🐼 6. 🐼


Izinkan Aku Bawa Cinta

Part / 6


||🌺🌺🌺||


Seperti hari sebelumnya, Sisy kembali membawa box-box berisikan kue jualannya. Bahkan, kali ini Sisy menambahkan satu box lagi. Sisy senang saat ada banyak orang yang menyukai kue buatannya. Bahkan, dari beberapa temannya pun sudah ada yang memesan dari kemarin.

Sinta memandang putrinya yang tengah menata box kue yang akan dibawa. Sinta takjub akan kepiawaian Sisy dalam membuat kue. Sisy seakan mempunyai tangan ajaib saat mengelola bahan-bahan adonan kue. Jika kalian mengira bakat Sisy menurun dari Sinta, kalian salah.

Sinta tidaklah bisa membuat kue-kue yang dibuat Sisy. Bahkan memasak pun, bisa dibilang masakan Sisy jauh lebih enak dari buatannya. Sinta tak bingung akan hal itu. Karena Sinta tahu, dari siapa bakat yang Sisy miliki. Untuk sesaat, Sinta menatap putrinya sendu.

"Bu, Sisy berangkat dulu ya." Sinta segera mengubah mimik wajahnya. "Assalamualaikum." Sisy meraih tangan ibunya untuk ia cium.

Sinta menerima tangan Sisy dengan menjawab salam putrinya. "Wa'alaikumsalam." Sisy segera menaiki sepeda anginnya. Mengayuhnya menuju ke sekolah tanpa kenal rasa lelah.



🌺🌺🌺



Berbeda dengan hari kemarin. Jika kemarin hanya Naira yang membantu Sisy untuk menjual kuenya, hari ini Aidan turut membantunya. Dan itu, sangat lah membantu bagi Sisy.

Jangan lupakan Aidan yang merupakan salah satu dari jajaran most wanted di sekolah ini. Hal itu membuat semua murid perempuan berlomba-lomba untuk membeli kue yang dijajakan Aidan. Belum lagi, Aidan memasang bonus dalam jualannya. Membeli sepuluh potong kue, maka akan mendapatkan foto bersama Aidan sepuasnya. Hey, Siswi mana yang akan melewatkan kesempatan itu?

Naira dan Sisy memandang Aidan dengan menahan tawa. Keduanya tahu jika Aidan saat ini tengah kewalahan dengan murid-murid yang mengerubunginya. Sungguh terlihat agresif sekali murid-murid wanita itu. Hingga seragam yang Aidan kenakan terlihat sedikit berantakan akibat tarikan-tarikan yang Aidan dapatkan dari murid perempuan yang mengaguminya.

"Kasihan tahu, Ra. Bantu, yuk!" Langkah Sisy segera Naira tahan.

"Eh, jangan. Biarin aja. Siapa suruh dia sok kegantengan." Naira cekikikan di tempatnya. Sedangkan Sisy menggeleng melihat kelakuan temannya.

"Jahat kamu."

"Biarin," jawab Naira tak acuh. Keduanya melihat Aidan yang saat ini berjalan ke arah mereka dengan senyuman.

"Gimana, Kak?" tanya Sisy saat Aidan sudah berada di depan mereka.

"Nih tinggal satu." Aidan memberikan box berisi satu kue kepada Sisy. "Yang ini buat kakak, ya. Bayaran karena udah bantuin kamu," ucapnya yang sudah mengupas kemasan kue yang ada di tangannya. Sisy hanya mengangguk dengan senyuman. Bagaimana pun, Aidan sudah sangat banyak membantu.

"Kakak balik ke kelas dulu, ya. Ada yang harus kakak kerjakan." Aidan menghela napas. "Seandainya saja kakak nggak ada kerjaan, pasti kakak bakal bantuin kamu sampai selesai."

"Sisy udah dibantuin gini aja udah makasih banget, Kak."

Tangan Aidan terulur untuk mengacak rambut Sisy. "Kakak ke kelas dulu, ya!" Sisy dan Naira mengangguk.

"Terima kasih, Kak." Aidan mengangguk sembari mengacak rambut Sisy kembali. Membuat Naira tersenyum penuh arti. Selepas kepergian Aidan, Sisy dan Naira kembali menjajakan kue yang masih ada.

Kegiatan mereka terhenti saat Altha dan kawan-kawannya berhenti di depan mereka. Kedatangan Altha, tentu saja membuat Naira curiga. Memasang wajah tidak sukanya, Naira memandang Altha dengan tatapan kebenciannya. "Mau apa lo?"

"Eits, tenang dulu dong Naira cantik," ucap Liam yang malah mendapatkan pelototan dari Naira. "Hu ... takut ...." Liam bergidik seolah-olah ia memang takut akan tatapan yang diberikan Naira.

"Kita ini, mau mencicipi kue buatan Neng Sisy yang katanya muantap itu. Boleh, kan, Neng Sisy?"

"Boleh," jawab Sisy dengan senyuman. Segera Sisy mengulurkan box kue yang ada di tangannya. Liam dan Danish mengambilnya dengan semangat. Sedangkan Altha, ia hanya tersenyum miring.

"Wlek. Kue apaan nih?" Liam mengeluarkan kue yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. "Kue nggak enak gini dibilang enak. Kue gini pantesnya dibuang di tong sampah." Ucapan Liam itu dibarengi dengan Liam yang menepis tangan Sisy secara tiba-tiba. Tentu saja hal itu membuat box kue yang ada di tangan Sisy terjatuh, dan akibat kegaduhan itu, mereka pun kini menjadi tontonan murid-murid Hight Star.

Sisy dan Naira dibuat terkejut akan tindakan Liam. Segera lah Sisy berjongkok untuk memilah kuenya yang masih utuh. Sedangkan Naira, memandang Altha dan yang lainnya penuh amarah.

"Kalian bener-bener ya!" teriak Naira. Segera Naira turut berjongkok untuk membantu Sisy mengambil kuenya yang terjatuh.

Namun, lagi-lagi Liam menepis kue yang sudah dikumpulkan oleh Sisy. Bahkan dengan teganya ia menginjak kue-kue milik Sisy. Sisy hanya mampu menatap kuenya yang diinjak oleh Liam dengan pandangan nanar.

Sedangkan Naira, ia segera bangkit dan mendorong tubuh Liam. "Lo keterlaluan!" Naira menatap nyalang Liam dan yang lainnya. Menatap dengan deru nafas yang terdengar berat.

"Biasa aja sih, kue murahan juga," ucap Altha dengan pandangan remeh pada Sisy yang masih mematung melihat nasib kue-kuenya.

Naira segera menatap Altha. Mendekati Altha dengan tatapan kebencian. "Murah? Murah lo bilang?" wajah Naira semakin memerah menahan amarah. "Bagi lo itu memang kue murah. Tapi bagi Sisy itu berarti. Itu hal yang membantu Sisy mendapatkan uang. Uang yang sangat berarti meski kecil nominalnya!" ucap Naira berupa teriakan, ucapan menggebu sembari menunjuk pada kue-kue Sisy yang sudah hancur.

"Lo, nggak akan pernah tahu bagaimana susahnya Sisy mencari uang. Karena bagi lo yang anaknya orang kaya, tahunya cuma minta sama bokap." Naira segera berjongkok mendekati Sisy yang masih diam mematung.

"Sy, kue lo," ucap Naira sedih memandang kue Sisy yang sudah tak berbentuk. Tangannya terulur untuk menyentuh pundak Sisy.

Sisy tersadar dari lamunannya dan segera tersenyum. "Nggak papa. Masih bisa untuk makan ayam, kok. Mungkin ini rezeki para ayam, dan bukan rezeki aku," ucap Sisy dengan Cekikikan. Sisy pun kembali memasukkan kue yang sudah hancur itu pada box. Naira memandang sahabatnya tak percaya. Bukannya marah, Sisy malah menanggapi dengan positif. Seharusnya Sisy marah pada pelakunya. Menarik napas dalam, Naira pun memilih membantu Sisy memunguti kue-kuenya.

Sedangkan Altha masih mematung. Merasa tertohok akan ucapan Naira. Tidak, Naira sudah merendahkan Altha. Merendahkan seorang Aldiaz Altha Maheshali. Tangan Altha terkepal, giginya bergemeretuk. Segera lah Altha meraih dompetnya. Mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan melemparkannya ke hadapan Sisy.

Mendapati hal itu, gerakan tangan Sisy yang mengumpulkan kue terhenti. "Tuh! Gue ganti semua kue lo. Impas, kan? Lebih malahan. Lo nggak perlu susah-susah lagi keliling untuk ngejual kue murahan lo ini. Masih kurang? Bilang. Biar gue tambahin." Tentu saja Naira memandang tak percaya akan kelakuan Altha. Naira benar-benar merasa tak percaya, masih ada orang yang seperti ini di dunia ini.

Berbeda dengan Naira, Sisy mulai memunguti lembaran uang yang berserakan di hadapannya. "Sy, jangan," ucap Naira. Namun Sisy tak menghiraukannya. Sisy tetap mengumpulkan uang yang baru saja Altha lemparkan. Melihat Itu, Altha semakin tersenyum miring.

"Sy." Sisy berdiri setelah berhasil mengumpulkan beberapa lembar uang yang Altha lempar. Berjalan dengan tenang ke arah Altha dan segera mengulurkan uangnya pada Altha.

"Ini." Satu alis Altha terangkat melihat apa yang dilakukan Sisy.

Melihat Altha tak bergeming, Sisy segera meraih salah satu tangan Altha. Meletakkan uang itu di tangan Altha. "Alkhamdulillah. Aku masih diberi kesehatan untuk bekerja. Jadi nggak perlu repot-repot untuk memberi aku uang. Lebih baik kamu simpan."

Sisy menutup telapak tangan Altha agar uang yang ada di tangan Altha tidak terjatuh. "Atau, kamu bisa sumbangin ke masjid atau panti asuhan. Ayah kamu pasti bangga sama kamu. karena uang yang susah payah ia cari, dibuat beramal oleh putra kebanggaannya." Sisy tersenyum. Setelahnya, Sisy berbalik dan mengambil Box berisikan kuenya yang sudah hancur. Segera meraih tangan Naira untuk berlalu dari Sana.

Naira menatap Sisy tak percaya, sesaat kemudian ia tersenyum menatap wajah Sisy yang masih fokus menghadap ke depan. "Lo keren," ucap Naira dengan mengangkat ibu jarinya di hadapan Sisy. Sisy menghentikan langkahnya sejenak, lalu tersenyum pada Naira.

Sedangkan Altha, ia hanya masih diam mematung mendengar ucapan Sisy. Matanya menatap nanar punggung gadis itu berlalu. Meremas uang yang ada di telapak tangannya. Pandangan Altha pada punggung Sisy terhalangi saat tiba-tiba saja Aidan berdiri di hadapannya.

"Menurut gue, di sini elo yang lebih miskin, dan Sisy yang kaya. Di saat Sisy sudah mendapatkan uangnya karena usahanya sendiri, lo masih ngemis sama bokap lo," tekan Aidan pada ucapannya yang ditujukan pada Altha.

"Bahkan, dengan tidak malunya lo menyombongkan uang dari hasil lo ngemis bokap." Aidan berdecak miris, ia menatap sinis dan remeh pada Altha sembari menggeleng. Merasa lucu akan kejadian yang batu saja terjadi.

"Jaga omongan lo, ya!" Danish sudah mencengkeram kerah baju Aidan. Namun, dengan santainya Aidan melepas tangan Danish dan berlalu dari hadapan Altha. Meninggalkan senyum miring untuk Altha.

||🌺🌺🌺||

Selamat malam.

Dalam seminggu aku up tiga cerita, ya.

Senin dan kamis Menjadikanmu Milikku

Selasa dan jum'at Izinkan Aku Bawa Cinta Ini

Rabu dan sabtu Yakin Putus?

Kalau enggak up, Teriakin aku, ya🤣🤣🤣🤣🤣

Thank you semua

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top