🐼 9 🐼

Izinkan Aku Bawa Cinta Ini

Part // 9

||🌺🌺🌺||

Altha melemparkan kantung kresek yang berisikan beberapa cemilan yang baru saja ia beli. Keadaan kulkas apartement yang kosong membuat ia harus berbelanja saat ini. Ya. Altha memilih kembali ke apartemennya. Yang membuat Altha bingung, kenapa ia harus sejauh ini untuk ke minimarket? Padahal, tidak jauh dari apartementnya juga ada minimarket.

Altha melajukan mobilnya dengan memutar lagu untuk mengisi kesunyiannya. Pandangan Altha menjelajahi jalan yang ia lewati. Sepertinya, Altha tahu jalan ini. Ini, adalah jalan ke rumah Sisy. Altha ingat betul meski baru sekali ia membuntuti Sisy. Belokan di depan, adalah belokan menuju rumah Sisy.

Tiba-tiba saja Altha mengingat apa yang ia lakukan bersama ketiga temannya tadi siang sebelum pulang sekolah. Altha tersenyum miring akan hal itu. Ia pun membelokkan mobilnya ke jalan yang menuju rumah Sisy untuk mengetahui hasil kejailannya. Altha berdecak, japan ini memang sempit. Jika ada mobil di depannya, pasti mobilnya akan bergerak sangat lamban untuk saling bersimpangan.

Ini semua, demi melihat hasil kejailan yang akan membuatnya senang. Namun, bayangan kesenangan yang akan ia dapatkan lenyap saat ia melihat sekumpulan pemuda tengah menyeret seorang gadis. Belum lagi, seragam yang gadis itu kenakan seperti seragam sekolahnya. Mata Altha memicing kala melihat sepeda yang tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Sepertinya, Altha mengenali sepeda itu.

Tidak. Bukan sepertinya. Tapi Altha memang mengenali sepeda itu. Satu nama terbesit dalam otaknya. Segera ia memberhentikan mobilnya dan turun untuk menemui kelima pemuda yang masih menarik satu gadis itu.

"Woi!" teriak Altha yang membuat kelima pemuda itu berhenti dan menengok ke arahnya.

"Banci kalian. Beraninya cuma sama cewek," ucap Altha yang berhasil membuat kelima pemuda itu menatap Altha sengit. Mendengar ucapan Altha, kalian diperbolehkan untuk menghujatnya. Silakan bilang jika Altha tidak tahu diri. Bukankah kata-kata itu juga patut dipersembahkan untuk dirinya yang selama ini mem-bully Sisy?

Ah, untuk saat ini, lupakanlah dulu masalah itu. Ada hal yang lebih penting yang harus Altha lakukan saat ini. "Lima orang lawan satu cewek?" tanya Altha dengan nada mengejeknya.

"Malu sama tato lo pada." Ucapan Altha berhasil membuat dirinya mendapatkan tatapan tajam dari kelima pemuda itu. Jika ini adalah salah satu adegan komedi, mungkin kalian akan melihat dua tanduk yang tiba-tiba tumbuh di atas kepala kelima pemuda itu.

"Jaga bacot lo," ucap salah satu dari pemuda itu.

"Kalau gue nggak mau, kenapa?" Altha mengangkat dagunya untuk menantang pemuda tadi. Terlihat jelas jika para pemuda itu mulai geram akan sikap Altha.

"Kurang ajar. Masih bocah sok berani lo." Altha tetap mengangkat dagunya dengan melipat tangan di depan dada, semakin memandang dengan tatapan menantangnya. Salah satu pemuda itu pun mendekati Altha, mencoba memberi pelajaran pada Altha yang merasa sok jagoan.

Satu lawan satu. Dengan siap Altha menerimanya. Perlawanan dari pemuda itu tak berarti bagi Altha. Pukulan-pukulan berhasil Altha hindari dengan mudah. Hingga Altha bisa memenangkan duel antara satu lawan satu itu.

Melihat temannya telah kalah, keempat pemuda itu tak tinggal diam. Mereka mulai mendekati Altha secara bersamaan. Melihat itu, Altha sempat merasa gelisah. Namun, tentu saja ia tidak akan memperlihatkannya di depan Sisy. Bisa jatuh harga dirinya. Akan tetapi, mundur pun juga tidak mungkin. Itu akan merusak nama besar keluarga Maheshali. Dengan bermodal nekat, Altha pun bersiap menghadapi keempatnya.

Altha mulai menerima serangan keempat pemuda itu. Tampak jelas Ali yang kewalahan. Menghindari pukulan dari sisi ini, ia mendapat pukulan dari sisi lainnya. Altha terus melawan meski beberapa kali wajahnya sudah terkena pukulan yang tak dapat ia hindari. "Sial. Wajah ganteng gue," gerutunya yang masih mencoba melawan keempat pemuda itu.

Sisy yang melihat itu tentu saja merasa khawatir. Tapi ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi, jika dibiarkan, Altha pasti akan terluka parah. "Tolong!" Sisy memilih berteriak untuk meminta tolong. Meski ia sadar, teriakan itu percuma ia lakukan karena sedari tadi ia berteriak pun, tak ada yang menolongnya.

"Aaa!" Sisy terkejut saat melihat Altha yang jatuh tersungkur. Lebam sudah menghiasi wajah Altha.

Altha merasakan nyeri pada sudut bibirnya. Ia merasakan bahwa sudut bibirnya robek saat ini. Altha memandang tajam keempat pemuda yang saat ini menertawainya. "Makanya bocah. Jangan sok jagoan lo."

Tentu saja Altha tak terima akan ucapan itu. "Kurang ajar, mainnya keroyokan. Beraninya kalian ngeroyok pewaris Maheshali," ucap Altha marah. Keempat pemuda yang sebelumnya tertawa itu kini tampak terkejut. Mata mereka melotot saling berpandangan. Melihat itu, Altha tersenyum miring. Sedangkan Sisy, ia merasa bingung.

Namun, salah satu dari mereka mencoba tak bereaksi akan ucapan Altha. "Nggak usah ngaku-ngaku. Kita nggak bakalan bisa dibodohi." Tawa kembali terdengar dari keempatnya.

Altha berdiri dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya. Dia tersenyum miring memandang keempat pemuda yang masih tertawa. "Kalian pikir gue bercanda?" keempat pemuda itu memandang Altha diam. "Coba kalian lihat." Altha menunjuk mobilnya dengan dagu. Keempat pemuda itu pun menoleh pada arah yang ditunjuk Altha. Mata mereka melotot. Wajah mereka mulai pucat. Di sana. Mereka melihat jelas stiker emas di kap mobil yang Altha kendarai tadi. Stiker emas bertuliskan dua huruf. Yaitu A dan M. Tanpa mengecek keaslian stiker itu pun, mereka sudah tahu jika itu adalah stiker milik keluarga Maheshali. Karena tidak akan ada yang berani memalsukan stiker itu. Jika ada, maka dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, mereka akan mendapatkan masalah besar.

"Cabut!" keempat pemuda itu mulai melarikan diri. Tak lupa juga untuk membopong satu teman mereka yang sebelumnya sudah dikalahkan Altha.

Sedangkan Sisy masih mencoba untuk mencerna apa yang baru saja ia lihat. Bagaimana bisa? Hanya dengan mengungkapkan bahwa Altha adalah keluarga Maheshali, kelima pemuda itu langsung kabur? Seberapa besar pengaruh keluarga Maheshali ini?

"Ssshh." Desisan Altha yang menahan sakit di tubuhnya membuat Sisy tersadar dari lamunannya. Segeralah ia mendekati Altha.

"Kak Altha nggak papa?" tanya Sisy yang sudah berada di dekat Altha. Sisy merasa khawatir melihat pemuda yang jujur saja masih sangat ia cintai ini dalam keadaan babak belur.

"Lo lihat muka gue bonyok gini. Lo masih tanya gue nggak papa?" Sisy menatap luka lebam di wajah Altha. Belum lagi tadi Sisy juga melihat jika punggung Altha pun tak luput dari sasaran keempat pemuda tadi. Melihat itu, Sisy menjadi meringis. Seolah-olah turut merasakan sakit yang Altha rasa.

"Sakit banget lagi," gerutu Altha sembari menyeka darah yang masih sedikit mengalir di sudut bibirnya.

"Aku obati ya, Kak." Altha hanya diam melirik sedikit pada Sisy. Melihat itu, membuat Sisy menggigit bibir bawahnya. "Di mobil Kakak ada kotak P3K?" tanya Sisy hati-hati.

"Buat apa gue bawa kek begituan di mobil?" Sisy menghela napas mencoba tak terpengaruhi dengan ucapan ketus dari Altha.

"Kalau gitu, kita ke rumah aku aja ya, Kak? Biar aku obati di sana. Rumah aku deket kok dari sini." Sisy kembali menggigit bibir bawahnya saat Altha lagi-lagi menatapnya dengan tatapan yang menyiratkan ketidaksukaan.

Altha yang mendengar itu tampak menimbang. Jika ia menolak, ia pun tidak akan sanggup untuk pulang ke aparttement mengingat tubuhnya yang terasa remuk. Lagi pula, ia, kan memang sengaja melewati jalan ini untuk melihat Sisy.

Melihat Sisy? Tidak, tidak. Yang benar adalah untuk menertawakan Sisy akan tingkah jahilnya tadi siang bersama teman-temannya. Meskipun hasilnya yang ada kini ia harus mendapat luka lebam. Akhirnya, Altha pun mengangguk untuk mengiyakan ajakan Sisy. "Ya sudah. Ayo, Kak!"

Altha mengambil sesuatu dari saku bajunya. Lalu segera menyerahkannya pada Sisy. Sisy yang melihat sebuah kunci hanya menatap Altha tak mengerti. "Ini apa, Kak?"

Altha berdecak. "Ini kunci mobil."

"Untuk apa?" tanya Sisy polos.

Altha melotot dibuatnya. "Ya untuk nyalain mobilnya lah. Terus lo setir ke rumah lo." Sisy melotot mendengar ucapan Altha.

"Ma—maksud Kakak, aku yang nyetir gitu?" tanya Sisy sembari menunjuk dirinya.

Altha mendengus "Ya iyalah."

Sisy menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aku nggak bisa nyetir mobil, Kak," ucap Sisy.

Altha melotot dibuatnya. "Jadi, maksud lo, gue yang nyetir gitu?" Sisy mengangguk. "Sama aja boong." Sisy menampilkan cengiran kudanya penuh sesal.

Meski Altha menggerutu, ia tetap berjalan ke mobilnya dengan tertatih. Mata Altha menatap Sisy tak mengerti saat gadis itu tak bergerak dari tempatnya. "Lo kenapa diem aja? Buruan masuk!" ucap Altha geram.

"Perlu gitu gue bukain pintu?" Sisy menggeleng dan segera berlari untuk memasuki mobil Altha. Namun, gerakannya terhenti saat akan membuka pintu mobil karena ucapan Altha.

"Lo pikir gue sopir lo? Lo enak-enakkan duduk di belakang sementara gue nyetir di depan?" ucap Altha saat melihat Sisy membuka pintu mobil bagian belakang. "Duduk depan!" titah Altha.

Dengan kakunya, Sisy menutup pintu belakang mobil dan segera masuk pada bagian depan. Hal itu tak luput dari pandangan Altha. Membuat satu sudut bibir Altha tertarik karena merasa lucu akan sikap Sisy.

"Kak," panggil Sisy saat Altha sudah duduk di belakang kemudinya.

"Apa?"

"Sepeda aku?" tanya Sisy takut-takut.

Altha mendengus. Ia meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. "Anak buah gue yang urus. Nanti dikirim ke rumah lo." Mobil mulai melaju, dengan Altha dan Sisy di dalamnya. Tentu saja membuat perasaan Sisy campur aduk. Senang, bahagia, deg-degan, dan, takut.



||🌺🌺🌺||

Haluha......
Mom sudah up
Mari merapat
Mom tunggu commentnya.

Typo spam ya.

Cush, di tunggu sama mom.
☺️☺️☺️☺️☺️

🐼Salam🐼
🍓 EdhaStory🍓
💔💔💔💔💔

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top