BAB 15
"Assalamualaikum, halo?"
"Waalaikumsalam, benar dengan Ibu Jean?"
"Ya, benar. Siapa ini?"
"Kami dari kepolisian ingin memberitahu pada Ibu, bahwa Bapak Ganesa sedang mengalami kecelakaan dan sekarang tengah di rawat di rumah sakit Islami."
"APA?" Jean menutup mulutnya menggunakan tangannya yang bebas, sementara kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Ba-baik, Pak. Terima kasih sudah memberitahu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Jean mematikan panggilan itu. Mami yang tadinya masih setia berdiri menatap gelagat aneh dari menantunya itu pun mulai mendekat. Mami mengelus pelan bahu Jean yang bergetar.
"Ada apa, Nak? Siapa yang nelpon?" tanya mami penasaran.
Jean menatap kedua mata mami yang memancarkan keingintahuan. Segera Jean menghambur ke pelukan sang mami, mami yang belum mengerti pun terkejut dan kembali mengelus pelan bahu Jean.
"Mi..."
"Hmm? Kamu kenapa, Nak? Kok tiba-tiba nangis?"
Jean terisak. Ia mengeratkan pelukannya pada mami. "Mi, Mas Gaga..."
"Iya, Mas Gaga kenapa?"
"Mi, Mas Gaga kecelakaan." Ujar Jean dengan suara gamang.
Mami melepaskan pelukannya kemudian beralih menatap Jean dengan tatapan tak percaya. "Jangan bercanda, Nak. Itu sama sekali tidak lucu."
Jean menggeleng, masih sambil terisak. "Mi, ayo kita ke rumah sakit." Rengek Jean.
Mami segera masuk diikuti Jean di belakangnya. Bagas, Radit dan Vino yang kebetulan tengah berkumpul di ruang keluarga pun menatap kedua perempuan itu dengan kening berkerut. Pasalnya, mami dan Jean datang dengan terburu-buru. Belum lagi, ekspresi yang tak terbaca yang mereka tampilkan begitu membuat ketiga bersaudara itu menjadi semakin bingung.
"Nak, ayo. Siap-siap, kita ke rumah sakit." Ujar mami dengan suara bergetar.
Bagas menyeruput kopinya dengan pelan. "Mau ngapain Mi ke rumah sakit jam segini?"
"Paling temen arisannya, Mas. Minta Vino aja tuh Mi yang anterin." Timpal Radit sambil mencomot satu pisang goreng buatan Hana.
Mami menggeleng kaku. "Nggak, kita semua harus ke sana. Gaga..."
"Gaga kenapa, Mi?" tanya Bagas menatap maminya yang mulai mengeluarkan air mata. Ketiga laki-laki itu pun menghampiri maminya.
"Mi, ada apa?" tanya Vino dengan nada penasaran.
"Je, ada apa sih?? Gaga kenapa?" tanya Radit mulai tidak sabar.
"Mas Gaga, Mas. Mas Gaga kecelakaan."
"Apa?! kok bisa?"
Jean menggeleng sebagai jawaban. "Mas, ayo kita ke rumah sakit." Ajak Jean tak sabar.
"Di rumah sakit mana, Je?"
"Rumah sakit Islami, Mas."
Bagas mengangguk pelan lalu menyuruh Radit dan Vino bersiap-siap duluan. Sementara ia berusaha menenangkan mami yang masih shock terlebih dahulu. Jean ikut bersiap-siap, mengganti hijab yang ternyata masih dipakai setelah pulang dari kantor Ganesa siang tadi. Setelah bersiap-siap, Jean bergegas ke ruang keluarga di mana mami dan iparnya berada. Di ruangan itu, mas Radit dan mas Vino sudah siap. Begitu pun mbak Yana, Nina dan Hana. Mereka terlihat menenangkan mami.
"Sudah, Je?" tanya mas Vino. Jean mengangguk sebagai jawaban.
"Ya udah, kita berangkat sekarang. Yana, Nina, Hana. Kalian di rumah saja." ujar mas Bagas dengan tegas.
"Iya, Mas." Ucap Yana seraya membantu mami untuk berdiri. Setelah itu, semuanya berjalan mendekat ke arah mobil yang sudah disiapkan oleh Vino. Tak lupa Radit berpesan agar istrinya –Hana mengunci pintu dan mengabari kalau terjadi sesuatu selama mereka pergi. Begitu pun sebaliknya, Radit dan yang lain akan mengabari orang rumah juga sampai terjadi sesuatu, meski harapan mereka semuanya akan baik-baik saja.
"Hati-hati, Mas." Ujar Hana mengingatkan.
"Hm. Kami berangkat ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
***
Selama di perjalanan menuju rumah sakit, tak ada yang berniat untuk membuka suara. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya ada suara isakan mami yang membuat Jean ikut menjatuhkan bulir-bulir air matanya.
"Mi, yakin saja ya. Percaya sama Allah, Mas Gaga akan baik-baik saja. Ya?" ujar Jean seraya mengusap pelan bahu mami yang bergetar hebat. Jean paham, ibu mana yang tak sedih kala mengetahui anaknya mendapat musibah. Namun, sebagai menantu dan istri dari Ganesa, Jean harus terlihat kuat dan tak lupa menyalurkan kekuatan itu pada maminya. Karena selain doa, hanya itu yang bisa dilakukan oleh seorang Jean.
"Je, maafin Gaga ya, Nak kalo dia banyak salah sama kamu... hiks."
"Mi. Mami ngomong apa sih, Mi. Mas Gaga nggak salah apa-apa kok sama Jean." Timpal Jean berusaha menenangkan mami.
Mami menggeleng pelan. "Dia sudah banyak salah, Je. Hiks... tolong dimaafin ya, Nak."
Jean mengangguk kaku, meski sebenarnya ia tak tahu menahu kenapa mami sampai sebegitu ngototnya meminta Jean untuk memaafkan anaknya itu.
"Mi, kalo sampe Gaga bangun dan liat Mami nangis kejer kayak sekarang. Dia bakalan marah, Mi." Ujar Vino ikut menenangkan maminya.
"Memangnya anak nakal itu bakalan bangun? Hiks? Siapa yang tau, Vin!"
"Ck! Mami kayak ngeraguin mukjizat Allah ya. Kita sebagai manusia cuma kudu ngedoain, Mi. Dan sebagai Ibu dari Gaga, yang katanya doanya bisa menembus langit tanpa macet itu ya, Mami. Mami jangan putus doain anak-anak Mami. Semoga aja langsung dijabah sama Allah dan Gaga segera sadar." Jawab Vino panjang lebar. Sebenarnya di dalam hati, ia sangat ingin memaki-maki Ganesa, bisa-bisanya dia membuat mami menangis kejer begitu.
"Mas Vino bener, Mi. Kita doain Mas Gaga ya, semoga segera pulih." Ucap Jean masih sambil mengusap bahu mami yang mulai berhenti bergetar.
***
Setelah memarkirkan mobilnya, Bagas, Radit, Vino diikuti Jean dan mami bergegas ke arah resepsionis, menanyakan di mana ruangan Ganesa berada. Setelah mendapatkan infonya, mereka langsung menuju ruangan yang tunjukkan oleh resepsionisnya. Untung saja, segera setelah mereka sampai, dokter yang menangani Ganesa langsung keluar dari ruangan itu.
"Dok, kami keluarga dari pasien yang ada di dalam. Bagaimana keadaannya?" tanya Bagas tanpa basa-basi lagi.
"Oh, iya. Dengan keluarga Bapak Ganesa ya?"
"Iya, Dok."
"Jadi begini, Pak. Bapak Ganesa alhamdulillah tidak mengalami luka yang serius. Hanya benturan ringan di kepala dan kakinya. Selebihnya, beliau hanya diperkenankan untuk istirahat total agar bisa segera pulih."
"Baik, Dok. Terima kasih, Dok."
"Iya, sama-sama. Oh ya, ini ada resep yang harus Bapak tebus untuk Bapak Ganesa, kebetulan tadi sudah saya tuliskan."
Bagas mengambil selembar kertas yang disodorkan oleh sang dokter. "Oh, iya. Makasih ya, Dok. Secepatnya akan saya tebus. Tapi, Dok. Tidak apa-apa kan kalau kami langsung masuk ke ruangannya?"
"Sama-sama. Iya, Pak. Tidak apa-apa. Asal jangan terlalu berisik ya, Pak. Takut pasien yang lain terganggu."
"Iya, Dok." Jawab Bagas sekenanya.
"Mari, Pak, Bu." Pamit sang dokter. Bagas membalasnya dengan sekali anggukan sopan.
"Mi, ayo kita masuk." Jean menggandeng tangan mami untuk memasuki ruangan di mana Ganesa tengah dirawat. Dengan pelan, Jean membuka pintu itu. Terlihat Ganesa yang tengah terbaring lemas dengan perban di kepala dan juga kakinya. Jean dan yang lain mendekat, tanpa ragu Jean meraih jemari Ganesa yang dipenuhi luka dan lecet karena kecelakaan itu, hatinya miris.
Mas, cepat pulih ya, Mas. Aku akan tungguin, Mas di sini. Batin Jean sambil meremas pelan jemari Ganesa, menyalurkan semua kekuatannya.
***
Apdet!
Btw, nggak ada kata lain selain kata 'lanjut' ya? Wkwkwkw Komenin apa gitu kek. Bukan karena apa ya, cuma kalo baca kata 'lanjut' aja itu berasa... gimana ya. Berasa ceritanya nggak berarti apa-apa gituu. Hihihi.
Udah ah, enjoy it!
P.s: Part selanjutnya di-private.
IG : windyharuno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top