Can We Start Again? (3)

Hello, good afternoon

We meet again in Saturday 😁😁😁

Selamat bersekolah kembali 🤭🤭🤭

Hope you all are healthy and in good condition

Please enjoy this story

Happy reading

😉😉😉








🌹🌹🌹🌹🌹










Daaniyaal berjalan memasuki rumahnya. Terlihat Dion yang bermain dengan pengasuhnya, Kia. Biasanya istrinya yang mengajak Dion bermain. Hari ini dia juga tidak melihat Ai saat sarapan. Merasa ganjal dengan situasi ini, Daaniyaal langsung berjalan menuju kamarnya.

Dibukanya kamar itu. Terlihat rapi dan sepi. Tidak ada tanda - tanda ada seseorang disana. Daaniyaal berjalan ke dalam. Seketika jantungnya mencelos melihat seseorang berkerudung tengah duduk meringkuk di dekat jendela. Daaniyaal langsung berlari menghampirinya. Dengan hati-hati dan kekhawatiran di hatinya, Daaniyaal menggendong istrinya. Dia membaringkan istrinya di ranjang. Mengusap wajah cantiknya yang terlihat dengan jelas bahwa ada bekas air mata yang sudah mengering.

Suara adzan dhuhur membangunkan Ai dari tidurnya. Matanya terasa pedas dan panas akibat menangis tadi, kepalanya puisng apalagi jika memgingat apa yang terjadi tadi, membuat Ai kembali merasa sedih. Terlalu menyakitkan untuk bisa dilupakan. Ai merasa bingung karena merasakan tubuhnya yang nyaman. Padahal terakhir kali dia ingat, dia menangis di dekat jendela kamar dengan badan memeluk kakinya.

'siapa yang memindahkanku di ranjang?' tanyanya dalam hati

"sudah bangun, sayang?" suara itu menyadarkan Ai
Daaniyaal, suami Ai yang berbaring di sampingnya, langsung memeluk Ai dengan perasaan sayang bercampur khawatir.

"kamu tadi kenapa, sayang? Aku tadi lihat kamu berada di pojok kamar. Kamu tertidur disana. Kamu juga nangis. Ada apa?" tanya Daaniyaal lagi dengan nada khawatir sambil menciumi kepala Ai agar Ai merasa nyaman

Ai hanya menggelengkan kepala dan Daaniyaal pun berkata, "jika ada apa-apa, bilang sama aku. Cerita sama aku. Jangan disimpan sendiri. Aku ngga mau lihat kamu nangis sendiri kayak tadi. Maaf, aku tidak ada saat kamu sedih."

Ai hanya bisa mendengarkan ucapan Daaniyaal. Dia tidak berani untuk bercerita. Takut jika ternyata Daaniyaal akan meninggalkannya dan memilih mantan istrinya itu. Meskipun pada akhirnya, pasti Daaniyaal akan memilih mba Elmira, karena dia adalah ibu kandung dari ketiga anaknya.

"ya sudah. Ayo cepat wudhu, sudah Waktunya shalat dhuhur!" kata Daaniyaal sambil melepas pelukan dan menciumi seluruh wajah Ai

Sesudah shalat dhuhur. Ai merapikan mukenanya dan melipat sajadah. Setelahnya dia langsung duduk di ranjang. Sedangkan Daaniyaal, setelah merapikan alat shalatnya, dia langsung pergi keluar kamar.

Ai duduk di ranjang dengan pikiran yang berkecambuk di kepala dan hatinya. Apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus melepaskan Daaniyaal? Apakah dia harus mengalah? Tapi bagaimana dengan dirinya nanti? Dia sudah disentuh oleh suaminya. Bagaimana bisa ini terjadi? Bagaimana bisa suami itu menyentuhnya ketika dia masih menginginkan mantan istrinya?

Suara pintu terbuka menyadarkan Ai dari pikirannya. Terlihat Daaniyaal masuk ke kamar dengan nampan di tangannya. Dia berjalan mendekati Ai dan meletakkan nampan itu di nakas samping ranjangnya. Daaniyaal mengambil piring yang sudah berisi nasi dan lauk.

"makan, sayang! Kata bibi, dari pagi kamu tidak keluar kamar. Kamu makan, ya. biar tidak sakit!" kata Daaniyaal yang sudah duduk di samping Ai

"makan, sayang. Aku ngga mau kamu sakit. Kalo kamu sakit, nanti anak - anak sedih. Terutama Dion, dia pasti akan nangis terus lihat bundanya sakit," kata Daaniyaal sambil menyuapi Ai

Ai mendengar ucapan Daaniyaal menjadi sedih. Dia tidak mau anak - anak sedih apalagi jika Dion menangis. Ai harus sehat. Ai tidak boleh sakit. Tapi Ai juga sangat sedih, jika nantinya dia tidak bisa bersama mereka lagi.

Ai menerima suapan dari sang suami dengan bibir bergetar menahan tangisnya. Mengingat tentang anak - anak. Mengingat tentang kejadian yang menyakitkan. Mengingat tentang lukanya. Mengingat tentang rencananya untuk mengakhiri semua ini. Pada akhirnya satu tetes air lolos dari mata Ai saat Daaniyaal memberikan suapan terakhir.

Melihat air mata istrinya yang menetes, membuat Daaniyaal khawatir. Karena tiba-tiba Ai menangis. Bahkan Daaniyaal sebenarnya masih khawatir, saat tadi dia menemukan istrinya meringkuk di pojok kamar dengan air mata yang sudah mengering di pipinya. Daaniyaal langsung meletakkan piring kosong di atas nampan dan memeluk istrinya itu.

"ada apa, sayang? Kenapa kamu menangis terus. Cerita padaku! Apa ada yang menyakitimu? Cerita padaku, sayang!" pinta Daaniyaal dengan suara lembutnya sambil membelai tubuh istrinya itu

Ai melepas pelukan suaminya itu. Dia mencoba menguatkan mentalnya. Dia menatap sang suami dengan sedikit keraguan. Tetapi dalam hatinya, dia harus mengakhiri semuanya. Tidak apa-apa jika dia yang terluka, setidaknya dia sudah ikhlas melepasnya.

"mas...." kata Ai dengan suara pelan

"ada apa? Certia sama mas, jika ada yang menbuatmu sedih," kata Daaniyaal yang menggenggam tangan Ai dengan erat

"mas.... Ai.... pengen..... Kita pisah aja mas," kata Ai dengan suara pelan tapi masih bisa didengar oleh Daaniyaal

"apa maksudmu, sayang?" Tanya Daaniyaal dengan nada terkejut

"kita pisah aja mas. Ai ikhlas kalo mas mau rujuk dengan mba Elmira," kata Ai dengan menundukkan kepala

"siapa yang mau rujuk? Jangan sembarang kalo berbicara," kata Daaniyaal sambil menahan amarahnya

"bagaimana kamu bisa bilang pisah? Bagaimana bisa kamu bilang, aku rujuk dengan Elmira? Maksudmu apa bicara seperti itu?" lanjut Daaniyaal dengan pertanyaan bertubi - tubi

"aku ingin kita pisah, mas. Untuk kebaikan kita semua," jawab Ai dan Daaniyaal melepas genggamannya dari tangan Ai

"kebaikan apa maksudmu? Memang demi kebaikan siapa?" tanya Daaniyaal tidak habis pikir dengan istrinya itu

"ayo jawab Ai!" perintah Daaniyaal yang sudah berdiri di depan Ai sambil menatapnya tajam

"mas..... Hiks.... Mas tahu sendiri, kalo mama nya mas Daaniyaal tidak menyukai Ai... Hiks...... Hiks.... Jadi istri mas..." jawab Ai sambil menangis

"mas.... Juga...... Hiks..... Hiks..... Tidak mau punya anak dengan Ai...... Hiks...... Hiks...... apalagi mas Daaniyaal masih....... Mencintai mba Elmira... Hiks...." lanjut Ai

Daaniyaal akhirnya tahu mengapa Ai menjadi muram dan meminta pisah. Ternyata Daaniyaal tidak tahu jika selama ini Ai harus menghadapi semuanya sendirian. Padahal jika di depan Daaniyaal, Ai selalu terlihat bahagia menatapnya, selalu tersenyum kepadanya, bahkan selalu sayang kepada anak - anaknya.

"sayang...... Aku minta maaf untuk ucapanku yang tidak menginginkan anak darimu. Tadinya memang aku ingin kamu merawat anak - anakku. Tapi sekarang aku ingin kamu mengandung anakku," kata Daaniyaal yang berlutut di hadapan Ai sambil menggengam tangan Ai

"dulu, awal pernikahan kita, aku masih belum melupakan Elmira," Ai menangis mendengar pengakuan Daaniyaal, "tapi itu dulu, sayang. Sekarang aku mencintaimu. Makannya aku ingin kamu memberiku anak," lanjut Daaniyaal

"untuk sikap mamaku, aku minta maaf. Tidak perlu mendengarkan ucapannya. Yang penting anak - anak nyaman berada di sampingmu. Anak - anak juga sangat menyayangimu," kata Daaniyaal menjelaskan

"sekarang kamu tidur ya! Kamu pasti sangat lelah karena terus menangis. Tidak perlu memikirkan yang lainnya! Kita tidak akan berpidah," kata Daaniyaal mengecup seluruh wajah Ai dengan sayang
"tidur, sayang!" Daaniyaal menuntun Ai untuk berbaring di ranjang, "nanti aku bangunkan untuk shalat Ashar."

Daaniyaal menemani Ai di kamar. Dia juga ikut berbaring di sampingnya. Dai memeluk istrinya yang rapuh itu. Dia membelai tubuh sang istri dengan lembut. Baru beberapa menit Ai sudah tertidur. Mungkin karena habis menangis, jadi Ai cepat tertidur.

Daaniyaal meninggalkan Ai di kamarnya setelah mencium kening sang istri yang tertidur dengan wajah sembabnya. Terlihat seseorang bersembunyi tidak jauh dari kamar Daaniyaal. Orang itu mendengar percakapan Daaniyaal dan Ai. Dia mengepalkan tangannya, tanda bahwa dia sedang menahan amarahnya. Orang itu mengikuti Daaniyaal yang memasuki ruang yang dipenuhi oleh sketsa bangunan.

"ada apa?" tanya Daaniyaal saat tahu ada yang masuk di ruang kerjanya

"apa kalian akan berpisah?" tanya orang itu to the point

"apa maksudmu?" tanya Daaniyaal sambil menatap orang di depannya dengan bingung

"apa kalian akan berpisah dan kembali dengan wanita itu?" orang itu mengulangi pertanyaannya lebih jelas lagi

Daaniyaal diam untuk mencerna pertanyaan itu. Beberapa detik kemudian, dia tahu maksud orang tersebut. Daaniyaal ingin menjawab, tetapi sudah terpotong oleh ucapan orang itu.

"jika kalian berpisah dan kembali dengan wanita itu. Aku akan memilih ikut dengan bunda. Aku tidak mau tinggal disini bersama papa dan mama Elmira," kata orang itu dengan tegas

To be continued....










🌹🌹🌹🌹🌹













Enough for today

Tunggu lanjutannya di sabtu depan ya 😊😊😊

Don't forget vote and comment

Follow this account fanyawomenly

Thank you have waited this story

Thank you have read this story

Thank you have voted and commented

Have a nice day

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top