10. Crazy Lunch

Lago buat chapter 14. Sabar ya update cepet kok

Happy reading ! ☺

---

10. Crazy lunch

Aku menatapnya, yang kemudian menciumku dengan lembut namun menuntut. Aku terus melenguh ketika ia terus menghentakkan bagian bawah tubuhnya di dalam intiku.

Ia melepaskan penyatuan kami lalu meraihku untuk duduk dipangkuannya berhadapan dengannya dan kembali menyatukan tubuh kami. Ia meraih tengkukku lalu menciumi leherku.

Entah sudah berapa kali aku merasakan pelepasan, sialnya aku masih ingin lebih. Damn, penisnya benar benar terasa pas di dalamku. Rasanya aku menginginkannya lagi dan lagi.

Ia menghentikan gerakannya di bawahku, lalu menangkup pinggulku untuk memintaku bergerak di atasnya. Dan tentu saja dengan senang hati aku melakukan apa yang dia mau. Aku bergerak keatas... kebawah... kadang maju mundur dan melakukan gerakan memutar, membuat dia mengerang tertahan bahkan memejamkan mata saat menikmatinya.

Tiba tiba saja ia membantingku kearah kasur, kini aku berada di bawahnya tanpa melepaskan penyatuan kami. Kurasakan penisnya makin membesar di dalamku pertanda ia akan melepaskan benihnya. Ia bergerak makin cepat dan mulai tak beraturan hingga akhirnya...

•••

Aku terbangun dengan keringat yang membasahi tubuhku dan... sesuatu yang basah di bawah sana. Wajahku memerah mengingat mimpi apa yang baru saja ku lihat di dalam tidurku.

Aku mengambil gelas air yang berada di nakasku dan langsung meminumnya sekali teguk hingga habis. Lalu menyeka keringatku. Aku meraih ponselku sebelum bergegas untuk pergi ke kamar mandi guna membersihkan diri.

Kemudian aku masuk ke walk-in-closet ku, dan mencari pakaian bersantai. Setelah semua selesai aku langsung bergegas ke dapur dan mengambil mangkuk untuk di isi dengan sereal favoritku, cocopops.

Baru saja aku duduk di sofa untuk melanjutkan sarapan, ponselku berbunyi. Ku lihat orang yang menjadi objek mimpi panasku menghubungiku sehingga tak sadar wajahku memerah saat mengangkat panggilan darinya.

"Good morning, Ms. Adreilla! Apa tidurmu nyenyak?" Sapa nya di sebrang sana. Aku berdeham sebelum menjawab ucapannya.

"Nggak ada kerjaan ya, pagi pagi udah telponin orang aja." Cibirku setengah bercanda, ku dengar kekehannya di sebrang sama.

"Masih galak, seperti biasa. Oh ya, hari ini kamu ada acara?" Tanyanya. Aku mengernyitkan dahiku, tumben nanya?

"Ada tapi nanti malem. Kenapa?"

"Would you mind if i asked you for lunch?" Tanyanya. Aku menahan diriku untuk tidak tersenyum. Lalu melanjutkan makanku setelah sebelumnya mengiyakan dan memutuskan sambungan telepon darinya.

Apa yang harus ku kenakan sekarang? Aku bergegas menghabiskan cocopops ku dan bersiap siap. Mengenakan sedikit polesan make up, dan merapikan alisku tentunya. Setelah itu mencari pakaian yang lebih layak untuk digunakan untuk day date. 

Oh tunggu. Kencan? Really, Keen?! Ini hanya sekedar makan siang biasa yang bahkan aku lupa untuk bertanya, dimana kita akan makan siang. Jadi ku putuskan untuk mengenakan pakaian yang sesuai untuk ku kenakan seharian.

Untungnya, ketika aku selesai bersiap siap, ponselku berbunyi. Aku langsung mengangkatnya dan berbicara sebelum ia mengucapkan apapun.

"Hai, kita mau makan dimana anyway? Terus would you mind if you pick me up?" Ku dengar ia tertawa di sebrang sana, membuatku sedikit kesal dan mendengus tanpa sadar.

"Whatever you like, princess. Dan aku udah ada di lobby apartemen kamu sejak... hmmm... 15 menit lalu?" Oh, shit!

"Tunggu gue 10 menit ya! Gue masukin barang ke dalam tas dulu." Akupun mematikan sambungan telepon dan berlari ke kamar penyimpanan tas dan sepatuku. Mencari warna yang senada dengan pakaianku, kemudian berlari kembali ke kamar untuk memasukkan dompet, powerbank, dan juga pakaian untuk berjaga jaga jika nanti malam aku menginap di hotel Gaby.

Tanpa mengunci pintu apartemenku, aku langsung menekan lift dan menghampiri Daniel yang sedari tadi menungguku di bawah.

•••

Apa apaan ini? Rasanya, aku ingin memukul kepala Daniel sekencang kencangnya sekarang.

I mean, BAGAIMANA BISA IA MENGAJAKKU LUNCH DI PENTHOUSENYA, BERSAMA DENGAN KAKAKNYA, yang secara tak langsung adalah orang yang juga sedang melakukan pendekatan denganku?!

"Aku nggak nyangka kamu kenal sama kakakku juga, Keen." Daniel memulai pembicaraan setelah kami selesai makan, dan beralih untuk duduk di ruang keluarga, dengan aku yang duduk di sebuah sofa yang berbentuk seperti bantal yang empuk.

"You're the second person who asked the same thing." Balasku datar, sesekali menatap kearah Rob yang sedang asik bermain dengan ponselnya.

"Siapa orang pertamanya?"

"Temanmu, yang kita temui di Foundeer beberapa minggu yang lalu, kau ingat?" Akhirnya Rob meletakkan ponselnya dan memilih untuk bergabung dalam pembicaraan kami.

"Ahh Brandon. Sudah berapa kali ku katakan bahwa ia adalah rekan kerjaku?" Katanya, menatap Rob kesal.

"Sama saja. Anyway, Keena apa kamu stay disini hingga malam? Kali ini, biar aku yang memasakkan makanan untukmu." Tawar Rob, kali ini aku menatapnya yang sedang menunjukkan wajah memelasnya yang sebenarnya sangat tak cocok untuk ukuran ayah beranak dua, tapi malah lucu untuk kulihat.

"Gue pengen sih, tapi..." Ponselku berbunyi, menunjukkan Gaby menghubungiku via facetime. Aku beranjak untuk pindah ke tempat lain guna mengangkat sambungan video call dari sepupuku yang paling banyak bicara. 

"Hi, coz. Where are you?" Pemandangan Gaby yang sedang bersantai di kolam renang hotel adalah hal pertama yang ku lihat saat ia menyapaku.

"My friend's house, why?"

Gaby menyernyit dan mengangkat kacamata hitamnya,"Since when you have another friend besides Brandon?"

Aku memutar mataku. Kesal dengan ucapan sarkasme dengan wajah datar yang di tunjukkannya. "I just want to tell you that tonight i'll be heading back home. My fiancé asked me to accompany him to royal dinner." Jelasnya.

"Jadi lo ngebatalin ladies night kita?" Ucapku sebal, tentu saja aku sebal. Aku sudah sengaja menolak ajakan Brandon yang saat ini melakukan weekend getaway sendirian ke Bandung.

"So, sorry Keena. Tapi aku nggak bisa menolaknya, its a royal dinner." Aku mendengar nada Gaby meringis tak enak disana. Biarkan saja lah, setidaknya aku bisa mencoba masakan Rob malam ini.

"Ok deh nggak papa, tapi janji sama gue next time nggak ada alasan lagi, ya." Ucapku mengalah.

•••

Setelah menikmati masakan Rob yang ternyata sangat lezat dan membuatku ketagihan aku duduk bersantai di sofa bersebelahan dengan Daniel. Aku memejamkan mata karena kekenyangan. Ternyata benar istilah yang sempat ku baca di instagram 'laper galak, kenyang bego.' Aku tersenyum sekilas saat mengingatnya. 

"Why dont you go out tonight?" Ucap Daniel entah pada siapa membuatku membuka mata.

"Why should i go out when my date is here, brother?" Rob menatapku, membuatku mencibir dan Daniel menatapnya tajam.

"Smooth, mas... too smooth." Ledekku pada Rob yang di balas kedipan mata jahil. Aku terkekeh melihat Daniel yang mendadak uring uringan. "Lo kenapa lagi misuh misuh kayak gitu?" Tanyaku jahil.

"Aku tidak tahu jika kalian terlalu dekat." Ia balik bertanya padaku dan Rob secara bergantian.

"Gue sama mas Rob nggak sedeket yang lo bayangin, pak." Kataku santai. "By the way, gue bosen. Are you guys subscribe to Netflix?"

Mereka mengangguk lalu membiarkanku untuk membuka fitur streaming film berbayar di smartTV nya. Entah sudah berapa lama kami menonton film absurd yang ku pilih secara acak hingga membuatku bosan.

Aku melirik ke arah Rob yang serius menonton, dan Daniel yang asik bermain ponsel. Seperti menyadari aku sedang memperhatikan mereka, Daniel yang masih duduk di sampingku, bahkan aku sedikit menyandar di pundaknya, menoleh dan tersenyum.

"Kamu bosen ya, Keen?" Aku mengangguk dan menguap. Membuat Daniel terkekeh lalu mengelus pelan rambutku. "Cuci muka dulu gih, Keen." Aku menuruti ucapannya dan berjalan ke toilet yang berada tak jauh dari ruang tamu.

"Kak, bagaimana jika kita bermain sesuatu?" Ucap Daniel lagi ketika melihat Film yang ditayangkan tadi sudah habis.

"What kind of games?" Tanyaku, Daniel hanya menyeringai dengan tatapan jahil. Lalu berjalan menuju mini bar dekat dapur, mengambil satu botol liquor yang masih disegel, dan tiga gelas shot.

"Truth or dare! Tapi, setiap kita mendapat kesempatan untuk bertanya, kita harus meminum ini," ucap Daniel sambil mengangkat botol liquor yang di pegangnya. "That means, setiap kesempatan, we drink 2 shots!"

Aku menatap Rob yang ternyata juga menatapku dengan pandangan bertanya. Aku tersenyum tipis dan mengangguk.

"Ayo deh. Dari pada kita gabut." Jawabku, kedua lelaki asing itu mengernyit namun tetap diam saat kami pindah untuk duduk saling berhadapan.

"Apa itu gabut?" Gumam mereka yang hanya ku balas dengan kekehan geli.

"Nggak perlu tau, udah pada tua. Mulai dari siapa, nih?"

---

Xoxo,
16th of October 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top