1 - How I Know Tinder

Dont forget to vote in Introduction part!
Happy reading!

1. How i know Tinder

"Ngapain tuh?" aku melihat Brandon sedang sibuk bermain dengan ponselnya saat aku kembali dari makan siang.

Dan... saat Brandon melihatku, ekspresi wajahnya berubah dan dengan segera menarik kursinya untuk mendekati kubikelku.

"Akhirnya  yang gue tunggu dateng juga," ucapnya. Aku mengernyitkan dahiku untuk  menunggu kelanjutan ucapannya. "Gue lagi mainin aplikasi yang cocok buat perawan eh, maksudnya cewek yang nggak laku laku kayak lo. Namanya Tinder, Keen." jelasnya.  Aku mendengus saat Brandon kembali mengejekku, namun sedikit penasaran  dengan aplikasi yang di sebutnya.

"Ngaca deh, nyet. Btw tinder itu games?" tanyaku.

Brandon  dan aku memang dekat. Aku mengenalnya saat kuliah, dan dia seniorku dan  sempat berada di beberapa kelas yang sama. Lalu tak di sangka, kami  kembali bertemu saat aku di terima di perusahaan advertising ternama saat aku kembali ke kota ku setahun yang lalu. Dan lucunya lagi, dia kembali menjadi  seniorku di sini.

"Its a dating app, Kirana.  Kayak aplikasi yang dulu sering kita mainin di kampus, hot or not. Tapi  cara mainnya beda gitu, swipe right for like and swipe left for not. Dan  kalo lo dan orang yang lo like sama sama swipe right... Tadaa!! You're  matched, and you can start to communicate." Brandon menjelaskannya  dengan perlahan, sambil mencontohkannya padaku.

"Terus?"  aku masih belum mengerti dengan penjelasan Brandon, walaupun kini aku  tertarik untuk mengunduh aplikasi itu di ponselku.

Mendengar ucapanku, Brandon menghela napas pelan sambil menadahkan tangan kanannya di hadapanku.

"Gini  nih, Jomblo kurang jatah emang suka lemot otaknya. Siniin hape lo, lo ada FB kan?" Gumam Brandon yang membuatku ikut menggerutu sambil  menyerahkan ponselku padanya.

"Kayak jatah lo cukup aja, nyet." Omel ku saat menyerahkan ponsel padanya. Dan kulihat Brandon melebarkan senyumnya.

"Dedek  gemes gue banyak ya di Foundeer, jadi titit gue hidupnya tentram."  ucapnya dengan santai dan tanpa malu mengelus selangkangannya di  depanku. Tentunya membuatku bergidik ngeri melihat kelakuan idiot yang  satu ini.

"Nah sekarang, lo log in deh via FB."  Ucapnya sambil kembali menyerahkan ponselku untuk memasukan email dan  password media sosial berlogo biru dan kembali menyerahkan ponsel padanya.

"Tuh liat kan lo. Ada logo x, love, bintang, sama petir? For x and love i  believe you're understand with that. Kalo logo bintang itu means super  like, okay? Now move. Liat di atas. Dari sebelah kiri ada logo orang,  api, 3 orang dan chat. Logo orang itu buat masuk ke dalam profile lo,  Keen."

Kali ini Brandon menjelaskannya dengan  perlahan. Dan akupun perlahan lahan mulai mengerti. Ia pun menyuruhku  untuk mengisi profileku, dan mengingatkan ku untuk tidak memberikan hal  hal pribadi seperti tempat kerja juga akun dan nomor pribadiku.

"Di  Tinder, banyak orang nggak bener, Keen. They could use your personal  info as something you dont want to know. Disana juga banyak ayam ayam  kampus yang suka jualan. Lo nggak mau kan di samain kayak pelacur pelacur murahan gitu kan?"

Hingga tiba tiba Bu Gita telah kembali  dari makan siang nya, membuat kegiatan kami terhenti sejenak untuk  melanjutkan pekerjaan yang tak terlalu menumpuk saat ini.

"Nanti balik sama gue, ya." ucap Brandon sebelum kami fokus untuk melanjutkan pekerjaan.

•••

Kini,  aku sudah berada di dalam mobil milik Brandon. Untungnya, hari ini aku  tak membawa kendaraan, sehingga aku tak perlu repot untuk kembali ke  kantor. Padahal apartemen kami hanya berada tak jauh dari lampu merah di  depan sana, namun karena letaknya berada di kawasan kemang, kami harus  lebih bersabar menikmati kemacetan ibukota demi menikmati ranjang empuk  di kamar.

Di tengah tengah kemacetan parah seperti ini, biasanya Brandon sering melakukan sesuatu untuk menghilangkan kebosanan.

"Keen, nyanyi dong." ucapnya sambil memindahkan channel radio. Aku menatapnya dengan sebal.

"Nggak  ah. Laper. Mendingan lo kasih tau tentang Tinder lagi deh." jawabku,  dan tentu saja ia mengiyakannya. Brandon sangat mengenalku, aku tak akan  berhenti bertanya jika masih penasaran. Dan itulah yang akan ku lakukan  saat ini.

"Mau kasih tau apa lagi sih, Keen?  Kan gue udah jelasin basic nya." ucapnya. Namun sedetik kemudian ia  menjentikkan jarinya. "Oh ya, di tinder lo bisa atur umur calon matched  lo. Lo bisa pilih brondong, atau om om." lanjutnya sambil terkekeh.

"Tapi  Keen, lo kan nggak suka brondong, ya. Yaudah lo cari om om aja sana.  Siapa tau ada paman kaki panjang yang mau beliin lo loubotin sol merah  yang lo pengen kemaren. Itu loh kayak buku online yang sering lo baca  kalo bosen, sugar daddy." Brengsek, Brandon. Akupun memukul kepalanya,  dan bukannya kesakitan, ia malah tertawa.

"Lo pikir gue segembel itu, hah?!" Kataku kesal, "Kan kalaupun gue lagi gembel, gue bisa ambil Amex lo buat belanja." Aku kembali terkekeh mendengar ucapanku sendiri.

"Bleh," Brandon memutar bola matanya. "Gue salah ngomong kayaknya."

Brandon benar benar tahu cara menghilangkan rasa bosannya.

•••

"Ini  lumayan, Keen. Swipe right, dong." ucap Brandon. Aku yang sedang  merebahkan diri di pahanya pun memilih untuk melihat profilenya terlebih  dahulu.

Devanno, 30
Less than a mile from you

Not looking for relationship. Lets have some fun.

Aku  mengernyit saat mengartikan 'fun' yang di maksud lelaki ini. Mungkin  yang di maksud adalah melakukan fun yang di lakukan oleh anak SMA saat  berkencan.

Dan yang ku lakukan selanjutnya adalah, mengikuti saran Brandon untuk menekan tombol love berwarna hijau di sebelah kanan.

•••

FYI, ini adalah isi bio cowok pertama yang kopdar sama gue dari tinder. Dan itu first impress gue saat doi bilang 'fun'. Karena gue di tinder juga bukan buat nyari jodoh hahaha

Xoxo,
20th of June 2017.
Dirgahayu kota Jakartaku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top