8.
Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
Rendra dan Naya sudah berada di dalam mobil. Rendra tidak langsung menjalankan mobilnya. Naya juga diam saja sejak berpisah dengan teman-temannya.
"Teman-teman kamu serem juga ya," komentar Rendra.
Walaupun selama bertemu dia memasang wajah sok cool, Rendra sempat kewalahan menanggapi serangan pertanyaan Loli dan Ghina. Untung saja Gladis bisa membantu membuat keduanya tenang.
"Hmm," gumam Naya sebagai jawaban. Matanya terpaku melihat ke arah luar jendela.
"Naya," panggil Rendra lembut.
"Iya?" sahut Naya. Ia menoleh.
"Are you really craving for my attention?"
Naya menghela napas panjang. "Aku juga baru tahu, Kak."
"Jadi, apa yang Loli bicarakan tadi, bener?" tanya Rendra sambil sedikit menunduk. Ia ingin melihat wajah Naya dengan lebih jelas.
Naya tersenyum tipis. "Mau yang dingin-dingin nggak, Kak? Tiba-tiba aku kangen Ciao Gelato di Gejayan."
Rendra melirik jam di dashboard mobil. "Masih ada waktu sebelum harus siap-siap ke Jakarta."
"Tapi kalau Kak Rendra mau pulang, nggak papa kok," sambung Naya.
Pasalnya, Rendra itu selalu menolak ajakan "nongki cantik" kalau memang tidak ada hal yang harus dibahas. Boro-boro pergi bareng, kirim pesan singkat aja kalau ada kebutuhan. Makanya, Naya tidak enak hati kalau Rendra jadi terpaksa menuruti keinginannya.
"Aku mau ice cream, kok," jawab Rendra. Dia mulai menurunkan rem tangan dan menyalakan mesin mobil. Rendra tersenyum sekilas. "Kita ngobrol-ngobrol ya."
Naya balas tersenyum. Gadis itu mengangguk.
"By the way, Kak," ucap Naya setelah mobil keluar dari tempat parkir. "Ice cream sama gelato itu beda lho."
"Tahu, kok," jawab Rendra. Pandangannya terfokus ke jalan. "Biar lebih mudah."
"Suka-suka Kak Rendra aja," ucap Naya.
Rendra tertawa kecil. Dia menyetir mobil dengan tenang.
Selama perjalanan tidak ada percakapan yang tercipta. Dari dulu Naya dan Rendra memang begitu. Tidak perlu banyak kata untuk memecah kecanggungan. Mereka nyaman satu sama lain dalam keheningan.
Mereka sampai dalam kurun waktu sepuluh menit. Dengan semangat Naya turun lebih dulu. Selain karena sudah lama dirinya tidak makan gelato, Naya excited karena ini pertama kalinya Rendra mau pergi jalan santai bersama dengannya setelah sekian lama.
Ingat lho ya. Bersantai. Nggak belajar, nggak ngomongin persiapan nikah. Murni membunuh waktu bersama.
"Kamu mau apa?" tanya Rendra yang sudah berdiri di balik punggung Naya.
"Bentar aku mikir dulu," ucap Naya.
"Kelamaan," ucap Rendra. "Aku baru masuk aja sudah tahu mau milih yang mana."
Naya menoleh ke belakang. Dirinya merengut protes. Kedua alisnya menyatu, bibirnya mengerucut.
Melihat hal itu Rendra malah tersenyum hangat. Tangannya bergerak menepuk-nepuk kepala Naya. Cowok itu mengedikkan dagunya, menyuruh Naya kembali memilih.
"Take your time."
Naya menurut. Dia kembali mengamati deretan gelato di balik kaca etalase.
"Saya mau rasa cinnamon, pakai cone," ucap Naya pada pelayan sambil tersenyum. Ia kemudian menoleh ke arah Rendra. "Kak Rendra mau apa?"
Rendra gelagapan. Dari tadi dia asyik mengamati wajah Naya dari samping.
"Saya pakai cup, campur yang cookies, matcha, sama coffee."
Dengan riang Naya berlalu ke kasir. Dia mau mengeluarkan dompet, namun sudah lebih dulu dibayar oleh Rendra. Naya senyum-senyum sendiri. Kedua tangannya menerima gelato miliknya dan milik Rendra.
"Duduk situ aja," ucap Naya sambil mengedikkan dagu ke arah dua kursi tinggi bersebelahan yang menghadap dinding.
Kepala Rendra berputar. Dia menunjuk satu meja kosong di dekat jendela. "Situ aja."
"Nggak mau," tolak Naya cepat. "Nanti Kak Rendra lihatin luar terus. Padahal tadi bilangnya mau ngobrol-ngobrol."
"Ya, kan, bisa ngobrol. Apa hubungannya sama tempat duduk?"
"Biar Kak Rendra fokus cuma lihat aku," jawab Naya enteng. "Ayo."
Rendra mengalah. Dia mengekor langkah Naya yang sudah hampir sampai di tempat yang ia pilih.
"Aku pegangin dulu," ucap Rendra sambil menjulurkan tangan merebut cup dan cone dari tangan Naya. "Tuh kan, kamu kesusahan naik. Tinggi lho kursinya."
"Nggak papa," jawab Naya. Dia berhasil duduk. "Mana sini?"
Rendra meletakkan cup gelato miliknya ke atas meja dan menyerahkan cone kepada Naya. "Aku ambil minum dulu."
Tak lama kemudian Rendra datang dengan dua gelas plastik kecil berisi air mineral. Ia meletakkannya di meja. Rendra berhasil duduk di kursi dengan mudah. Daripada menghadap ke arah dinding seperti Naya, Rendra lebih memilih duduk sambil melihat Naya yang saat ini sedang memakan gelatonya sedikit demi sedikit.
"Silahkan dinikmati, Kak. Keburu meleleh nanti," ucap Naya mengingatkan.
Rendra meraih cup berisi tiga jenis gelato miliknya. Ia memakannya dengan tenang.
"Sambil ngobrol ya, Kak," kata Naya.
"Makan dulu."
Naya berdecak. "Makan apaan sih? Ini tuh gelato. Kena lidah juga sudah lumer. Nggak bakal bikin tersedak."
"Naya," panggil Rendra. "Tersedak itu bukan cuma karena benda padat, cairan juga bisa. Ingat materi aspirasi paru pada anak? Itu sebagian besar karena susu. Susu itu apa? Benda cair. Jadi...."
"Stop!" Naya memutar bola matanya. "Okay, terserah Kak Rendra."
"Good girl," puji Rendra.
"Aku bukan anak kecil. Pujian kayak gitu nggak ngaruh ke aku."
"Jangan ngambek," ucap Rendra. Ia menyodorkan sendoknya yang berisi gelato matcha. "Nih, cobain. Suka matcha kan?"
Naya menoleh. Dia gengsi. "Nggak tuh. Kalau aku suka matcha, pasti aku pilih rasa itu."
"Ya sudah kalau nggak mau."
"Yah yah yah," Naya dengan cepat menahan tangan kanan Rendra sebelum suapannya masuk ke dalam mulut cowok itu. Naya membuka mulut. "Aaa."
Rendra tersenyum kecil. Ia menyuapi Naya. "Tuh, kayak anak kecil."
"Cuma ke Kak Rendra aja aku kayak gini," kata Naya. Ia membuka mulutnya lagi. "Aaa."
Rendra geleng-geleng. Dia menyuapi Naya lagi. Cowok itu mengedikkan dagunya ke arah gelato di tangan Naya yang mulai meleleh.
"Makan dulu yang di tangan," ucap Rendra.
Naya cepat-cepat menjilati lelehan susu sebelum jatuh ke meja. Yogyakarta sedang panas. Naya tidak ingin merugi sedikit pun kehilangan rasa dingin dari makanan di tangannya.
Rendra mengamati sambil tertawa kecil. Dia pun mulai menyuap gelato ke dalam mulutnya. Rendra makan dengan santai, tidak brutal seperti gadis di sebelahnya.
Naya memasukkan potongan wafer cone terakhir ke dalam mulut. Ia membersihkan sudut-sudut bibirnya dengan tisu. Jangan harap Rendra rela turun tangan berbuat romantis dengan menyapu sisa gelato yang belepotan. Cowok itu akan mengambilkan segepok tisu dan menyuruh Naya untuk membersihkan kekacauan yang ia perbuat sendiri. Jadi, daripada sakit hati berharap, lebih baik Naya melakukannya dulu sebelum diingatkan.
"Tadi Kak Rendra nyuapin aku pakai sendok yang sama?"
Rendra hanya mengangguk. Ia kembali sibuk menyuap gelato ke dalam mulut.
"Kita ciuman nggak langsung dong."
"Uhuk, uhuk."
Naya tertawa. Tangannya menepuk pelan punggung atas Rendra. "Tuh kan, tersedak nggak harus karena bicara saat makan. Kak Rendra nggak ngomong aja bisa keselek."
"Naya," Rendra menyingkirkan tangan Naya dari punggungnya. "Nggak usah mencari pembenaran dari musibah orang lain."
Naya meringis. Ia menyodorkan gelas minum pada Rendra. "Minum dulu, Kak."
"Aku baru tahu kalau kamu bisa jahil juga," ucap Rendra setelah menurunkan gelas dari bibir.
"Oh ya? Baru tahu?"
"Setelah dekat sama kamu maksudnya," ralat Rendra. "Setelah tunangan, kamu makin manja."
"Terus kenapa?" tanya Naya ingin tahu. Ia bertopang dagu melihat Rendra sibuk mengais sisa-sisa gelato di dinding gelas.
"Ya nggak papa," jawab Rendra. Ia mengangkat kepalanya. Pandangan mata mereka bertemu. "Aku jadi tahu sisi kamu yang lain."
Naya tersenyum manis. "Andaikan kita nggak ketemu, gimana ya Kak?"
Rendra balik tersenyum tipis. "Berarti salah satu dari kita nggak ada di dunia ini."
"Kok gitu?"
"Karena aku nggak bisa nemuin kamu, atau pun sebaliknya," jawab Rendra penuh arti. "Aku nggak kuat berandai-andai kalau kita ini nggak berjodoh."
Naya melting. Salahkan orang-orang yang tidak mengerti mengapa Naya bisa jadi seorang bucin Rendra. He is such a romanticist, in his own way.
Rendra membenahi posisi duduknya. Kini ia menghadap Naya. Raut wajah cowok itu berubah serius.
"Aku minta maaf kalau selama ini aku terlalu sibuk kejar cita-cita aku. Aku sampai nggak sadar kalau manjanya kamu, ngambeknya kamu, itu semua untuk cari perhatian. Maafin aku ya."
"Nggak papa, Kak. Aku ngerti kok," balas Naya sambil tersenyum menenangkan. "Aku bakal berusaha lebih baik lagi sebagai pendamping Kak Rendra."
"Langsung bicara kalau ada yang kamu mau."
"Iya, Kak Rendra."
Rendra menghela napas. Kepalanya menunduk.
"Aku nggak nyaman untuk skinship berlebihan di depan umum. Panggilan khusus terlalu cheesy untuk aku. Aku juga nggak bisa berkata-kata manis kayak orang lain," ucap Rendra. Ia mengangkat kepalanya. Naya sedang menunggu dengan sabar.
"Aku bakal berusaha keras bikin kamu bahagia. Aku akan terus memperbaiki diri. Bantu aku untuk lebih mengerti kamu ya, Naya."
Naya mengangguk. "Kita berjuang bersama ya."
Tatapan mata Rendra menghangat. Tangannya terulur menepuk puncak kepala Naya. "Iya, kita berjuang bersama."
Naya mau menepuk kepala Rendra, tapi sudah jelas itu nggak sopan. Tatapannya beralih ke punggung tangan kiri Rendra yang terjulur di atas meja. Namun gadis itu ingat bahwa Rendra tidak suka sensasi sentuhan kulit bertemu kulit sebelum menikah. Jangan hitung cekalan di pergelangan tangan untuk mencegah Naya pergi yang sering dilakukan Rendra jika gadisnya itu sudah ngambek.
Rendra terkekeh. Cowok itu dapat membaca isi pikiran Naya. Dia menunjuk bagian tangan kirinya yang tertutup lengan baju.
"Sini aja kalau mau pegang."
Naya meringis. Malu karena Rendra mengetahui niat awalnya.
Akhirnya Naya menurut. Ia memberikan tepukan pelan di tempat yang ditunjuk Rendra tadi. Gadis itu mengangguk kecil. Tak berani melihat ke dalam mata Rendra.
"You're doing great, Muhammad Rajendra. Terima kasih sudah bertahan sejauh ini, bertahan meskipun ada perbedaan pendapat."
Rendra tersenyum. Ia merasa bahagia. Naya menerimanya. Itu sudah cukup.
---
SIDE STORY
Naya: Kak Rendra, aku mau gelato lagi
Rendra: *menghela napas* *kesal* Nggak
Naya: Kenapa? :(
Rendra: Gigi kamu kan sensitif dingin, Naya
Naya: Tapi mau, Kak
Rendra: Kita makan pancake aja habis ini
Naya: Yey!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top