Chapter 10

Jangan lupa vote dan komen semuanya ^^

-- SELAMAT MEMBACA --

Mobil Ferrari F12 Berlinetta milik Velven baru saja berhenti tepat di depan lobby hotel bintang lima. Mengenakan setelan jas rapi, Velven turun dengan wajah tengil tapi tetap menunjukkan ketampanan yang luar biasa. Dia menggenggam tangan Prelove setelah keluar dari mobil. Pihak hotel mengurus mobilnya jadi dia tidak perlu repot mencari parkiran. Semua orang mengenalnya bukan hanya sebagai Velven si personel boyband Victory tetapi anak dari pemilik hotel Diamond Star ini yakni Vikar Wijaya.

Hari ini Velven sengaja berdandan serapi mungkin untuk bertemu orangtuanya. Dia masih menitipkan Belle bersama Chanel dan berniat membawa pulang besok. Prelove yang diajaknya mengenakan mini dress warna hitam keluaran Versace—hadiah darinya.

"Ini hotel ayah kamu, kan?" tanya Prelove tiba-tiba saat mereka berada di lift.

"Tau dari mana?"

"Google. Toh, semua orang tau keluarga Wijaya kayanya selangit. Keluarga ayah kamu punya banyak hotel di belahan Indonesia. Kamu nggak perlu jadi personel boyband pun pasti bakal disuruh turun mengurus bisnis ayah kamu. Iya, kan?"

"Ya, begitulah. Cuma saya nggak mau hidup dengan harta keluarga. Beberapa sepupu saya juga profesinya nggak selalu CEO yang ngurus perusahaan keluarganya. Jupiter lawyer, Mercurius pembalap mobil, Zidane vokalis band, ya macem-macem. Cuma Marco sama Gavin aja sih yang jadi CEO," jelas Velven.

"Ah, gitu. Tapi ya sepupu kamu banyak banget. Aku belum bisa menghafal nama-nama mereka. Mana susah-susah."

Velven terkekeh kecil. "Minggu depan saya mau pergi main golf bareng Zidane, Mercurius dan Yudo. Nanti saya kenalin."

"Oke deh. Kalau teman-teman kamu gimana? Ada yang perlu aku tau nggak?" tanya Prelove penasaran.

"Hm... ada. Saya akrab banget sama Ron dan Davares. Mereka personel Five Prince. Nanti sekalian saya ajak Ron sama Davares."

Prelove mengangguk. Tepat setelah obrolan selesai, pintu lift berhenti di lantai 23—tepatnya restoran mewah hotel berada. Dua orang pelayan yang menunggu di depan restoran mengulas senyum dan menunduk menyambut kedatangan Velven. Sebelum masuk, Velven menahan lengan Prelove.

"Kenapa?" tanya Prelove bingung.

"Saya harap kamu nggak kaget nanti."

Kening Prelove berkerut. Belum menemukan jawabannya Velven sudah menariknya masuk ke dalam. Suasana restoran begitu sepi, hanya ada empat orang yang mengisinya. Dari yang dia dengar sekilas restorannya memang sengaja ditutup untuk acara pertemuan mereka. Prelove menahan rasa kagetnya supaya tidak menyinggung Velven setelah mengetahui orangtua Velven sudah bercerai dan memiliki pasangan baru. Hal ini diketahuinya dari perkenalan yang baru saja Velven katakan.

"Prelove, ini orangtua saya. Vikar Wijaya dan Emilia Wijaya. Sementara ini Papa Roy Soetomo dan Mama Anna Sareena."

Prelove menyalami satu per satu. Jika Anna Sareena—ibu tirinya Velven—hanya sebatas menyalami tangan, maka ibu kandungnya Velven—Emilia Wijaya yang kini lebih dikenal Emilia Soetomo—memeluknya dengan erat. Prelove tidak tahu orangtuanya Velven sudah bercerai. Tidak pernah ada berita yang menyinggung soal kehidupan keluarga Velven.

Setelah perkenalan singkat, mereka duduk di kursi yang telah disediakan. Segelas air putih dan red wine sudah tersaji di atas meja.

"Prelove cantik banget ya," puji Emilia dengan senyum ramahnya.

"Makasih, Tante."

"Jangan panggil Tante dong. Panggil Mama aja. Biar enak didengar juga," kata Emilia.

"Baik, Mama." Prelove tersenyum malu. Kepalanya berputar. Berarti dia harus memanggil ibu tirinya Velven dengan sebutan Mama juga? Aduh, kenapa suasananya mendadak membingungkan sih? Seharusnya Velven bilang dari awal orangtuanya sudah bercerai.

Suasana mendadak hening. Velven diam tak bersuara. Begitu pula orangtuanya. Prelove yang merasakan ada atmosfir yang tidak enak ingin melancarkan lawakan tapi takut malah semakin memperkeruh suasana.

"Omong-omong, Phoebe nanyain kamu. Katanya kapan main lagi ke rumah," ucap Roy, berhasil mengusir keheningan.

Emilia tersenyum melihat Prelove yang tampak bingung. "Phoebe itu adiknya Velven."

"Adik tiri," ralat Velven.

"Velven!" Emilia memelototi putranya. Velven terlihat cuek tidak berminat meralat apa pun.

Prelove memaksakan senyum saat melihat Emilia dan Roy. Oke, Prelove mulai ingat siapa Roy Soetomo. Pria kaya raya itu adiknya Pandu Soetomo. Mereka berdua adik-kakak yang memiliki bisnis dengan penghasilan paling menjanjikan. Jika disamakan dengan Wijaya sebenarnya kekayaan keluarga Soetomo sama saja. Namun, jika dibandingkan hasil usaha Vikar Wijaya sendiri tanpa embel-embel kekayaan keluarganya, penghasilan Roy Soetomo lebih unggul sehingga masuk dalam jajaran pebisnis sukses di Indonesia.

"Kellan juga nanyain kamu," sambung Vikar.

"Kenapa pada nanyain aku? Mereka nggak diurus sama kalian?" sahut Velven masih tetap santai.

"Velven!" Emilia kembali meninggikan suaranya. "Mereka kangen karena kamu kakaknya."

Velven membalas, "Iya, kalau ada waktu main ke rumah kalian."

Prelove melirik Velven dari ekor matanya. Entah perasaannya saja atau memang Velven tidak suka bertemu orangtuanya.

"Oh, ya, Prelove. Mama dengar kamu kerja sama Bara Ryder ya?" tanya Emilia mencoba mengubah topik pembicaraan. Sebab, dia menyadari raut wajah bingung Prelove.

"Iya, Ma. Aku sekretarisnya Bara."

Velven bangun dari tempat duduknya. Tiba-tiba pamit ke kamar mandi. Prelove yang melihat hal itu merasa bingung. Dia harus berbuat apa sekarang?

"Prelove..." Emilia memberi jeda dalam kalimatnya. Dia bangun dari tempat duduknya dan mengajak Prelove menjauh dari meja yang mereka duduki. Setelah memilih posisi yang tepat, barulah Emilia duduk bersama Prelove. Kemudian, dia melanjutkan, "Maaf kalau kamu harus liat orangtuanya Velven ada empat."

"Nggak pa-pa, Ma. Aku ngerti."

Emilia menggenggam tangan Prelove yang berada di atas meja. Belum sempat melanjutkan, Vikar datang dan ikut duduk di samping Emilia.

"Velven masih nggak bisa menerima kenyataan kalau orangtuanya udah pisah. Mungkin Mama sama Papa jarang perhatiin dia tapi bukan berarti kita nggak peduli. Sejak Mama dan Papa cerai, Velven nggak pernah mau terbuka soal apa pun. Kita bisa kumpul kayak gini aja berkat bantuan kakeknya. Kalau nggak, Velven nggak mungkin mau datang ke sini." Emilia berucap dengan mata berkaca-kaca. Ada senyum yang terukir tapi jelas bukanlah senyum terbaik yang dapat dilihat.

"Kami harap kamu bisa jagain Velven dengan baik," sambung Vikar.

"Kamu satu-satunya perempuan yang diajak Velven ketemu kami berdua. Kami nggak bisa menjangkau Velven dan terkadang dia menolak dibantu kalau ada masalah. Kami harap kamu bisa melakukan hal itu di saat kami nggak bisa melakukannya. Kami harap kamu bisa menemani Velven bahkan di masa-masa terpuruknya." Emilia menitikkan air mata, Vikar yang berada di sebelahnya mengusap pundak supaya lebih tenang.

Prelove menjadi sedih. Dia kehilangan orangtua karena sakit, tetapi Velven kehilangan orangtua karena memilih berpisah. Apa pun alasannya mungkin Velven sulit menerima karena harus memiliki keluarga baru.

Emilia menggenggam tangan Prelove lebih erat. "Kalau Velven nggak mood atau sedih, ajak dia main game. Velven juga suka diusap kepalanya. Velven suka banget sama cumi goreng tepung. Tolong wakili Mama melakukan hal-hal yang nggak bisa Mama lakukan untuk Velven."

"Iya, Ma. Pasti Prelove akan lakukan itu." Prelove ikut menggenggam tangan Emilia, lalu menyodorkan tisu kepadanya. "Mama dan Papa jangan khawatir. Dia hanya butuh waktu meski cukup lama untuk mengerti. Cepat atau lambat Velven pasti akan menerima semua yang terjadi."

💋 💋 💋

Acara makan malam berlangsung tidak terlalu baik. Velven tidak banyak bicara dan hanya dirinya yang menanggapi semua ucapan orangtua Velven, baik yang tiri maupun kandung. Prelove sudah tiba di rumah dan mengganti pakaiannya. Dari jendela yang belum ditutup Prelove dapat melihat Velven duduk di pinggir tempat tidur sambil menutup wajahnya. Dengan cepat Prelove turun dan keluar dari rumah, lalu bergegas menuju rumah Velven dan membunyikan belnya. Beberapa menit menunggu di luar, Velven membukakan pintu.

"Aku boleh sleepover di sini nggak?"

Velven menaikkan satu alisnya. "Sleepover?"

"Canda deh. Aku cuma mau mampir sebelum bobo. Kangen nih!" Prelove menerobos masuk, mengabaikan Velven yang belum menjawab apa-apa. "Wah... rumah kamu rapi banget. Kalo senggang jadi pembantu dadakan ya?"

Velven sedang tidak mood menanggapi celotehan Prelove. "Iya. Kamu mau minum apa?"

Prelove menangkal tangan Velven sebelum pergi ke dapur. "Jangan sedih sendirian. Apa kamu nggak ingat punya aku?"

"Saya nggak sedih cuma lagi nggak mood. Lebih baik kamu pulang karena saya nggak mau jutekin kamu. Kalau memang masih mau di sini ya terserah. Saya mau ganti baju. Minumnya ambil sendiri aja."

Prelove memandangi kepergian Velven. Dari belakang punggungnya seperti ada beban berat yang dipikul pacarnya. Dia tidak mau pulang sebelum Velven cerita. Secepat mungkin Prelove menyusul Velven ke kamarnya. Saat dia membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu, Prelove menatap punggung indah Velven yang terekspos sempurna. Punggungnya dipenuhi tato yang tidak dapat Prelove mengerti maknanya dan ada pula tato tepat di atas bokong. Soal tato di atas bokong Prelove pernah mendengar kalau personel Victory memiliki tato di tempat yang sama dengan gambar yang sama pula. Namun, dia baru melihat tato di punggung Velven.

"Sayang, jangan telanjang dulu. Aku baru mau masuk. Kalo nanti nafsu kan bahaya," kata Prelove, yang kemudian menerobos masuk dan menutup pintu kamarnya.

Velven baru selesai mengganti pakaiannya. "Saya mau mandi dulu setelah ini. Kamu mau nungguin?"

"Sebelum mandi, aku mau ngajak ngobrol."

"Mau bahas soal apa?"

"Kamu."

"Kenapa sama saya?"

"Mau nanya soal makna dari tato di punggung kamu. Itu lambang apa sih?"

Velven duduk di samping Prelove yang sudah duduk di pinggir tempat tidur. Dia menjawab, "Tato di punggung saya gambar Vegvísir. Simbolnya berasal dari bangsa Nordic atau penduduk lokal Islandia. Dalam bahasa Islandia Vegvísir berarti tonggak atau tanda arah yang mungkin berfungsi membantu atau membimbing pemakainya ke jalan tertentu atau arah dalam hidup mereka. Orangtua saya bercerai waktu saya kelas 1 SMA. Saya benar-benar kehilangan arah. Setelah lulus SMA saya buat tatonya."

Prelove meletakkan tangan di atas punggung tangan Velven yang berada di atas paha. Menggenggam tangannya dengan erat sambil menyunggingkan senyum menatap pacarnya.

"Semua orang tau keluarga Wijaya nggak ada yang beres makanya saya nggak pernah membicarakan soal keluarga. Orangtua saya langsung punya keluarga baru setelah enam bulan mereka bercerai. Saya tinggal sama kakek dan nenek sebelum akhirnya tinggal sendiri. Saya nggak mau tinggal sama salah satu dari mereka. Saya nggak mau memilih," cerita Velven.

"Kamu nggak mau cerita soal keluarga karena nggak ingin orangtua kamu dihakimi, kan?"

Velven mengangguk. "Biar bagaimanapun mereka orangtua saya. Kalo ada yang membicarakan buruk tentang mereka, saya nggak suka."

"Terus kenapa kamu nggak mau ketemu mereka? Katanya kalo nggak dibujuk kakek kamu nggak akan bisa ketemu kayak tadi." Prelove semakin penasaran.

"Mungkin karena saya iri mereka bahagia dengan keluarga masing-masing. Kalo kamu liat foto di Instagram orangtua saya, mereka nggak pernah sekalipun unggah foto saya. Mereka lebih sering unggah foto sama keluarga baru. Kehadiran saya seolah nggak ada apa-apanya. Saya sedih aja. Coba saya punya kakak atau adik, mungkin nggak akan sesedih ini." Velven berucap dengan suara bergetar. Kepalanya menunduk seiring wajah sedih yang muncul.

Prelove menepuk pundak Velven. "Orangtua kamu sayang banget sama kamu. Mungkin kamu nggak tau. Mereka bilang kamu susah dijangkau karena nggak pernah mau cerita. Mereka berharap bisa bantu kamu kalau ada apa-apa tapi kamu nolak. Itu berarti orangtua kamu masih peduli."

"Entahlah, saya merasa aneh nerima bantuan mereka. Ya, mungkin karena perasaan iri itu. Saya nggak suka berbagi orangtua tapi mau nggak mau harus berbagi dengan orang lain." Velven bangun dari duduknya. Dia mengecup singkat puncak kepala Prelove. "Saya mau mandi ya. Kalo kamu mau pulang nggak pa-pa."

Prelove menangkal tangan Velven sebelum beranjak menuju kamar mandi. Dia menatap Velven yang terlihat berbeda dari biasanya. Dari tatap matanya dia melihat ada luka yang dipendam oleh pacarnya.

"Vel, kamu pernah bilang sama aku kalo nggak ada yang namanya mantan keluarga. Ini berarti nggak ada yang namanya mantan ibu atau mantan bapak. Kamu nggak perlu iri karena mereka juga menyayangi kamu. Dan perlu kamu tau, mereka masih sangat peduli tanpa kamu sadari."

Velven hanya menarik kedua sudutnya menjadi senyum tipis. Dia menyingkirkan tangan Prelove dari tangannya dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Prelove menghela napas berat. Walau kalimatnya tidak dapat mengubah apa pun, setidaknya dia berharap Velven akan memikirkan kembali supaya lebih menerima keadaan keluarganya. Toh, memiliki keluarga baru bukanlah aib bukan? Tidak ada yang salah dengan memiliki keluarga baru setelah orangtua bercerai. Dan semoga saja Velven dapat memahami hal itu.

💋 💋 💋

Oh iya kemarin ada yang nanya gimana dengan bingkisan yang ditinggalin ayahnya Prelove? Itu nanti ada di chapter selanjutnya kok ^^ satu satu dulu ya, nanti pasti dijelasin kok hehe

Jangan lupa vote dan komen semuanya♥️♥️

Btw gambar tato Velven di punggung kayak gini ^^
Dan gambarnya punya arti tersendiri. ^^

#BOYBANDSERIES adalah projek romansa bersama author lain sephturnus. Di mana karakter utama prianya tergabung dalam satu boyband: Victory. Ardeen & Velven bakal membawa kalian ke kisah mereka yang beragam rasa. Bercampur aduk. Ber- rollercoaster.

Jadi, apa kamu siap mengikuti kisah keduanya? 🎶

Kisah Velven (It Starts With A Boxer), available di work aku😘🤗

Kisah Ardeen (It Starts With Hello) ada di lapak sephturnus ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top