13.

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Genap seminggu Naya resmi menyandang status sebagai istri Rendra. Tidak banyak yang berubah, pria itu masih sering menyangkal ucapan-ucapan Naya dengan kalimat serius berisi data-data ilmiah. Rendra juga tetap suka belajar seperti biasa. Sehabis pulang dari rumah sakit, mau itu jaga malam atau tidak, dia akan langsung tidur. Bedanya, tiap hari ada yang memperhatikan pakaian dan makanan Rendra.

Naya tidak keberatan. Dia mengerti kesibukan sang suami yang belajar sekaligus memberikan pelayanan di rumah sakit. Lagipula mereka sudah nyaman satu sama lain. Walaupun lelah, Rendra akan meluangkan sedikit waktunya untuk makan bersama atau sekadar menemani Naya membuat komik sambil membaca buku.

"Kak, sudah cuci muka sikat gigi?" tanya Naya pada Rendra yang sedang duduk bersandar di headboard kasur. Di tangannya ada buku yang sedang ia baca.

Rendra mengangguk sebagai jawaban. Ia mengangkat wajahnya. "Kamu sudah minum vitamin?"

"Sudah dong!" balas Naya ceria. "Lampu ruang tengah aku matikan ya?" Rendra hanya mengangguk, ia kembali menunduk untuk membaca.

Naya naik ke atas kasur, di sebelah Rendra. Cewek itu menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Ia tidak ingin mengganggu Rendra dengan suara dari gawainya. Naya mau menonton Netflix dari tablet.

Melirik sekilas, Rendra kembali fokus dengan bahan bacaannya. Mereka sudah biasa menghabiskan waktu bersama tanpa perlu banyak bicara. Ada waktu sendiri untuk mengobrol.

Entah film apa yang saat ini sedang Naya tonton, Rendra lihat istrinya itu sesekali tampak menjauhkan tablet dari wajah. Tak jarang Naya menutup mata, atau bahkan menutup layar dengan tangan. Ngapain nonton kalau gitu? batin Rendra.

Dua puluh menit berlalu. Rendra tidak lagi curi-curi pandang. Naya juga tampak menikmati kegiatannya.

"AAAHHH!!!"

Naya melempar tabletnya ke atas kasur. Rendra yang duduk di sampingnya kaget. Walaupun tidak ikut menonton, pria itu ikutan teriak.

Naya menoleh ke samping, matanya masih melebar. Dia langsung menubruk tubuh kurus Rendra. Naya belum pulih dari rasa terkejutnya.

"Nonton apa, sih?" protes Rendra. Terdengar nada kesal dari suaranya, namun tangan kirinya tetap memeluk balik tubuh Naya. Renjun mengambil tablet Naya dengan tangannya yang lain dan menghentikan tayangan yang masih diputar.

"Forgotten, film Korea gitu," jawab Naya di dada Rendra.

"Horor?"

"Thriller sih tulisannya," jawab Naya. Dia mengangkat wajahnya. "Tapi tadi ada wajah jelek banget. Bikin aku kaget. Padahal aku sudah siap-siap bakal ada jump scare."

Rendra mengusap air mata Naya dengan kedua tangannya. Dia mau ketawa, tapi tidak tega. Saking takutnya, Naya sampai menangis.

"Kalau takut, jangan nonton."

Naya mengangguk. Dia menegakkan punggungnya. Naya mengusap telinga kanannya yang berdenging.

"Ini pertama kali aku teriak keras banget. Telinga aku sampai bunyi."

"Noise induced hearing loss?" tanya Rendra. Dia mengamati Naya dengan kening sedikit berkerut.

"Nggak sampai budek sih, cuma ngiiing gitu," ucap Naya menjelaskan.

Rendra mengulurkan tangannya. Ia ikut mengelus telinga kanan Naya. Pria itu tampak khawatir.

"Kalau nggak ilang-ilang, langsung ke dokter."

Naya meringis. "Ini sudah berkurang, kok."

Rendra geleng-geleng kepala. Ia mengambil tablet milik Naya dan meletakkannya di atas meja bersama dengan buku miliknya. Rendra kemudian mematikan lampu kamar, menyisakan pencahayaan remang-remang dari balkon.

"Sudah mau tidur? Aku belum selesai nonton."

"Belum kapok?" tantang Rendra pedas.

"Kan ada film lain," ucap Naya tak mau kalah.

Rendra berbaring di kasur. Dia menarik selimut. "Kalau nggak tidur sekarang, aku nggak mau peluk lagi."

"Curang," protes Naya.

Rendra tertawa kecil. Dia menarik tangan Naya hingga sang istri berbaring di sebelahnya. Rendra memeluknya erat, kakinya menjepit kaki Naya. Kini wanita itu berperan sebagai guling Rendra.

"Tidur," perintah Rendra.

Naya masih ingin protes, namun tak jadi. Rendra mencium keningnya lama. Senyum kembali terbit di wajah Naya. Suaminya itu selalu bisa memperbaiki mood-nya yang berantakan.

"Jangan bobo dulu," pinta Naya dengan nada imut.

"Mau ngapain?"

"Ngobrol-ngobrol."

Rendra tersenyum. Ia menyingkirkan rambut panjang Naya ke belakang.

"Hari ini ngapain aja?" tanya Rendra dengan suara lembut.

"Pagi aku ke rumah sakit, interview. Terus sore, aku bikin komik kayak biasa. Malamnya, nemenin Kak Rendra nih."

Renjun mendengus geli. "Gimana interview-nya?"

"Biasa aja. Hasilnya keluar bulan depan. Besok aku juga mau masukin berkas lamaran kerja ke klinik. Kesempatannya lebih besar."

Rendra manggut-manggut. "Konsultasi online gimana? Lancar?"

"Lancar dong!" jawab Naya semangat. "Lumayan kerja dari rumah, tetap ada penghasilan."

"Komik gimana?"

"Masih jalan. Update tiap seminggu sekali. Editor juga nggak banyak ngomel."

Hening. Rendra nggak tahu mau tanya apa lagi.

Tangan Naya terulur. Ia mengusap pipi Rendra.

"Kalau Kak Rendra gimana? Hari ini ngapain aja?"

Rendra berpikir sejenak. Ia mengingat tiap detail kegiatan yang seharian ini ia lakukan.

"Pagi ikut morning meeting residen kayak biasa. Terus, langsung jaga NICU. Ikut muter visit pasien. Laporan hasil lab. Bikin plan baru pasien. Ilmiah siang. Terakhir bikin template untuk follow up besok subuh," jawab Rendra. "Nggak ada yang menarik. Gitu aja terus kehidupan aku tiap hari."

"No, no, no," tolak Naya sambil menggeleng lucu. Ia kemudian tersenyum lebar. "Sekarang kan ada aku. Nggak monoton hidupnya."

Rendra tertawa. Ia mencium kepala Naya sekali lagi. "Iya, ada kamu yang nungguin aku pulang di rumah."

"Kalau aku sudah praktek lagi, aku nggak yakin kita punya banyak waktu untuk bertemu."

"Harus disempatkan dong," sela Rendra. "Hidup itu optimis, Naya. Pikiran yang sehat bikin tubuh jadi sehat."

Naya menangkup kedua pipi Rendra dengan tangannya. "Mulai deh. You're lecturing me again."

"Maaf, kebiasaan," ucap Rendra.

"Oh, iya, Kak Rendra," kata Naya teringat sesuatu. "Aku boleh ganti dari pil KB jadi suntik aja? Suntik yang pertiga bulan?"

"Kenapa mau ganti?"

"Biar mudah. Nggak ribet harus makan pil terus. Kalau Kak Rendra nggak ingatin tiap pagi, pasti aku sudah lupa."

"Sudah tahu konsekuensinya, kan?" tanya Rendra.

Naya mengangguk sebelum suaminya itu memulai sesi kuliah malam. "Haid jadi nggak teratur. Masih banyak yang lain. Tapi, kalau pakai pil kan, sama aja. Memang agak lebih mahal sih, tapi tingkat kegagalannya tuh lebih rendah daripada pil."

Rendra mengelus pipi Naya. "Kamu lebih nyaman kalau pakai suntik? Kamu kan takut disuntik?"

Naya meringis. "Makanya, aku pilih yang suntik tiap tiga bulan, bukan tiap satu bulan."

"Beneran? Nggak bakal nangis-nangis waktu mau disuntik?"

"Kan demi kita. Aku tahu Kak Rendra belum siap untuk punya anak dalam waktu dekat," ucap Naya meyakinkan.

Rendra mengangguk. Ia memeluk Naya dengan lebih erat. "Makasih sudah mau mengerti."

Naya menepuk-nepuk punggung Rendra. "Tidur yuk, besok berangkat pagi lho."

Rendra menjauhkan tubuhnya dari Naya. Ia membenahi letak selimut hingga dapat menutupi tubuh mereka berdua. Naya bergerak mendekat setelah Rendra kembali berbaring. Wanita itu melingkarkan tangannya di dada Rendra.

Rendra mencium puncak kepala Naya. Entah kecupan keberapa dalam satu malam. Rendra sedang bersikap sangat manis.

"Selamat tidur, Naya."

"Selamat tidur, Kak Rendra."

---

SIDE STORY

Rendra lagi malas-malasan di kasur, mumpung weekend, Naya lagi bikin komik. Rendra bosan, lihat HP Naya nganggur. Iseng ambil selfie, terus dijadiin lock screen. Waktu Naya tahu....

Naya: Kak Rendra yang pasang ini ya? *Nunjukin layar HP*

Rendra: *cuek* Iya. Daripada gambar cowok lain.

Naya: Itu gambar tokoh cowok di komik aku, Kak Rendra 😒

Rendra: Sama aja. Cowok. Bagusan foto aku.

Naya: Siapa yang dulu diminta kirim selfie aja susahnya minta ampun?

Rendra: *pura-pura nggak denger*

Naya: *cubit pipi Rendra* Lucu banget sih kalau cemburu 😘

Rendra: *pouting* cuddle dong

Naya: *laughing* Sini, sini

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top