🐼 5 🐼

Izinkan Aku Bawa Cinta Ini

Part // 5

||🌺🌺🌺||



Di saat semua orang masih bergelut dengan bantal, guling dan selimutnya, Sisy telah menempatkan dirinya di dapur bersama ibunya. Seperti yang telah ia bicarakan semalam dengan sang ibu, bahwa ia ingin membantu sang ibu dengan hobi yang ia miliki.




Waktu masih menunjukkan pukul tiga pagi. Tapi dua orang wanita beda generasi ini sudah sibuk dengan berbagai adonan tepung di dapur rumah mereka. "Kamu beneran mau jualan kue ini, Sy?" tanya Sinta yang tak lain adalah ibu Sisy.




Sisy memberikan senyum pada ibunya. "Sisy, kan, udah bilang, Bu dari semalam. Sisy, mau jual kue. Lagian sayang, kan, Bu, kalau bakat Sisy nggak digunain?" ucap Sisy dengan lembut.


Sinta menatap putrinya, ia begitu bangga dengan Sisy. Di saat semua gadis remaja sibuk jalan-jalan bersama teman-temannya, Sisy malah membantu dirinya di usaha loundryan-nya. Di saat semua gadis seusianya tengah senang memamerkan barang-barang bagus pemberian orang tuanya, Sisy lebih memilih untuk menabung uangnya. Dan sekarang, Sisy membantunya dengan berjualan kue untuk meringankan bebannya. Satu butir air mata Sinta jatuh. Andai saja, andai saja waktu itu ia tidak salah memilih. Pasti Sisy tidak akan mengalami hal ini.




Tidak, tidak. Apa yang Sinta pikirkan? Semuanya sudah terjadi. Menyesalinya tidak akan ada gunanya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah berjuang. Berjuang demi kebahagiaan putrinya. Dan juga demi kesembuhan putrinya. Sinta segera menghapus air matanya sebelum Sisy melihatnya.




Sinta menatap putrinya yang begitu cekatan dengan adonan kue di tangannya. Satu tangan Sinta terulur membelai kepala Sisy dengan lembut. Sisy mendongak untuk menatap sang ibu. Satu senyuman Sisy dapat. "Tapi janji, ya. Jaga kesehatan. Jangan kecapean. Obatnya harus diminum dengan rutin," ucap Sinta.




Sisy mengangguk patuh dengan senyumannya. Setelahnya, mereka kembali membuat beberapa macam kue untuk mereka jual.




Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. "Selesai!" pekik Sisy.




Keduanya menatap penuh bahagia pada berbagai macam kue yang sudah tertata rapi di atas meja. "Alkhamdulillah. Selesai juga ya, Sayang."




"Iya, Bu." Sisy memisahkan separuh dari berbagai macam kue itu. "Ini akan Sisy bawa ke sekolah untuk Sisy jual." Tunjuk Sisy pada beberapa box berisi kue-kue buatan dia dan ibunya.




"Dan ini. Kita titipin di warung-warung dan juga kita jual di rumah. Bagaimana, Bu?" tanya Sisy.




"Ibu setuju. Ya sudah. Sekarang kamu mandi dulu. Siap-siap, sarapan terus berangkat ke sekolah." Sisy mengangguk dan segera berlalu.





🌺🌺🌺





Setelah beberapa hari lalu Sisy berangkat siang, kali ini Sisy kembali berangkat pagi. Bukan untuk melakukan aktivitasnya yang baru ia sadari itu adalah hal yang membuang-buang waktunya, akan tetapi, kali ini Sisy akan berjuang mencari rizki.




Kali ini, Sisy berangkat sekolah menggunakan sepeda anginnya. Karena sekarang, Sisy harus membawa beberapa box yang berisikan kue-kuenya untuk ia jual. Rencananya, sebagian akan ia titipkan pada warung di dekat sekolahnya. Sebagian akan ia titipkan pada kantin sekolah. Dan sebagian lagi, akan ia jajakan sendiri di kelas nanti. Dalam hati Sisy berharap, semoga pihak sekolah mengizinkannya.




Sisy memarkirkan sepedanya di tempat parkir sekolah, tepatnya di bawah pohon mangga. Lalu ia membagikan box berisi kuenya pada warung depan sekolah dan kantin sekolah. Ucapan Basmalah ia ucapkan untuk mengawali aksi jualan di hari pertamanya.





🌺🌺🌺







"Gimana? Udah beres?" tanya Altha pada Liam yang baru saja menghampirinya.


Liam yang masih ngos-ngosan akibat aksi larinya hanya mengacungkan dua ibu jarinya. "Lo yakin, dia bakalan lewat sana?"




Menarik napas dalam, kemudian Liam menatap Altha. "Seratus persen yakin." Altha tersenyum miring mendengar ucapan Liam.




"Lo beneran mau ngelakuin ini?" Suara Dani membuat Altha menoleh. Mendengar hal itu, mata Altha memicing memandang Dani tak suka.




"Iyalah. Gue bener-bener nggak suka sama dia. Sok pahlawan. Selalu mencampuri urusan gue. Gue harus kasih dia pelajaran supaya nggak main-main lagi sama gue," ucap Altha. Jangan lupakan wajah Altha yang kentara dengan kekesalannya. Senyum miring tercetak di sana, sebentar lagi apa yang ia tunggu akan terjadi.




"Itu dia itu dia." Ketiganya menoleh pada arah yang Liam tunjuk, benar saja. Di sana mereka melihat Aidan yang tengah berjalan mengarah tepat pada tempat yang direncanakan oleh Liam untuk eksekusi. Senyum kemenangan terukir jelas di wajah Altha. Setelah semuanya terjadi, Altha akan dengan senang hati tertawa di depan Aidan.




Namun, semua ekspetasinya salah. Sesuatu di luar rencana datang merusak semua rencana yang ia susun. "Sial*n," umpat Altha. Tangannya mengepal kuat, wajahnya memerah menahan amarah. Pandangannya menatap tajam pada pemandangan yang menurutnya memuakkan di hadapannya sekarang. Rencananya, telah gagal.




"Cabut," ucapnya dengan nada dingin. Saat ini amarah benar-benar menguasai Altha baru saja ia akan merasa senang, tetapi semua urung karena gadis yang baginya sangat sialan. Tak ingin terkena amukan, Liam dan Danish hanya diam dan meneguk ludah memandang wajah dingin Altha, mereka pergi meninggalkan tempatnya.







🌺🌺🌺









"Alkhamdulillah Sy, kuenya kejual banyak," ucap Naira dengan bahagia. Di jam istirahat ini, Naira membantu Sisy menjual kue-kuenya.




"Iya. Makasih ya, Ra." Naira mengangguk. Sisy bersyukur mempunyai sahabat seperti Naira. Dia selalu ada saat Sisy membutuhkan. Selalu menjadi yang terdepan saat Sisy mempunyai masalah.




"Tinggal beberapa potong kue di box aku. Kamu?"




"Sama," ucap Sisy sembari memperlihatkan sisa kue di boxnya pada Naira.




"Sy. Aidan tuh," ucap Naira dengan menyenggol lengan Sisy. Sisy mengikuti arah pandang Naira. Dan benar saja, di sana, Aidan tengah berjalan dan melambaikan tangan padanya. Tak lupa juga dengan senyuman yang memang Sisy akui adalah senyuman termanis milik Aidan.




Sisy pun membalas lambaian tangan Aidan dengan senyuman pula. Namun, senyuman itu pudar tak kala Sisy menyadari sesuatu. Segera lah Sisy memberikan box kuenya pada Naira tanpa kata, dan segera berlari menuju Aidan.




"Sisy!" Naira yang terkejut akan aksi Sisy menjadi gelagapan. Untunglah dia bisa memegang box milik Sisy dengan benar. Jika tidak, pastilah box itu akan jatuh yang akan mengakibatkan kuenya berserakan.




Sedangkan Sisy masih berlari ke arah Aidan. Aidan yang tak mengerti pun hanya memandang Sisy dengan satu alis terangkat. Hingga semuanya terjadi begitu saja. Sisy menabraknya dengan begitu keras hingga membuat mereka berdua jatuh terjerembap.


Tentu saja Aidan merasa terkejut. Akan tetapi, Aidan menyadari suatu hal. Wajahnya dan wajah Sisy begitu dekat. Dia bisa memandang wajah Sisy dengan jarak sedekat ini. Berbeda dengan Aidan yang menikmati wajah Sisy, Sisy merasa bersyukur telah berhasil menyelamatkan Aidan.




"Kakak. Kakak nggak papa?" pertanyaan Sisy menyadarkan Aidan dari rasa terpesonanya pada Sisy. Di samping itu, beberapa siswa sudah berjongkok di samping keduanya.


"Kalian nggak papa?" Pertanyaan dari beberapa siswa membuat mereka bangkit. Saat itulah Aidan baru saja menyadari jika Sisy baru saja menyelamatkannya dari insiden yang bisa membuatnya malu. Beberapa meter di depan Aidan dan Sisy terjatuh, sebuah cat tumpah berserakan memenuhi lantai.




"Kakak nggak papa?" pertanyaan Sisy membuat Aidan menoleh. Aidan pun menggeleng.




"Nggak papa. Kamu?" Sisy menjawabnya dengan gelengan.




"Terima kasih, ya. Kalau nggak ada kamu, Kakak nggak tahu akan jadi apa." Sisy mengangguk dan tersenyum. Keduanya membersihkan seragam mereka yang kotor akibat terjatuh tadi.




"Kalian nggak papa?" tanya Naira dengan wajah paniknya.




"Nggak papa."




"Kok bisa ada cat di situ, sih?" Tidak hanya Naira, bahkan semuanya pun memandang penuh tanya pada keberadaan cat yang tiba-tiba jatuh. Sedangkan di atas tidak sedang ada pengecatan tembok.




Pandangan Aidan jatuh pada kotak kue yang Naira bawa. "Oh iya. Baru ingat. Kamu jualan kue kan, Sy?" Sisy mengangguk.




"Masih ada nggak?"




"Masih." Bukan Sisy yang menjawab, melainkan Naira sembari memperlihatkan kue yang masih ada.




"Ya udah. Kakak beli semua. Buat rapat Osis sepulang sekolah nanti." Sisy dan Naira saling pandang, wajah bahagia keduanya begitu terlihat. Tak dipungkiri jika Naira maupun Sisy saat ini merasa takjub akan diri Aidan.




"Wahh, Aidan keren. Suka berbagi. Calon suamiable banget," ucap Naira bangga. Ia mengedipkan matanya menatap Aidan yang malah membuat Aidan tertawa. Sedang Sisy menatap sahabatnya dengan salah satu alis terangkat. Merasa aneh pada sosok sahabatnya saat ini.




Sisy beralih menatap Aidan dan tersenyum pada Aidan. "Terima kasih, Kak. Nanti Sisy antar ke ruang rapat. Semoga Kakak selalu diberi kelancaran rezeki."




"Aamiin. Ya udah. Kakak balik dulu ke kelas." Naira dan Sisy mengangguk. Selepas kepergian Aidan, Naira menyenggol lengan Sisy sembari menaik turunkan alisnya. Sedangkan Sisy yang melihat Naira hanya menggelengkan kepalanya tak acuh. Segera mengambil alih kotak kue dari tangan Naira dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Naira yang masih getol menggodanya.



||🌺🌺🌺||







Hayyyy!!!!

Mom up lagi dong
😁😁😁😁

Jangan lupa voth dan COMMENTnya ya.

Love youuuu.

🐼Salam🐼
🍓 EdhaStory🍓
💔💔💔💔💔

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top