibu Semesta?" tanya Ningrum dengan kalemnya.
"Seorang mertua minta uang pada menantunya itu hal wajar!"
Dalam sidang kali ini, bertindak sebagai ketua majelis, kalau Tata tak salah mendengar informasi dari Ningrum bernama Ahmad Zaelani. Ia pun berkata, "Saksi Pemohon yang sudah didengar keterangannya, jika ingin masih berada di dalam sidang, tolong tenang. Jangan berbuat kegaduhan karena bisa menimbulkan jalannya persidangan. Kalau peringatan majelis tidak jua digubris, silakan meninggalkan ruangan!"
Rieka dan Nilam pada akhirnya bungkam. Walau Tata tau, wajah mereka sama sekali tak terima. apa peduli Tata? Sudah tak ada. memang itu lah kenyataan yang sebenarnya ada. Beruntung sekali semua chat yang ada tak pernah Tata hapus.
"Saya juga lampirkan bukti mengenai perselingkuhan yang Saudara Bhumi lakukan, bukti ini diambil belum lama." Layar pun berganti pada chat permintaan Ratih untuk bertemu Tata. Kemudian rekaman suara yang terdengar jelas obrolan di antara mereka.
"Ehm ... mungkin dua atau tiga tahun lalu? Entah, ya, aku agak lupa. Yang jelas, saat aku bertemu Mas Bhumi, aku tau rasa cintanya masih ada untukku."
"Dan karena itu juga kamu rendahkan diri menjadi seorang penggoda?"
"Bukan aku yang menggoda, tapi suamimu yang tergoda. Lagian seharusnya kamu berpikir kenapa suamimu tergoda. Kurangnya kamu apa."
Ningrum menghentikan suara rekaman barusan. "Di sini terbukti jelas kalau selama dua tahun belakangan, justru Saudara Bhumi yang mengkhianati pernikahan Termohon."
Ahmad sekali lagi membandingkan dengan lembaran pembuktian yang diserahkan pihak Tata.
Sementara itu, Bhumi tampak terbeliak tak percaya dengan bukti barusan. Ia tak menduga kalau Tata bisa membalik keadaan dengan mudahnya. Tangannya terkepal kuat, sorot matanya juga menatap Tata dengan tajamnya. Di mana Tata terlihat tenang duduk didampingi pengacaranya.
"Pengacara termohon, masih ada saksi yang ingin dihadirkan?"
"Masih, Pak Hakim."
Tak lama, nama Jennie dipanggil untuk memberikan kesaksian. Yang mana terangkum dalam sebuah video yang diam-diam ternyata ia ambil, saat ia berkunjung ke rumah Tata. Di mana kala itu, keluarga Bhumi pun hadir di sana. Video itu sebenarnya dipergunakan Jennie untuk memperlihatkan bagaimana tingkah mertua dan adik iparnya di belakang Tata. Namun saat itu, Tata masih tak terlalu memercayainya
Dalam video itu terekam, bagaimana Rieka menyudutkan keadaan Tata yang tak kunjung hamil. Namun di sisi lain, ia butuh Tata bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Ia tak rela kalau Bhumi hanya bekerja sendirian sementara Tata tinggal menikmati hasil kerja putra sulungnya itu.
Ditimpali juga dengan ucapan Nilam, "Lagian kalau Mbak Tata enggak bisa punya anak, biar aja suruh kerja terus. Kan, ada Kayyish yang dia anggap anak. Enak malah akunya. Bisa minta ini dan itu untuk keperluan Kayyish."
"Bukti ini masih saya simpan untuk mengingatkan Semesta, bahwa keluarganya hanya memanfaatkan dirinya saja. Dan sekarang, semuanya terbukti. Bahkan gugatan perceraian ini menurut saya juga enggak masuk akal. Sepanjang saya tau mengenai Tata, beliau adalah istri yang penurut. Tak banyak membantah. Tak ingin juga mendebat hal-hal yang seharusnya bisa dipertanyakan lebih jauh termasuk ikut campurnya keluarga Bhumi dalam rumah tangga mereka. Banyak yang Tata keluhkan tapi itu hanya sebatas keluhan. Karena calon mantan suaminya ini," Jennie melirik dengan sinisnya ke arah Bhumi. "Tak pernah membela Semesta. Sepuluh tahun pernikahan mereka, tapi Tata selalu mendapatkan perlakuan semena-mena."
"Jangan asal bicara!" Rieka menggebrak meja. "Jaga bicara kamu, Jen."
"Saksi dari pemohon, silakan meninggalkan ruangan sidang." Ahmad menyela dengan cepat.
Rieka melotot tak percaya. "Tapi, Pak, semua yang perempuan itu katakan enggak benar!"
Ahmad meminta salah satu staff untuk membawa keluar wanita paruh baya ini. Sidang tak boleh berlangsung ricuh agar mereka semua bisa mendapatkan keputusan yang paling adil.
"Saksi dari termohon, ada lagi yang ingin disampaikan?"
"Tidak ada. Saya rasa semuanya sudah cukup."
Sidang ditunda sampai putusan akhir dibacakan dua minggu kemudian. Di akhir sidang, sebelum Tata melangkah keluar, ia menghampiri Jennie. Memeluk sahabatnya dengan erat. Di mana Jennie pun membalas tak kalah erat seraya berbisik, "Kamu hebat, Ta. Kuat, ya."
"Kalau enggak ada kamu, aku enggak peduli dengan ini semua," kekeh Tata. "Makasih, Jen, sudah jadi sahabat aku."
"Aku selalu berdoa, hidupmu kelak bahagia, Ta. Sudah dihabiskan penderitaanmu sekarang, ya."
Tata tertawa. Bersama melangkah keluar ruang sidang pun dengan Ningrum yang mendampingi. Mereka tak menyangka kalau sudah ditunggu oleh Rieka juga Nilam.
"Puas kamu, Ta?" hardik Rieka tak sabar. Ia pun segera merangsek ke arah Tata di mana langsung dicegah oleh Jennie.
"Belum puas diusir, Tante?" tanya Jennie dengan sinisnya.
"Mbak Tata enggak tau malu, ya. Itu semua enggak perlu dibeberkan. Sebelumnya kita ini keluarga, Mbak. Enggak ada keluarga yang merongrong. Semuanya saling bantu," Nilam angkat bicara. "Bagus Mas Bhumi gugat cerai. Enggak ada ruginya kalian berpisah. Aku dukung perceraian kalian! Mbak enggak bisa apa-apa tanpa Mas Bhumi!"
Tata tersenyum tipis. "Iya, Nilam. Saya enggak bisa apa-apa selama ada Bhumi di sisi saya. Setelah Bhumi depak saya, ternyata saya bisa melakukan banyak hal. Terima kasih ucapannya."
Nilam menggeram kesal. "Mbak pasti menyesal cerai sama Mas aku!"
"Sudah, Nilam," sela Bhumi dengan cepatnya. "Biarkan dia berbuat semaunya."
"Ibu bilang juga apa sejak dulu, kan? Enggak sudi punya menantu seperti wanita ini! Buktinya sekarang apa? Ia lempar tahi ke kita semua! Enggak tau diuntung!"
"Ya-ya-ya. Tata memang enggak tau diuntung, kok," Kali ini Jennie yang bicara. "Saking enggak tau diuntungnya, kalian sampai punya ini dan itu dari kantung sahabat saya. Saya beri peringatan boleh?" Jennie mengedipkan mata usil. "Kalau nanti Tata tuntut barang pemberian selama sidang harta gono gini, kalian miskin mendadak, lho."
Lalu Jennie pun menggamit tangan Tata. Melenggang pergi begitu saja meninggalkan mereka yang terperangah. Juga meneriaki mereka berdua. Namun tanggapan mereka, hanya saling lempar tawa.
"Bu Tata?" sapa Ridwan penuh hati-hati. "Ibu ... kenapa?" Ia heran, wakil managernya ini terlihat senyum-senyum sendirian seolah ada hal yang begitu menyenangkan untuk diingat. Ingin bertanya lebih jauh, Ridwan segan. Definisi wanita mandiri yang tak banyak bicara, sekalinya berkata memiliki magnet khusus pantas tersemat pada sosok Tata.
Tata mengerjap heboh. Menyadari kalau dirinya ternyata ada di ruangannya. Bukan lagi ruang sidang yang beberapa waktu lalu ia datangi. Segera ia fokuskan diri dengan kedatangan pria yang menatapnya heran ini. "Ada perlu apa?"
"Ini, Bu." Ridwan meletakkan laporan mengenai Acame. "Hasilnya direspon baik sekali oleh mereka."
"Syukur lah," kata Tata masih dengan senyum di wajahnya. "Kerja keras kamu ini, Wan."
"Ah, jangan gitu, Bu. Kalau enggak ada bimbingan Ibu, saya enggak bisa goals."
"Seenggaknya masukan saya berarti, ya."
"Iya, Bu." Ridwan terkekeh. "Oiya, Bu. Pak Jagad akhir-akhir ini sibuk sekali. Sudar bilang, kadang Pak Jagad lembur. Apa sebaiknya saya tanya, bagian apa yang bisa dibantu ke Sudar?"
Tata terdiam. Ia sendiri belakangan ini sibuk, tak terlalu memperhatikan Jagad. Masiih sering dirinya ke ruangan sang bos, hanya saja untuk berdiskusi lanjutan. Sisanya, mereka menjalani aktifitas seperti biasanya. Minus cup kopi yang mendadak datang ke meja Tata, seporsi bubur ayam langganan Jagad yang pernah Tata komentari enak rasanya, atau sekadar ajakan makan siang ke salah satu restoran yang sering Jagad kunjungi.
"Mungkin Bapak memang sibuk," kata Tata.
'Iya, sih." Ridwan pun menyudahi laporannya. "Saya permisi dulu, Bu."
Tata tersenyum saja. Meski tanpa ia sadari, arah pandangnya tertuju pada ruang Jagad yang ada di depannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top