J-15; Momen

"Bangun, sayang."

"Hmmmh."

"Hei, bangun."

Terpaksa aku harus membuka mata ketika tangan dingin itu menyentuh pipiku. Mataku mengerjap beberapa kali hingga akhirnya bisa melihat dengan jelas senyuman Jack yang sangat manis.

"Jam berapa ini?"

"Jam 4 pagi. Ayo bangun."

Aku hanya mengerang mendengar jawaban Jack. Kenapa dia harus membangunkan aku pagi-pagi begini? Bukankah ini hari libur untukku?

"Heh, jangan tidur lagi. Ayo bangun, aku mau ngajak kamu lihat sunrise."

"Hush sana ah, aku mau tidur lagi. Lihat sendiri aja sana."

Aku membalikkan badan, menarik selimut sampai menutupi seluruh kepalaku, mulai mencoba untuk tidur kembali.

≠≠≠≠

Kalau kemarin melihat tenggelamnya sang surya ke dalam persembunyiannya. Sekarang pemandangan yang tersaji adalah munculnya sang surya dari kediamannya. Hamparan air yang begitu luas menjadi kanvas alami yang digores refleksi cahaya sang mentari.

Indah, menakjubkan.

Hanya dua kata itu yang menggambarkan suasana pagi ini. Ternyata tidak ada ruginya juga aku mengikuti kemauan Jack. Nyatanya aku mendapatkan pemandangan yang sangat langka. Mana bisa aku mendapatkan pemandangan seperti ini di Jakarta?

"Kalau kamu sudah di Jakarta pasti kamu akan jarang mendapati pemandangan seperti ini. Jadi aku sengaja ngajak kamu ke top deck biar kamu itu punya keinginan untuk kembali berlayar bersama aku."

Mendengar penjelasan Jack, aku hanya menoleh menatap heran. Jadi, intinya Jack ingin aku kembali ke Sumatera bersama dengannya lagi? Naik kapal laut? Begitu?

"Jangan terlalu dipikirkan. Dahi kamu kalau berkerut seperti itu bikin kelihatan galak."

Hampir saja aku memukul lengan Jack kalau saja dia tidak menghindar. Jack masih terkekeh, aku kembali memandangi view laut yang terlihat tenang. Karena ini masih terlalu pagi, jadi tidak ada orang yang naik ke deck paling atas. Mungkin karena tidak berani atau memang dilarang, aku tidak tahu.

Setelah puas memperhatikan hamparan air laut, aku menoleh menatap perempuan disampingku yang juga sedang mengamati lautan. Jika dilihat dari samping, hidung Jack agak lebih maju daripada hidungku.

"Terimakasih, Jackie."

Mendengar suaraku, Jack menoleh, mata kami bertemu.

"Untuk?"

"Untuk semuanya."

Jack tersenyum, kemudian kedua tangannya terentang, mengisyaratkan agar aku mendekapannya. Tanpa mau banyak berpikir, aku mendekati Jack dan memeluk tubuhnya dengan erat.

"Kamu kayak anak kecil tahu nggak."

Aku merenggangkan pelukkanku, kedua tanganku masih melingkar dengan nyaman di pinggang Jack. Sedangkan kedua tangan Jack melingkari perutku.

"Tapi kamu suka kan?"

Jack tersenyum, lalu dia mendekatkan wajahnya dan mulai menyatukan bibirnya dengan bibirku. Karena tidak ada orang di atas geladak ini, jadi aku tidak mempermasalahkan aktifitas Jack yang sedang melumat bibirku saat ini.

Malahan, aku menarik tubuh Jack agar dekapan ini lebih erat dan intens. Aku menikmati setiap lumatan lembut yang Jack lakukan. Perempuan yang satu ini memang seorang good kisser. Aku selalu menyukai setiap perlakuan lembutnya. Beruntungnya aku bisa mendapatkan Jacqueline.

≠≠≠≠

Kira-kira pukul 10 pagi, kapal mulai merapat ke Tanjung Balai Karimun. Sayangnya, kapal ini tidak bisa bersandar, aku tidak tahu kenapa kapal ini tidak bisa sandar. Beberapa waktu sebelum merapat, kapal KM Kelud melintasi area yang sangat dekat dengan Singapura. Bangunan yang berada di Singapura sangat jelas terlihat, mungkin kalau malam pemandangan ini akan lebih menakjubkan lagi.

Di Tanjung Balai Karimun akan ada penumpang yang naik sekaligus ada beberapa penumpang yang turun. Tepat pukul 12 siang, kapal ini merapat di Dermaga Batam. Di Batam, kapal ini bersandar cukup lama, kira-kira 4 jam kalau tidak salah. Berbarengan dengan Inang-Inang yang turun, kami juga ikut turun. Katanya tadi Jack ingin mengajak aku jalan-jalan ke Nagoya dan kalau sempat ke Jodoh.

Karena kapal yang bersandar cukup lama di dermaga, jadi para penumpang diperbolehkan untuk jalan-jalan sekedar membeli oleh-oleh atau hanya ingin melihat-lihat keadaan yang disuguhkan oleh Dermaga Batam. Yang terpenting bisa bertanggung jawab dengan dirinya masing-masing dan juga bisa kembali ke kapal tanpa terlambat.

"Asiknya kalau naik kapal tuh gini. Penumpang bisa mendapatkan free trip. Coba kalau naik pesawat, sekali terbang langsung sampai tidak bisa mampir ke sana kemari."

Sambil berjalan melewati pasar dadakan yang terjadi di dermaga, aku menoleh menatap Jack. Jack ikut menoleh sejenak lalu kembali memperhatikan ke jalanan.

"Ya nggak mungkinlah kalau pesawat mampir. Menakutkan."

Jack terkekeh, tangan kirinya yang tadi menggandeng tanganku kini berpindah tempat keatas pundakku.

"Nah makanya itu, naik kapal lebih seru."

Aku hanya mengangguk, menyetujui perkataan Jack, Karena apa yang diomongkan Jack itu ada benarnya, aku bisa mendapatkan free trip, bisa dapat akses melihat sunset dan sunrise tanpa terhalang bangunan, pepohonan bahkan pegunungan sekalipun. Semua aku dapatkan gratis! Waow!

≠≠≠≠

Setelah lelah berjalan-jalan sambil menikmati setiap makanan yang di jual di Nagoya, aku mengajak Jack kembali ke kapal. Aku butuh untuk meluruskan kakiku, berjalan mengelilingi kota orang sambil menikmati pemandangan dan makanan khas yang ada di kedua kota yang kami kunjungi memang cukup melelahkan.

Sekitar pukul 4 sore, kapal kembali melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Periok. Kali ini sudah tidak ada lagi dermaga yang akan disinggahi, karena Tanjung Periok menjadi tujuan terakhir.

Ketika aku selesai mandi, Jack masih terlelap, mungkin dia masih merasa lelah. Aku yang melihatnya tertidur dengan mulut menganga hanya bisa menahan tawa. Cantik sih boleh, tapi tidak untuk gaya tidurnya.

Rasanya ingin sekali aku menggangu tidurnya, aku ingin mengerjai perempuan itu. Tetapi ketika mengingat aku sedang tidak berpakaian dan tubuhku yang masih basah karena habis mandi, jadi aku lebih memilih untuk mengabaikan Jack.

Aku duduk di ranjang sebelah ranjang Jack, posisiku membelakangi Jack. Mencoba mencari celana dalam di dalam koper yang seingatku masih ada 2 yang bersih. Aku menghela nafas kesal karena celana dalam yang aku cari tidak ada. Mungkinkah itu tertinggal di kamar Jack?

Aku memejamkan mata mencoba mengingat-ingat kembali dimana aku menaruh celana dalam itu. Bisa celaka kalau tidak ketemu. Masa iya aku tidak pakai celana dalam? Jangan bercanda! Masa iya aku memakai celana dalam yang sudah kotor? Ewh! Big no!

Tidak lama, aku membuka mataku dan menoleh ke belakang ketika merasakan ada tangan hangat yang menyentuh lenganku, dan bibir kenyal yang mengecup bahuku.

"Seksi banget sih calon istri aku."

"Apaan deh kamu bangun bangun ngegombal."

Aku kembali mengubek-ubek isi koperku dan mengabaikan Jack yang kepalanya bersandar di bahuku.

"Kamu nyari apa? Daritadi aku ngelihatin kamu ngubek-ubek koper, terus nutup mata. Cari apa?"

Aku menghela nafas, "Aku nyari celana dalam. Kemarin seinget aku masih ada 2 biji yang bersih, tapi kok ini aku cari nggak ada. Gimana nih? Masa aku nggak pakai celana dalam?"

Bukannya memberikan solusi, Jack malah tertawa. Karena kesal mendengar gelak tawanya, aku mendorong kepala Jack agar tidak bersandar lagi di bahuku.

"Yaudah nggak usah pakai."

Aku mendengus, "Jangan bercanda toh! Masa iya aku nggak pakai? Nyenengin kamu itu namanya!"

Jack kembali tertawa, malahan tawanya kian meledak. Menyebalkan sekali perempuan yang satu ini. Di saat genting seperiti ini, dia malah mengejekku dengan gelak tawanya! Sial!

"Tahu aja kamu. Yaudah kamu pakai punya aku aja kalau gitu."

Dahiku bertaut mendengar solusi dari Jack, "Masa aku pakai punya kamu sih? Beda ukuran, bekas kamu. Nggak mau!"

Jack beranjak dari duduknya, dia berdiri di depanku.

"Daripada nggak pakai, pilih mana hayo? Kalau aku sih mending nggak usah pakai."

"Jacqueline!"

Jack kembali terkekeh, lalu dia berjalan mendekati kopernya. Setelah itu dia kembali ke hadapanku, menyerahkan celana dalam berwarna krem tanpa motif.

"Ini, pakai aja. Aku masih ada 1."

Aku hanya bisa menghela nafas, dengan terpaksa aku harus menerima celana dalam milik Jack.

Ketika tanganku terulur untuk meraih celana dalam itu, respon yang aku terima adalah Jack menarik tanganku hingga aku berdiri tepat di hadapannya. Jack tersenyum, aku mendengus.

"Jackie, jangan bercanda. Aku sudah kedinginan ini."

Jack tersenyum penuh arti, "Tidak semudah itu, Esmeralda."

Aku kembali mendengus, "Jackie, aku--emph."

Tidak kusangka, Jack malah mendekati wajahku dan mengecup bibirku. Aku hanya bisa menghela nafas, dan pasrah.

"Dinner dulu baru nanti pakai celana dalam aku."

Setelah mengatakan hal itu, Jack kembali menerkam bibirku dengan lembut. Dia seperti tidak memberikan aku cela untuk membalas perkataannya. Sial!

≠≠≠≠

"Kamu kenapa cantik banget sih?"

"Gombal!"

Jack hanya tersenyum ketika aku memukul bahunya pelan. Saat ini, Jack berbaring disampingku dengan satu tangan yang menopang kepalanya. Keheningan tiba-tiba menyerang kami. Aku maupun Jack sama-sama tidak mau memalingkan pandangan. Mata kami beradu.

Tidak lama, hanya selang beberapa menit dari keheningan, Jack kembali mendekati wajahku, dan mengecup keningku. Aku memejamkan mata merasakan kasih sayang yang sedang diberikan oleh Jack. Lalu aku merasakan bibir itu berpindah untuk mengecup kedua kelopak mataku, lalu berpindah ke hidungku.

Setelah itu, aku membuka mataku. Jack agak sedikit menaikkan wajahnya, memberikan jarak diantara wajahku dengan wajahnya, namun tidak terlalu berjarak.

"I love you, Ika."

"I love you too."

Aku tersenyum ketika melihat Jack tersenyum. Secara perlahan namun pasti, kembali wajah Jack mendekati wajahku, mengikis jarak diantara kami. Kemudian bibir kenyal itu kembali menyapa bibirku. Aku memejamkan mataku dan menikmati kecupannya.

Ku rasa ini adalah ronde ke-2. Tubuhku yang masih naked kembali merasakan kehangatan yang diberikan oleh Jack. Tidak lama, aku merasakan bibir itu meninggalkan bibirku. Aku membuka mata, dan mendapati Jack yang merubah posisinya.

Kini perempuan itu telah berada di atasku, kedua tangannya berada di antara kepalaku.

"Siap untuk 'putaran' ke-2?"

Aku memukul bahunya dengan pelan, "Dasar mesum!"

Jack tersenyum, lalu tanpa menunggu lebih lama lagi dia mulai beraksi dengan bibirnya. Bibir itu melumat lembut bibirku, lalu turun ke daguku, dan bermain-main sebentar di leherku.

Ketika Jack ingin memberikan 'tanda' pada leherku, aku menariknya menjauh.

"Don't."

Jack yang mengerti aku tidak pernah mau diberi 'tanda' akhirnya mengangguk dan kembali mengecup lembut bibirku. Dari dulu aku memang tidak pernah suka diberi 'tanda merah'. Karena menurut penelitian, memberikan 'tanda merah' di leher itu dapat menyebabkan stroke bahkan kematian.

-0000-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top