Can We Start Again? (4)
Hello, good morning
We meet again in Saturday 😁😁😁
Hope you all are healthy and in good condition
Please enjoy this story
Happy reading
😉😉😉
🌹🌹🌹🌹🌹
"papa cukup membiarkan bunda Ai hamil anak papa, nanti biar Nino yang akan menjaga bunda dan adik. Nino ngga mau ninggalin bunda Ai," lanjut Nino lagi
"apa maksudmu Nino?" tanya Daaniyaal sedikit marah karena ucapan Nino. Yah, orang yang tadi mendengar perdebatan Daaniyaal dan Ai adalah Nino.
"bukannya papa ingin rujuk dengan mama? Kalau begitu, Nino akan ikut bunda saja. Nino ngga mau tinggal dengan mama," jawab Nino
"Nino juga akan bawa Dion juga. Jadi papa dan mama nanti ditemani oleh Nina. Nina masih mengharapkan mama Elmira untuk di sampingnya," jawab Nino
"apa maksudmu, Nino? Papa tidak akan rujuk dengan mama Elmira. Papa juga tidak akan pisah dengan bunda Ai," jawab Daaniyaal dengan tegas
Nino menghembuskan napasnya lelah sambil menatap papanya itu, "tahukah, papa? Kalo bunda Ai itu sering sedih. Apalagi waktu papa pergi ke luar kota untuk bekerja. Untung bunda Ai tetap sayang sama kita, terutama Dion. Bunda Ai sering ajak Dion bermain. Bahkan bunda Ai pernah merawat Nino waktu sakit. Bunda Ai juga pernah bela Nina waktu Nina dihina sama orang tua murid,"
Daaniyaal yang mendengarnya begitu terkejut. Bagaiman bisa dia tidak tahu keadaannya anak - anaknya. Dan Ai dengan santainya melakukannya tanpa ada beban. Dia juga tidak menceritakan masalah itu dengannya.
"Nino sering lihat bunda Ai senang kalo papa ada di rumah. Nino juga marah waktu papa nyakitin bunda. Papa bilang tidak mau punya anak dari bunda Ai. Tahukah papa, setelah itu bunda jadi sering murung dan sedih," lanjut Nino
"papa ingin tahu, darimana Nino tahu itu? Nino mendengarnya sendiri dari telinga Nino. Selama ini Nino sering mengamati bunda, apalagi waktu bunda bisa akrab dengan Dion," terjawab sudah pertanyaan yang akan Daaniyaal ajukan kepada anaknya itu tentang bagaimana dia bisa tahu semuanya?
"kalo papa ingin kembali dengan mama, silakan! Tapi Nino akan ikut bunda dengan membawa Dion," kata Nino yang langsung keluar dari ruang kerja papanya itu
Pusing memikirkan kejadian yang terjadi hari ini, membuat Daaniyaal memijat pelipisnya. Belum lagi ucapan putra pertamanya, Nino, membuat Daaniyaal merasa bersalah terhadap istrinya, Ai. Ternyata banyak sekali luka yang dia berikan kepada istri tercintanya itu. Tapi tekatnya memang sudah bulat. Daaniyaal tidak akan berpisah dengan Ai. Dia akan tetap bersama dengannya. Dia akan mempertahankan rumah tangganya. Dia tidak mau kehilangan wanita seperti Ai. Dia ingin Ai selalu di sampingnya, mendukungnya, mencintainya dan menemaninya sampai usia lanjut.
Banyaknya pikiran di kepala Daaniyaal, membuatnya tanpa sadar tertidur di ruang kerjanya. Dia tidur dengan posisi duduk di kursi kerjanya sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Suasana sunyi membuat tidurnya menjadi lelap. Tak berapa lama, Daaniyaal mengerjapkan matanya. Dia mulai melihat di sekitarnya dengan jelas. Dia melihat jam yang berada di meja kerjanya. Waktu menunjukkan pukul 04.30. Itu tandanya sudah sore dan yang pasti adzan ashar sudah lewat. Seketika Daaniyaal terkejut dan langsung berlari keluar ruangan itu menuju kamarnya.
Daaniyaal seketika panik, ketika tidak mendapati Ai di ranjangnya. Ranjang itu sudah rapi. Nampan yang berada di meja nakas juga sudah tidak ada. Daaniyaal langsung berjalan menuju kamar mandi. Disana dia juga tidak menemukan Ai. Tapi hatinya lega ketika melihat lantai kamar mandi basah. Itu tandanya Ai sudah shalat Ashar. Daaniyaal mengambil wudhu dan shalat Ashar. Setelahnya Daaniyaal mencari Ai di seluruh rumah. Tetapi dia tidak menemukan sang istri.
Hatinya mendadak gelisah. Apalagi setelah mendengar permintaan Ai dan Nino. Daaniyaal takut jika Ai meninggalkannya dengan membawa anak - anaknya. Dia tidak sanggup jika harus hidup sendiri tanpa Ai. Dia tidak mau kehilangan istri tercintanya yang membawanya ke jalan yang lebih baik. Adanya Ai membuat hidupnya teratur. Anak - anaknya berubah menjadi pribadi yang baik dan memiliki tata krama, bahkan mulai menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Daaniyaal tidak ingin terpuruk seperti dulu.
Dengan langkah gontai dan penuh harap, Daaniyaal berjalan menuju tempat terakhir, yaitu di kamar putra kecilnya, Dion. Dia hanya bisa berharap bahwa Ai ada di sana. Dengan gerakan pelan, Daaniyaal membuka pintu kamar itu. Seketika senyum tergambar di wajahnya. Tergambar adanya kebahagiaan di wajah Daaniyaal. Dia melihat istrinya itu tidur sambil memeluk putra kecilnya itu.
Daaniyaal berjalan mendekati Ai. Dia mencium pipi Ai dengan pelan, takut jika perbuatannya membuat Ai bangun. Melihat Nino yang tidur di samping Dion, membuat Daaniyaal tidak suka. Meskipun dia adalah anaknya, tapi Daaniyaal tidak mau jika Ai harus tidur di samping laki-laki lain selain dirinya. Lalu Daaniyaal membawa Ai dalam gendongannya. Dia melakukannya dengan gerakan hati-hati agar tidak membangunkan Ai. Daaniyaal membawa Ai ke kamarnya. Dia meletakkan istri tercintanya di ranjang, sambil memandangi wajah cantiknya.
"jangan tinggalkan aku, sayang. Kamu adalah penerang bagiku dan anak - anakku. Kamu yang membawa kami menjadi orang yang mengenal agama," kata Daaniyaal sambil membelai pipi istrinya
"Ya Allah, jangan pisahkan kami. Terima kasih Engkau mengirimkan wanita ini di kehidupanku. Maaf telah menyakitinya. Bantu aku, Ya Allah, untuk bisa menjadi suami yang baik untuknya," Daaniyaal berdoa kepada Sang Penguasa dengan air mata yang sudah membasahi pipinya
Pagi ini terasa berbeda. Ai terlihat segar dan tersenyum. Dia melakukan kegiatannya, yaitu menyiapkan sarapan untuk Daaniyaal, sang suami dan kedua anaknya, Nino dan Nina. Tidak lupa juga menyiapkan makanan untuk si kecil, Dion. Ai terlihat ceria dan senang melakukan kesibukannya di pagi hari.
"bunda..." panggil Nina yang sudah berada di ruang makan diikuti Nino di belakangnya
"Nino, Nina, ayo makan. Bunda sudah siapkan makanan untuk sarapan kalian," kata Ai dengan suara cerianya dan tak lupa senyum cerahnya juga tidak lepas dari bibirnya
"wah.... Enaknya. Kalo gini Nina bisa ngerjain ujian dengan perut kenyang dong," kata Nina dan Ai tersenyum mendengar ucapan putrinya itu
"wah.... Ada apa ini? Kok seneng banget," terdengar suara sang papa memasuki ruang makan
Ai yang melihat kedatangan suaminya itu, tersenyum senang. Daaniyaal yang melihat senyum istrinya yang sudah kembali, menjadi senang. Hatinya terasa lega karena istrinya itu sudah menjadi seperti dulu.
"ayo, mas, makan! Nanti mas telat ke kantor lho," kata Ai
"tenang, sayang. Mas sekarang di rumah sampai minggu depan," kata Daaniyaal sambil mencium kepala Ai dengan sayang
"papa tidak pergi? Berarti papa di rumah dong. Nina diantar papa ya," pinta Nina
"iya, nanti papa antar Nina ke sekolah. Sekarang habiskan sarapannya! Nanti kita langsung berangkat!" perintah sang papa
Mereka pun menikmati sarapan dengan tenang. Terlihat dengan jelas senyuman mereka. Ai yang melihat kedua anaknya yang menikmati sarapannya, merasa senang. Ai juga merasa bahagia melihat suaminya menatapnya sambil tersenyum. Ai tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini. Ini adalah pertama kalinya bagi Ai. Semoga ini bukan yang terakhir.
"hati - hati di jalan ya. Jangan ngebut!" Ai menasehati Nino
"iya, bun. Nino berangkat dulu. Assalamualaikum....." Nino mencium tangan Ai dan Daaniyaal kemudian dia menaiki motornya dan melajukkannya sampai keluar rumah
"Nina berangkat dulu, bunda," pamit Nina sambil mencium tangan Ai, "Assalamualaikum....."
"wa'alaikumsalam..." terlihat Daaniyaal mencium kening Ai
"aku antar Nina ke sekolah dulu," kata Daaniyaal
"hati - hati mas, nyetir mobilnya," kata Ai sambil mencium tangan suaminya itu
Daaniyaal memasuki mobilnya setelah mengucap salam kepada Ai. Dia menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya. Ai melihat mobil Daaniyaal yang sudah tidak terlihat dari pandangannya. Ai berjalan menuju pintu gerbang itu.
"aku tidak tahu, ini awal atau akhir. Aku harap kita semua bahagia, mas," kata Ai sambil melihat rumah besar itu
Rumah megah itu adalah rumah dimana dia merasakan semuanya. Merasakan tidak diterima kehadirannya. Perasaan tidak dianggap kehadirannya. Perasaan terluka. Perasaan terabaikan. Perasaan tersakiti. Perasaan berjuang sendirian. Tetapi, di rumah megah ini lah, dia bisa menjadi kuat dan berjuang. Karena di rumah inilah dia selalu berdoa dan berharap Allah selalu menguatkannya dan memberinya jalan terbaik. Meski pada akhirnya dia harus mengikhlaskannya.
"iya, aku harus mengikhlaskannya," kata Ai sambil menganggukkan kepala
"Nyonya mau kemana?" tanya pak Rudi yang baru muncul dari luar pagar
"saya mau keluar, pak," jawab Ai
"kenapa tidak sekalian dengan tuan Daaniyaal, nyonya?" tanya pak Rudi
"mas Daaniyaal harus mengantar Nina ke sekolah. Nanti kalo kelamaan, Nina bisa telat," jawab Ai
"tidak minta tolong diantar pak Diman? Saya panggilkan ya, nyonya," pak Rudi menawarkan.
Pak Rudi langsung berlari memasuki rumah itu menuju garasi untuk memanggil pak Diman, sang supir dan meninggalkan Ai di depan. Ai memandang rumah besar ini untuk kesekian kalinya. Kemudian dia berjalan menjauhi rumah itu.
🌹🌹🌹🌹🌹
Enough for today
Tunggu lanjutannya di sabtu depan ya 😊😊😊
Don't forget vote and comment
Follow this account fanyawomenly
Thank you have waited this story
Thank you have read this story
Thank you have voted and commented
Have a nice day
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top