BAB 9
Hari ini merupakan hari ketiga Ganesa berada di Bali, yang berarti hari terakhir ia dan rekan-rekannya serta Feby berada di pulau Dewata. Tak heran jika sejak kemarin di kepala Ganesa sudah tersusun rapi rencana-rencana yang akan ia lakukan hingga hari terakhir. Tapi, sejak pertemuannya dengan keluarga Jean kemarin sukses membuat rencananya seketika menjadi buyar. Bukan karena ia tak senang. Hanya saja, ia begitu terkejut dengan keberadaan mereka di Bali. Dan yang lebih buruknya lagi, ia dengan bodohnya ketahuan tengah berpegangan tangan dengan Feby. Mungkin ibu dan ayah serta kakak laki-laki Jean tidak begitu peduli, karena setelahnya mereka justru mengajak ia dan Feby untuk ikut bergabung bersama mereka. Tapi tidak dengan adik perempuan Jean, Gea. Tatapan mengintimidasi darinya sukses membuat Ganesa seperti ingin dikuliti saat itu juga. Ganesa bahkan mati-matian berusaha agar ia tetap terlihat santai, meski cukup sulit, karena pada kenyataan dia bukanlah aktor dengan acting yang bagus.
Ganesa menghela napas pelan dan kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas nakas. Ia kemudian mengaktifkan benda pipih itu, namun ia baru sadar saat ponselnya itu benar-benar sudah kehabisan daya. Ganesa kemudian memutuskan untuk men-charger ponselnya terlebih dahulu. Namun, saat ia ingin beranjak, Ganesa melihat salah satu pesan yang masuk. Dari Jean. Ganesa berdecak pelan saat ia disadarkan bahwa sejak kemarin ia tak pernah menghubungi istrinya itu.
Apa karena gue keasyikan jalan bareng Feby?. Pikirnya.
Ganesa menutup kedua matanya. Ia memutuskan akan menghubungi Jean setelah ia mandi nanti.
***
Jean tersenyum sumringah saat melihat mami dan ipar-ipar serta anak-anaknya sudah datang dari berlibur. Suasana rumah jadi seramai dulu. Raka sampai keluar dari kamarnya karena mendengar kebisingan dari keponakan-keponakannya.
"Ooom keceeee!" teriak Selin dan Yerin bersamaan. Mereka berdua berlari menuju Raka, diikuti keponakan-keponakannya yang lain. Raka sampai harus mengambil ancang-ancang karena sadar sebentar lagi ia akan diserbu tujuh kurcaci.
"Om keceee, main kuda-kudaan, yuk!"
"Om kece, Kafka kemarin mandi bola loooh."
"Om kece, aku dibeliin permen yang gedeee sama oma."
"Eh, Om kece, kemarin Safa sama Zio dibeliin boneka loooh."
"Aku mau main lagi, Om kece."
"Iyaaaa... ayooook. Om kece."
Raka menggaruk pelan kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal. Hancur sudah acara tidurnya hari ini. Raka bahkan memohon pertolongan pada Jean yang kebetulan lewat di depan kamarnya.
Jean tersenyum tipis dan berjalan mendekat ke arah Raka serta keponakan-keponakannya. "Halo princess-princess cantik dan prince-prince ganteng. Mainnya nanti ya. Ayo kita makan dulu. Aunty sudah bikin puding rasa cokelat untuk kalian."
Ketujuh kurcaci itu pun segera mendongak dan mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Jean. Kedua mata mereka berbinar mendengar ucapan Jean. Puding cokelat kesukaan mereka.
"Aku mau Aunty."
"Aku jugaaa."
"Aku jugaaa."
"Yerin juga mauuu."
Senyum Jean mengembang dan mengajak ketujuh anak-anak itu menuju dapur. Namun sebelum ia berlalu, ia melirik Raka yang tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Jean mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
"Time to sleep... again." gumam Raka seraya kembali menutup pintu kamarnya.
***
Jean tersenyum senang sambil memperhatikan keponakan-keponakan suaminya itu tengah melahap puding cokelat buatannya. Ia bahkan dengan berani membayangkan, jika suatu hari nanti ia juga telah dikaruniai anak-anak yang lucu seperti mereka, ia akan dengan senang hati membuatkan puding cokelat juga. Atau kalau perlu, dengan rasa lain seperti stoberi, anggur atau jeruk. Ah, membayangkannya saja sudah membuat Jean dilingkupi rasa senang. Apalagi kalau jadi kenyataan.
"Pudingnya enak, Aunty. Ragil suka."
"Iya. Selin juga suka."
"Zio juga."
"Yerin suka suka sukaaa." ujar Yerin sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Sementara Nata, Kafka, dan Safa mengangguk setuju. Saking senangnya, mereka memakan puding itu sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya. Jean benar-benar gemas. Belum puas ia menatap ketujuh bocah itu, tiba-tiba ponsel yang sengaja diletakkan sedikit jauh itu pun berbunyi. Jean pun segera mengambilnya dan tersenyum sumringah saat melihat nama Ganesa tertera pada layarnya. Tidak perlu menunggu lama, Jean langsung men-dial panggilan itu.
"Assalamualaikum, halo, Mas."
"Waalaikkumsalam, Je. Sedang apa?"
"Lagi temenin tujuh ponakan kamu nih."
"Temenin kemana?"
"Nggak kemana-mana kok, Mas. Lagi di dapur aja ini. Aku tadi abis bikin puding cokelat, dan ngasi ke mereka. Eh, tau-taunya mereka pada suka. Hehehe..."
"Aunty, lagi dooong. Nata masih mauuu..." ujar Nata sambil mengangkat piring plastiknya di hadapan Jean.
Jean tersenyum singkat lalu mengambil piring kecil Nata. "Bentar ya, Mas. Nata minta nambah ini."
"Hmmm, ya udah. ambilin aja dulu."
Jean menaruh ponselnya lalu mengambil beberapa puding untuk Nata. Dengan mata berbinar, Nata segera mengambil piring itu sesaat setelah disodorkan oleh Jean dan kembali melahapnya dengan antusias.
"Halo, Mas?" panggil Jean.
"Udah? Kayaknya aku harus coba puding buatan kamu deh, Je. Soalnya tujuh kurcaci itu pada suka. Aku jadi penasaran."
"Hemm, malam ini Mas pulang, kan? Bentar aku buatin deh."
"Iya, Je."
Tiba-tiba Jean terpikir ucapan Gea kemarin. Perihal pertemuan Gea dengan Ganesa bersama seorang perempuan. Jean pun sebenarnya berniat untuk menanyakan hal itu, tapi entah mengapa lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Ia bingung sendiri mau memulai dari mana.
"Mas..."
"Hem?"
"Kemarin Gea bilang dia..."
"Ah, Je. Maaf ya, ini ada panggilan dari temen kantor. Aku tutup telponnya dulu ya. Ngomongnya nanti aja. Oke?"
"Oh, iya, Mas."
"Oke. Bye."
Sambungan terputus. Jean menghela napas pelan sambil menetralkan debaran jantungnya yang entah sejak kapan bekerja secara tidak normal. Bayangan suaminya itu sedang menggenggam tangan perempuan lain membuat hatinya terasa seperti diremas.
Nanti sajalah aku tanyain. Pikir Jean.
***
Baru saja Jean habis mencuci piring-piring bekas makanan ketujuh bocah itu. Dan saat ia akan berbalik untuk istirahat, tiba-tiba Vino datang dan meminta untuk dibuatkan kopi.
"Je, tolong dong. Buatin Mas kopi. Jangan terlalu manis ya."
"Oh? Baik, Mas. Mas Bagas sama Mas Radit juga?"
"Nggak katanya, Je. Sori ya, Je. Jadi ngerepotin, soalnya Yana, Hana sama Nina udah tepar karena kecapekan abis perjalanan jauh. Hehehe..."
Jean tersenyum tipis, memaklumi. "Nggak papa kok, Mas. Aku panasin air dulu ya."
Vino mengangguk pelan. "Beruntung banget deh si Gaga dapetin kamu. Kok kamu mau maunya sih sama dia? Dia nggak maksa kan?"
Jean mengernyitkan keningnya sambil menyendokkan kopi ke dalam gelas. "Nggak kok, Mas. Dia baik." ujar Jean singkat. Tiba-tiba Jean terpikir soal nama yang pernah Vino ucapkan sewaktu ia baru saja menginjakkan kaki di rumah ini. Ia pun berniat untuk menanyakannya, mumpung ia sedang berdua dengan Vino sekarang. Karena kalau sedang ramai-ramainya, ia yakin, ia akan merasa canggung alias tidak berani menanyakan hal penting itu.
"Mas, Jean boleh nanya nggak?"
Vino mengangkat kedua alisnya. "Boleh. Mau nanya apa?"
Perlahan, Jean menelan salivanya. Berusaha menegarkan hatinya, apapun yang akan diucapkan Vino nanti. "Aku mau nanya soal... Feby, Mas."
Jean menyadari, raut wajah Vino sedikit berubah setelah mendengar nama itu keluar dari bibirnya. Namun itu tak menyulut keinginan Jean mendengar apa saja tentang orang yang bernama Feby itu. Cukup lama Vino terdiam, membuat Jean sedikit meragu.
Apa mas Vino nggak niat cerita ya?. Pikir Jean.
"Dia itu..."
"Mas, nggak istirahat?"
Baik Jean mau pun Vino sama-sama berbalik dan menemukan Nina berdiri tak jauh dari keduanya. Vino pun berdehem pelan. Sedangkan Nina berjalan mendekat ke arah Jean dan menepuk bahunya.
"Kamu istirahat aja, Je. Biar aku yang buatin kopinya." ujar Nina dengan lembut. "Mas Vino ini kebiasaan nyuruh-nyuruh orang ya. Kenapa nggak nyuruh aku aja sih, Mas?" tanya Nina dengan nada kesal.
"Tadi kamu ketiduran, aku nggak tega bangunin."
Jean meringis pelan melihat perdebatan keduanya, namun akhirnya ia pun memilih untuk pergi. Soal ucapan mas Vino yang menggantung, bisa ia tanyakan lain kali.
***
TBC
Kerjaannya Raka di dalam kamar. Tepar cuyyy...
xoxo,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top