J-10; Danau Toba Na Uli

Pagi itu udara dingin menusuk-nusuk tulangku. Membuatku tidak ingin beranjak dari kasur yang begitu hangat dan nyaman ini, apalagi ditambah hangatnya tubuh seorang yang aku sayangi. Makin tidak ingin beranjaklah aku.

Kemarin setelah sesi menangis, Jack dan aku pergi tidur. Namun seingatku, kepalaku bersandar di atas dada Jack, dan Jack yang memelukku. Tetapi pagi ini, posisi kami telah berubah. Kini aku yang memeluk Jack, dan kepala Jack yang bersandar di atas dadaku.

Yang pasti saat ini, aku tidak ingin Jack mendengarkan degup jantungku, namun aku juga tidak mau membangunkan Jack. Tapi kalau aku tidak bangun, Jack bisa mendengar degup jantungku yang terus berpacu.

"Ini lho yang paling aku rindukan ketika tidak bersamamu. Yaitu; degup jantungmu yang selalu tidak berirama ketika aku di dekatmu."

Aku terkejut ketika tiba-tiba Jack mencium dadaku dan berkata seperti itu. Aku menghela nafas karena tidak bisa menahan suara degup jantungku sendiri.

"Bangun."

Aku mengusap-usap kepala Jack dengan lembut, Jack mengerang. Lalu dia mendongak menatapku.

"Kamu yang selalu cantik, dan menarik. Aku sayang banget sama kamu, Nikmat!"

Karena mendengar nama depanku yang dipanggil tidak lengkap, reflek aku menjambak rambut Jack dan menyingkirkan kepalanya dari dadaku. Jack mengaduh dan mengusap-ucap kepalanya ketika dia sudah duduk bersila di atas ranjang.

"Kok dijambak, sih?!"

Mataku melotot menatap Jack. Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu!

"Nikmatus! Jangan cuma Nikmat! Nanti jadi beda maknanya!"

"Emang apa maknanya?"

"Engg--"

Aku berpikir sejenak mengingat-ingat apa makna dari nama Nikmatus. Ayah dan Bunda tidak pernah memberitahuku apa makna dari nama itu. Jadi, aku harus jawab apa nih?!

Jack tersenyum miring, menatap kearahku.

"Kan, kamu nggak tahu artinya! Duduklah, aku kasih tahu arti dari Nikmatus."

Aku mengerutkan dahi. Aku yang punya nama saja tidak tahu artinya, masa Jack tahu sih? Tetapi berangkat dari penasaran akan arti namaku sendiri, jadi aku pun memilih untuk menuruti perkataan Jack.

Aku duduk bersandar pada kepala ranjang. Jack pun ikut duduk di sampingku. Dia menatapku dengan serius.

"Jadi arti dari nama Nikmatus itu adalah ... Jeng, jeng, jeng!"

Aku memukul lengan Jack karena kesal, "Kelamaan deh!"

Jack terkekeh, "Hehe. Nikmatus itu singkatan dari Nikmat terussss! Karena waktu Ayah dan Bundamu lagi bikin kamu, Ayahmu bilang 'nikmat', lalu Bundamu menjawab 'terus'. Nah, jadilah Nikmatus! Hahaha."

Kali ini, kepalaku benar-benar mendidih mendengar penjelasan yang tidak masuk akal dari Jack. Kenapa aku harus percaya dengan ucapan Jack, sih?!!!

"HIIIIH NYEBELIN!!! I HATE YOU, JACKIE!!!"

Dengan tanpa ampun aku memukul tubuh Jack dan mencubitnya berkali-kali. Bukannya kesakitan, Jack malah tertawa ketika aku melakukan hal itu.

"Iya, ampun, ampun! Hahaha."

Tidak ada ampun untukmu, Jackie!!!

≠≠≠≠

Teriknya matahari siang itu tidak sampai menyengat tubuhku, karena tertolong sejuknya udara di desa ini. Siang ini, Jack mengajak aku ke makan tempat Ayahnya di semayamkan.

Setelah sampai di pemakaman, sambil membawa bunga tabur, kami berjalan melewati beberapa nisan untuk bisa mencapai nisan Ayah Jack.

Sesampainya pada nisan berwarna merah bertuliskan; 'Rest In Peace, Saul Simamora.' Jack berlutut dan mulai membersihkan makam Ayahnya dari rerumputan liar. Tidak ingin diam saja, aku ikut berlutut dan membersihkan nisan Om Saul.

Setelah makam itu terlihat bersih kembali, Jack menuangkan air dan menaburkan bunga yang kami beli tadi di jalan.

"Hai, Damang. Ini aku, Jackie Chan-mu. Sesuai janjiku, aku datang bersama dengan calon menantumu. Sayangnya, Damang tidak bisa melihat betapa cantiknya calon menantumu ini. Kalau Damang bisa lihat, pasti Damang bakal jatuh cinta."

Mendengar curahan hati Jack pada nisan Om Saul, aku hanya bisa tersenyum. Di dalam hati, aku juga ikut menyapa Om Saul.

Hai, Om Saul. Ini aku, Erika, calon istri Jacqueline. Salam kenal.

"Damang, aku merindukanmu. Sampaikan salamku untuk malaikat-malaikat di atas sana. Katakan pada mereka kalau aku sangat menyayangimu."

Hampir saja buliran air mata ini turun dengan sendirinya. Melihat Jack mengajak bicara nisan Ayahnya membuat hatiku tersentuh. Aku kembali merasakan kerapuhan seorang Jacqueline. Tanpa disuruh, dengan sendirinya, aku merangkul Jack agar dia tidak merasa sendirian.

Jack menatap kearahku dan tersenyum, lalu dia mencium tangan kananku yang merangkuli bahunya. Kemudian, tangan Jack mengusap tanda salib berukiran nama Om Saul itu.

"Aku pergi dulu ya, Damang. Kapan-kapan aku akan menjengukmu lagi. Hari ini aku harus mengantarkan calon menantumu jalan-jalan keliling Sumatera Utara."

Sekali lagi, dalam hati, aku berjanji pada Om Saul untuk terus menjaga anak perempuannya, dan mencintainya hingga maut memisahkan. Semoga Ayah Jack memberikan restunya pada hubungan kami ini.

Setelah mencium puncak nisan Om Saul, Jack berdiri, menatap makam Ayahnya untuk sejenak. Lalu Jack tersenyum menatapku, dia mendekatiku dan mencium keningku. Kemudian perempuan itu menautkan jari-jemarinya pada jari-jemariku.

Jack menggandeng tanganku meninggalkan nisan merah yang sudah bersih dan terlihat cantik karena bunga segar yang bertabur di atasnya.

≠≠≠≠

Setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami sampai juga di Danau Toba. Salah satu destinasi yang harus banget di kunjungi ketika berada di Sumatera Utara.

Secara kasat mata, karena begitu luas, Danau Toba ini lebih mirip lautan dibandingkan danau. Aku yakin, siapapun yang datang ke sini pastilah akan berdecak kagum melihat betapa mempesonanya Danau Toba.

"Danau Toba na uli."

Aku menoleh menatap Jack yang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tidak aku mengerti. Saat ini kami sedang duduk di bangku paling belakang kapal pariwisata yang akan membawa kami ke Pulau Samosir. Selain itu, ini adalah cara lain untuk menikmati indahnya Danau Toba.

"Artinya; Danau Toba nan penuh pesona. Dulu Damang selalu suka mengajakku kemari ketika masih kecil."

Jack menatapku sejenak lalu kembali memalingkan pandangannya ke hamparan air danau yang tenang. Aku menghela nafas, dan merapatkan diri ke tubuh Jack. Dinginnya angin yang berhembus di udara membuatku menginginkan kehangatan tubuh Jack.

"Aku pengen nikah di sini, tapi itu tidak mungkin terjadi ya? Negara kita 'kan tidak mendukung kisah cinta seperti kisah cinta kita."

Terdengar Jack menghela nafas. Aku menyandarkan kepalaku pada bahunya, Jack mengusap-usap lenganku dengan lembut.

"Jangan membicarakan hal menyakitkan di tempat yang sangat indah, Jackie. Kamu seperti tidak bisa bersyukur."

Jack terkekeh mendengar jawabanku.

"Kamu benar, Erika. Daripada aku membicarakan hal yang menyakitkan, mending aku melakukan hal yang menyenangkan. Iya, kan?"

Aku mengangkat kepalaku menjauhi bahunya. Menatap Jack dengan bingung.

"Kamu mau melakukan apa?"

Jack tersenyum, lalu secara perlahan tapi pasti, Jack mendekati wajahku. Karena mungkin yang sangat waras di sini hanyalah aku, jadi aku menjauhkan kepala Jack agar tidak semakin mendekatiku.

"Kamu jangan gila deh, ini lagi di kapal yang isinya bukan hanya kita berdua! Nanti kalau ada yang lihat gimana?"

Jack terkekeh, dia kembali menatap kearah danau. Dia menarik kepalaku agar kembali bersandar pada bahunya.

"Siapa yang gila? Emang kamu pikir aku mau menciummu begitu? Jangan terlalu percaya diri, tadinya aku hanya ingin menatap matamu dari jarak dekat."

Aku mendengus, "Macam aku nggak kenal kau saja!"

Jack tekekeh dan mengusap-usap kepalaku. Lalu kami kembali menikmati keindahan yang sedang di suguhkan oleh alam semesta. Pelannya laju kapal membuatku makin menikmati suasana tenang dan menenangkan ini.

"Kamu tahu nggak asal mula Danau Toba kenapa bisa terbentuk?"

Aku mendongak menatap Jack yang tiba-tiba memecah keheningan di antara kami.

"Enggak. Emang gimana?"

"Jadi dulu di sini itu ada gunung, namanya Gunung Toba. Terus gunung supervolcano itu meletus, dan terjadilah Danau Toba dan Pulau Samosir. Makanya Danau Toba menjadi danau terdalam dan terbesar yang ada di Asia Tenggara. Bangga nggak kamu jadi warga negara Indonesia?"

Aku mengangguk-anggukan kepala dengan mantab. Jelas aku bangga menjadi bagian dari Indonesia. Karena Bangsa ini adalah bangsa yang besar yang memiliki banyak sekali destinasi wisata indah yang tidak boleh dilewatkan.

"Danau Toba merupakan salah satu destinasi yang ada di-bucket list mu kan?"

Aku kembali mengangguk. Aku tidak terkejut lagi kalau Jack mengetahui catatan destinasi mana saja yang ingin aku kunjungi, karena dulu secara tidak sengaja Jack membaca bucket list yang aku buat.

"Kamu boleh coret Danau Toba dari list-mu, karena sudah terwujud."

Aku hanya bisa tersenyum. Karena Jack, aku jadi bisa mencoret bucket list-ku yang saat ini belum pernah aku realisasikan karena sibuk menabung.

"Terimakasih, Jackie. Lain kali ajak aku ke tempat yang lainnya lagi, oke?"

Jack tertawa sambil mengacak-acak poniku.

"Nagih nih?"

Aku hanya terkekeh, dan mengecup tangan Jack sebagai tanda terima kasih. Jack tersenyum lalu menarik diriku ke dalam dekapannya.

"I love you, Erika."

Tanganku bergerak untuk mengusap punggung Jack, dan semakin mengeratkan dekapan ini. Jack menghujani puncak kepalaku dengan kecupan-kecupan singkatnya.

Aku kembali merasakan kasmaran untuk kedua kalinya dengan orang yang sama, aku merasa kapal ini menjadi milik kami berdua. Sepuluh orang yang ada di kapal ini hanyalah figuran yang tak kasat mata.

Setelah di rasa cukup, aku menarik diri dari dekapan Jack, namun tanganku masih melingkari pinggangnya, begitu juga dengan Jack. Mata kami saling menatap, bibir kami melengkung ke atas.

"Bahagia bersamaku, huh?"

Melihat alisnya yang naik turun membuatku ingin mencubit pinggang Jack. Perempuan itu bergeser sedikit ke kanan karena reflek dari pinggangnya yang aku cubit.

"Aku bahagia karena suasana nyaman dan tenang yang di suguhkan oleh alam semesta. Bukan bahagia karena kamu."

Jack terkekeh, lalu mencolek daguku, "Masa?"

Aku tersenyum menggodanya, "Iya!"

Lalu Jack menarik pucuk hidungku dengan tangan kirinya, "Gemesin banget sih calon istri aku!"

"Apaan sih! Jijik aku sama kamu!"

Jack terkekeh, lalu detik berikutnya kedua tangan Jack menangkup pipiku. Dia tersenyum lalu mendekati wajahku dan mencium keningku agak lama.

"Aku tahu dibalik kata 'jijik' itu ada makna; aku sayang sama kamu. Iya, 'kan?"

Aku hanya terkekeh, lalu dengan berani setelah Jack selesai dengan kecupan di keningku, aku mendekatinya dan mencium bibirnya agak lama. Aku hanya tidak bisa menahan untuk segera mengecup bibir itu karena saking gemasnya.

Lupakan sejenak tentang berada di atas kapal pariwisata yang berisikan sepuluh orang termasuk dengan nahkodanya.

Orang lagi kasmaran mah bebas! Whehe.

-0000-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top