12.
Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
"Practice makes perfect."
Rendra menoleh. "Did I hurt you?"
"Sedikit," jawab Naya. Ia kemudian ikut menoleh ke Rendra yang berbaring telentang di sampingnya. "Katanya sih kalau pertama kali memang agak sakit."
"I am sorry," sesal Rendra. "Aku harus apa?"
"Could you give me a warmest hug?"
Rendra tidak menjawab. Dia bergeser dan memeluk Naya tanpa perlu diminta dua kali. Dengan hati-hati Rendra melingkarkan lengan kanannya di atas perut Naya. Ia menyelipkan tangan kiri di bawah kepala sang istri, menjadikannya bantal.
Pria itu mengecup pelipis Naya. "Sudah nyaman?"
Naya mengangguk. Dia tidak banyak bicara. Matanya terpejam.
Melihat hal itu, Rendra jadi makin khawatir. "Beneran kamu nggak papa?"
"Padahal kita berdua dokter ya. Harusnya, sudah tahu ilmunya," ucap Naya. Ia membuka matanya perlahan. Naya tertawa kecil. "Kayaknya karena sama-sama gugup sih ini."
"Aku kurang pemanasan ya?" tanya Rendra. Dia jelas takut kalau sudah menyakiti wanitanya.
Naya tersenyum menenangkan. Ia mengusap rahang Rendra. "Nggak papa. Kan belajar bareng."
Rendra menciumi pelipis Naya berulang kali. "Aku sayang banget sama kamu."
"Aku juga sayang banget sama Kak Rendra."
"Mau aku bikinin kompres air hangat? Atau mau langsung mandi? Biar relaksasi otot-ototnya."
"Gini dulu aja, Kak. Aku mau dipeluk aja," ucap Naya. Ia sedikit mendongak. Rendra sedang memandanginya dengan tatapan khawatir. "Ngobrol dong, Kak."
"Kamu mau ngomongin apa?" tanya Rendra.
"Ehm, apa ya?" Naya berusaha mencari topik obrolan. "Kak Rendra nggak ada yang mau dibahas gitu?"
Rendra berpikir. Ia kemudian ingat dengan kartu undangan pernikahan mereka yang ditolak oleh Jeno. Sampai sekarang Naya masih enggan bercerita. Padahal Rendra penasaran setengah mampus.
"Aku mau tanya," Rendra berhenti sesaat. Pelukannya di perut Naya mengetat. "Tapi aku nggak maksa kamu untuk jawab sekarang."
"Mau tanya apa?" tanya Naya. Tangannya bergerak mengusap lengan Rendra.
"Kamu sama Jeno ngomongin apa waktu kita kasih kartu undangan pernikahan?"
Naya diam sejenak. Ia kemudian membenahi posisinya. Naya dan Rendra kini berbaring saling berhadapan.
"Penasaran banget ya?"
Rendra mengangguk. Raut wajahnya datar.
Naya tampak berpikir memilih kata-kata yang tepat. Ia melihat ke dalam mata Rendra.
"Kita menyelesaikan cerita yang masih menggantung dulu," jawab Naya jujur. "Kak Jeno sempat marah. Dia bilang, dia kalah cepat dari Kak Rendra. Rencananya dia mau melamar aku setelah aku lulus program S2."
"Serius?" tanya Rendra tak percaya. Jantungnya berdegup cepat. Apa jadinya kalau Rendra tidak langsung melamar Naya dulu?
Naya mengangguk. Dia tersenyum manis. "Ending-nya kan aku nikah sama Kak Rendra. Nggak usah takut gitu dong."
Tangan kanan Rendra terangkat. Dia menyingkirkan anak-anak rambut Naya yang menempel di dahi oleh keringat. Rendra meneliti wajah Naya penuh tatapan memuja.
"Jeno kan bikin kamu jadi anak bandel yang melanggar peraturan Kak Mark. Dua aturan lho, nggak boleh menjalin hubungan sebelum umur dua puluh tahun sama nggak boleh dekat-dekat Jeno."
Bibir Naya mengerucut. "Kan aku sudah kena karmanya. Jangan dibahas dong."
Rendra menunduk. Ia mengecup bibir Naya yang menurutnya sangat menggemaskan. Sekarang Rendra sudah bebas menciumnya. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya menahan diri saat dulu belum menikah dan Naya sering kali merajuk serta berbuat manja pada Rendra.
"Maaf," ucap Rendra.
Mata Naya seketika berbinar. "Eh iya, terus Kak Jeno kasih tahu aku sesuatu lho, Kak."
"Apa?"
"Katanya Kak Rendra sudah suka sama aku sejak aku awal masuk kuliah ya? Itu lho, botol multivitamin yang selalu Kak Rendra isi ulang, yang disimpan di laci dapur."
Telinga Rendra memerah. Dia lebih memilih memperhatikan rambut Naya daripada membalas tatapan wanitanya itu.
"Jawab dong, Kak."
"Iya."
Naya tersenyum lebar. Ia menyembunyikan wajahnya di dada Rendra.
"Kok bisa sih, Kak?" tanya Naya. Ia kembali mengangkat muka hingga dapat memandang mata Rendra.
"You're so lovely. Gimana aku bisa nggak suka?"
Naya meringis. "Memang aku ngapain sampai bisa bikin Kak Rendra suka?"
Rendra tersenyum. "Kamu senyum aja, aku berdebar kencang. Masih ingat nggak? Dulu aku sering nemenin kamu masak lho. Sarapan bareng, makan siang bareng, belajar bareng, belanja peralatan skills lab bareng, berangkat pulang kuliah bareng."
"Kita banyak melakukan hal bersama ya ternyata," ucap Naya menimpali.
Rendra mengangguk. "Sekarang lagi ya. Apa-apa bareng."
Naya tertawa kecil. Dia manggut-manggut.
"Waktu kamu kasih selamat dan bikin kue karena aku berhasil lolos tes asdos, aku makin yakin kalau cuma kamu yang aku lihat. Terharu banget aku waktu itu. Padahal Mama Papa biasa aja, tapi kamu sampai bikin perayaan kecil-kecilan untuk aku," jujur Rendra. Ia mengecup kening Naya. "Makasih ya."
"Aku nggak sadar kalau itu semua jadi kenangan manis untuk Kak Rendra."
"It means a lot," ucap Rendra. Dia mengusap kepala Naya. "Semua yang kamu lakuin untuk aku itu berharga, Naya."
Naya meringis. "By the way, Kak."
"Iya?"
"Aku mau mandi dulu sebelum tidur," ucap Naya.
Rendra mengangkat alis. "Sudah nggak sakit?"
"Sudah lumayan. Tinggal pegel sedikit."
"Mau aku bantu mandiin?"
"No way!" tolak Naya. Wajahnya memerah malu. "Aku bisa mandi sendiri."
Rendra tertawa. Dia mengecup kening Naya lama. "Bentar, aku ambilin bathrobe dulu."
Pria itu menyingkap selimut dan bangkit berdiri. Naya berpaling, dia masih malu melihat tubuh suaminya. Rendra langsung memakai celana training dan kaosnya lagi. Ia jalan ke lemari untuk mengambil jubah mandi berwarna putih.
"Mau aku pakaikan?"
"Aku bisa sendiri, Kak Rendra," ucap Naya. Terlihat jelas dia masih segan.
Rendra menurut. Ia meletakkan jubah mandi miliknya di pangkuan Naya. Pria itu duduk memunggungi Naya, memberikan waktu pada wanitanya untuk memakai bathrobe.
Naya beringsut turun dari atas kasur. Dia sudah mengenakan bathrobe kebesaran milik Rendra. Kalau Naya yang pakai, panjangnya jadi selutut.
"Kebesaran, Kak," ucap Naya. Dia melihat pantulan dirinya di cermin.
Telinga Rendra memerah. Wajahnya memanas. Naya terlihat sangat imut. Sepertinya Rendra akan sangat senang melihat istri mungilnya itu mengenakan pakaian miliknya.
Rendra menarik Naya untuk berdiri di depannya yang masih duduk. Rendra mendongak. Wajah Naya selalu cantik di matanya. Mau itu sedang senyum atau pun kucel lelah seperti sekarang.
Tangan pria itu melingkar di pinggang Naya. Rendra tersenyum.
"Kamu cantik banget sih. Kayaknya aku yang punya hobi aneh suka lihat kamu pakai baju aku."
Naya menutupi wajah dengan kedua tangan. "Jangan ngomong gitu. Aku malu."
Rendra tertawa kecil. "Buka dong, aku mau lihat wajah kamu."
"Nggak mau."
"Atau aku buka aja bajunya?"
Naya langsung memukul lengan Rendra. "Mesum."
Rendra meringis. Nggak main-main ternyata pukulan Naya. Pantas saja dulu Mark dan Hechan selalu mengeluhkan tabiat Naya yang satu itu.
"Aku mau mandi, minggir," usir Naya. Dia masih malu.
"Kok jutek sih sama suami sendiri?" goda Rendra. Ia bisa melihat pipi Naya semakin merah. "Mau cium dulu dong."
Naya mendaratkan bibirnya di pipi Rendra sekilas. Ia sudah mau kabur, tapi berhasil ditahan oleh lengan suaminya yang masih berada di pinggang.
"Bukan di situ. Di bibir."
Naya melihat bibir Rendra. Ia kemudian menggeleng. "Malu."
Rendra tersenyum. Tangan kirinya menarik pelan kerah bathrobe yang dikenakan Naya. Ia meminta Naya untuk merunduk. Dengan hati-hati, Rendra melumat bibir Naya. Hanya sebentar.
"Kamu mau aku bikinin makanan?" tawar Rendra saat ia melepaskan tautan bibir mereka.
Naya mengangguk. "Omelet aja."
"Nggak bisa masak omelet," ucap Rendra. "Telor ceplok?"
"Telor dadar, kalau gitu."
"Okay," ucap Rendra. Ia menguraikan lengan, membebaskan Naya dari kungkungannya. "Mandi yang bener ya."
---
SIDE STORY
Kelamaan nungguin Naya mandi, Rendra curi-curi kesempatan makan duluan
Naya: Kak Rendra, itu punya aku kok dimakan :(
Rendra: Ada punya kamu juga kok, sini makan
Naya: Mana? *duduk di seberang Rendra*
Rendra: *Kasih piring isi kentang goreng sama telur* Kurang nggak?
Naya: Cukup. Makasih Kak Rendra :)
Rendra liatin Naya makan lahap, masih pakai bathrobe juga
Naya: Kenapa Kak? Kok nggak lanjut makan?
Rendra: *masih senyum* Nggak papa, kamu gemesin. Enak?
Naya: *blushing* *ngangguk*
Rendra: Enak banget? Kamu semangat gitu makannya
Naya: Laper, tenaganya habis :(
Rendra: *ketawa* *elus kepala Naya* Habisin. Aku mandi dulu ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top