5 - Addicted

Maaf baru muncul. Ga sempet buka wattpad :(
Enjoy reading!

5. Addicted

Tak lama, setelah Devanno selesai mengembalikan tenaganya dari sisa sisa orgasme, ia langsung menarikku kedalam dekapannya. Tentu saja aku meresponnya dan meletakkan satu tanganku di atas dadanya.

"Well, that was..." ucap Devanno saat melihat aku meresponnya dengan baik. Aku menatapnya lalu tersenyum.

"Amazing. Makasih ya, Dev." Aku membalas ucapannya dan membuat ia mengernyitkan dahi.

Mungkin ia terkejut melihat tanggapanku yang biasa saja ketika selesai berhubungan intim dengan lelaki yang baru di temuinya beberapa jam yang lalu. Mungkin juga terkejut karena ucapan terima kasihku atas sex hebat yang baru saja kami lakukan.

"Seriously, Keen. Kamu itu cewek pertama yang pernah ku temuin dan bilang 'thanks' setelah ngelakuin sex." Devanno mengucapkannya sambil terkekeh.

"Well, i did. Ini pertama kalinya gue ucapin makasih after sex." Ujarku malu. Tak tahu mukaku sudah semerah apa saat ini. Kami berbicara beberapa hal sebelum akhirnya aku bangkit, dan berjalan ke ruang tamu setelah sebelumnya aku mengenakan underwear dan pakaianku.

Devanno mengikutiku setelah ia kembali mengenakan boxernya. Aku meraih ponselku dan melihat beberapa missed call dan pesan dari Brandon.

Sial! Dia berada di depan apartemenku sekarang!

Dengan segera, aku langsung merapikan barangku yang berceceran dan berbalik ke arah Devanno yang menatapku sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Kamu nggak nginep aja?" Tanyanya memastikan. Aku menggeleng lalu tersenyum menatapnya.

"Gue harus balik, nih. Brandon di depan kamar gue," jelasku lalu menghampirinya untuk mengecup pipinya. "Next time, gue janji bakal nginep. But i have to go now."

Terlihat wajah Devanno yang tak setuju dengan keinginanku untuk pulang, ia terus berkata jika aku bisa pulang esok pagi dan jarak rumah kami hanya bersebrangan gedung. Hingga akhirnya ia menyerah setelah aku membiarkannya merengkuh pinggangku dan mencium bibirku. Ia membiarkanku pulang walau wajahnya sedikit cemberut karena tak rela.

•••

"Dari mana lo, baru balik jam segini?!" Tanya Brandon saat aku baru saja membuka pintu apartemenku. Aku tak terkejut melihat ia berada di dalam sini karena kami saling memiliki akses untuk memasuki tower apartemen kami masing masing dan kami tak pernah mengunci pintu apartemen kami karena memang tak ada orang yang dapat menaiki lantai apartemen tanpa akses.

"Dari jam berapa lo?" Aku tak menjawab pertanyaan Brandon, dan bertanya balik sambil mengambil gelas dan susu karton lalu menuangnya.

"Au deh, jam 7 atau 8. Seriously, Keen lo dari mana?" Ia menghampiriku dan duduk di kitchen bar. Memperhatikan kegiatanku yang kembali meletakkan susu karton kembali ke tempatnya juga membersihkan gelas yang baru saja ku gunakan.

"Oh, gue abis dari GI. Its friday, remember?" ucapku berbohong. Dan sepertinya aku gagal karena ia menatapku tajam saat ini.

"Jangan bohong! Lo nggak bawa satu belanjaan pun di tangan lo! Lagian, tadi pas gue balik ada security yang bilang lo masuk ke tower gue!" Desis Brandon. Ouch, aku lupa jika aku akan membawa setidaknya dua plastik belanjaan jika pergi ke mall. "Ngapain lo kesana?! Karena gue yakin lo nggak ke tempat gue, karena bang Jamal bilang lo sama cowok!"

Brandon menatapku tajam, dan jika tatapan bisa membunuh, aku akan mati karena tatapannya saat ini.

"Gue ketemu temen gue." Aku menjawabnya singkat lalu membawa tas ku kedalam kamar, tentu saja Brandon akan mengikutiku. Aku melempar tasku ke ranjang, Brandon melempar dirinya ke ranjangku, dan aku masuk ke dalam walk-in closet untuk menghapus make up ku.

"Siapa temen lo yang tinggal di tower yang sama kayak gue? Sejak kapan lo punya temen cowok selain gue? Dion pindah ke sana?" Hatiku berdenyut nyeri saat mendengar nama Dion. Aku menggelengkan kepalaku untuk menghalau pikiran yang dapat membuatku bersedih.

"Jangan sebut nama Dion! Gue udah nggak ada hubungan apapun sama dia!" Ujarku dingin.

"Terus siapa? Devanno?" Saat itu pula aku menegang, dan Brandon berhasil menangkap gelagatku karena tak lama setelah aku menegang, Brandon langsung meraih pundakku dan membalikkan tubuh ku untuk berbalik ke arahnya. "Seriously, Keen?! Lo ketemu Devanno?!"

Suara Brandon menggeram bukti ia benar benar menahan amarahnya. Aku sudah mengira ngira dia akan seperti ini sejak awal. Sehingga aku hanya menutup mata dan menghela napas sebelum membalas ucapan Angry Brandon.

"We just had a dinner, Brandon. Bukan masalah besar!" Ucapku pelan. Namun yang ada ia malah mendengus kasar.

"Then what? Lo ngentot sama dia? Bener kan?!" Shoot! Brandon mengenaiku tepat pada jantung. Aku terdiam tak membalas ucapannya karena berbohong pada Brandon yang sedang seperti ini hanya akan membunuhmu.

"Ya Tuhan, Kirana. Lo bener bener ya!!! Gue udah... Argh!" Brandon berbalik dan mengacak rambutnya frustasi. Hal yang sangat jarang ku lihat dari Brandon sejak aku mengenalnya 13 tahun lalu. "I've reminded you, Kirana. Jangan nyesel sama apa yang akan terjadi nanti. Im done with you."

Dengan satu kalimat itu, Brandon beranjak dari apartemenku tanpa menatap ke belakang dan menutup pintu apartemenku dengan gebrakan.

Aku mengusap wajahku kasar. Semarah itukah ia sekarang? Lagi pula Devanno tak seburuk yang ia pikirkan, bukan?

•••

Aku berguling guling di sofa bedku. Tak tahu harus melakukan apa pada akhir pekan ini, karena biasanya ada Brandon yang menggangguku. Tapi itu adalah hal terakhir yang aku pikirkan di kepalaku karena kemarahannya tadi malam.

Dan ia akan terus begitu hingga aku yang datang padanya dan meminta maaf. Kami tahu, itu tak akan pernah terjadi dalam waktu dekat ini.

Aku bahkan lupa, kapan terakhir kali kami bertengkar hingga tak berbicara lebih dari 6 jam. Mungkin... saat kuliah, atau... saat tiba tiba aku memutuskan untuk meninggalkan Dion.

Urgh, aku langsung bangkit dan mengacak rambutku kesal. Untuk apa aku memikirkan Brandon bodoh itu?! Jika ia ingin marah biarkan saja! Dasar menyebalkan!

Aku meraih ponselku untuk melihat beberapa pesan dari Devanno. Aku tersenyum saat membaca pesan pesannya. Lalu aku beralih menekan aplikasi Tinder di ponselku.

Setelah asik melakukan swipe right, swipe left, aku teringat sesuatu.

Beberapa hari lalu, aku mendapat match baru dan belum sempat melihatnya.

Rob, 40.
5 miles away

Traveller. Father of two beautiful princesses, Louisa and Zara. Currently lives in Jakarta for 5 years.

Well, aku tak tahu jika tak sengaja aku men swipe right pada lelaki yang jauh lebih tua di atasku. But i dont mind, he seems a nice guy. Ku lihat lagi, ternyata ia juga mengirimiku pesan. Dan membaca pesannya, membuatku tak kuasa untuk menahan senyumku.

Rob: Halo, kamu bisa bahasa indonesia, kan? Because kamu lebih mirip orang latin. Salam kenal ya!

---

Gue gatau lagi stress banget jadi maba :( gabisa menyelesaikan chapter 13. Apa karena gue nganggur 2 tahun ya?
Question for this chapter: sampai sini menurut kalian gimana?

Xoxo,

26th of august 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top