It is Beautiful : 7
Aku tahu Joe tidak suka dirinya diatur. Tapi, Gabriel membentak bukan berarti dia sedang memarahi Joe. Gabriel hanya memberikan perhatiannya sebagai seorang kakak. Sebenarnya, Gabriel sayang kepada adiknya. Namun, Joe tidak mengerti. Mungkin inilah yang menyebabkan mereka tidak terlalu dekat.
"Joe, biar aku beritahu padamu. Sebenarnya, kakakmu itu tidak memarahimu. Dia hanya ingin kau menjadi orang yang baik," kataku sambil melepaskan pegangannya di lenganku dan berhadapan dengannya.
Kedua alis Joe menurun. Dahinya mengerut sempurna. Tatapannya tajam. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Kedua pipinya menggembung. Oh, beginikah kalau Joe sedang kesal? Haha! Lucu sekali.
"Kenapa Sica begitu yakin kalau Kak Gabriel tidak memarahiku?" tanya Joe.
"Karena Gabriel adalah kakakmu, Joe," jawabku. "Dia sayang padamu. Percayalah."
Joe membuang muka. Sepertinya dia juga mulai kesal padaku. Aku harus mengatakan itu padanya agar dia tidak salah paham mengenai semua yang Gabriel lakukan untuknya.
"Kalau dia sayang padaku, kenapa dia sering membentakku?" Joe masih tidak mengerti, tapi aku akan berusaha membuatnya mendekati Gabriel.
"Tentu saja dia akan membentakmu jika kau melakukan suatu kesalahan. Ya, seperti kau mengejek Genta melompat dari jendela. Atau, mengatakan kalau mulut Gabriel itu bau. Semua yang kau ucapkan kepada mereka itu sama sekali tidak baik. Jadi, Gabriel membentakmu agar kau tidak lagi membuat kesalahan tersebut," jawabku sambil mengacak-acak rambutnya dengan gemas. "Oh iya, boleh aku tanya berapa umurmu? Tinggimu terlihat sama denganku."
"O-oh, jadi, Kak Gabriel tidak marah padaku?" tanya Joe sedikit mengarahkan wajahnya ke arahku. "Umurku 15 tahun."
Astaga, rupanya dia lebih muda dibandingkan diriku. Aku pikir dia seumuran denganku. Dan, sepertinya Joe mulai paham dengan perkataanku. Tinggal sedikit lagi untuk membuatnya yakin.
"Tentu saja tidak. Untuk apa dia marah padamu? Aku saja tidak tega memarahimu," jawabku sambil mencubit pipi kanannya.
"Eh? Si-Sica! Sakit!" Joe melepaskan cubitanku dan mengelus pipinya tanpa melihatku. Mukanya memerah. Dia malu padaku, ya? Haha! Manisnya.
"Hahaha! Kau terlihat imut, sih. Jadi, apa kau masih kesal kepada kakakmu?" tanyaku.
"Emm ... sepertinya tidak," jawab Joe.
"Kalau begitu, hampiri dia."
"U-untuk apa?"
"Seharusnya kau tahu sendiri untuk apa kau mendatangi kakakmu. Ayo, cepatlah sebelum dia melompat keluar dari jendela juga."
"Kak Gabriel tidak mungkin mau melompat dari jendela!"
"Hahahaha!!"
Joe mengalihkan pandangannya ke arah Gabriel. Kelihatannya dia memang ingin menghampiri kakaknya itu. Tapi, dia tampak ragu untuk mendekat. Dia kembali melihatku. Mukanya kembali memerah.
"A-aku malu," kata Joe membuatku kembali tertawa mendengar alasannya.
"Kenapa kau malu? Tidak apa-apa, cepat hampiri dia. Aku akan melihat kalian dari sini saja," ucapku sambil menepuk pundaknya.
Joe mengangguk. Dia pun melangkah maju ke arah Gabriel yang masih membelakanginya, jadi Gabriel tidak mengetahui kalau Joe sedang mendekatinya. Sampainya Joe di dekat Gabriel, dia menyentuh pundak Gabriel.
"Kak."
Mendengar Joe memanggil dan merasakan pundaknya disentuh, Gabriel membalikkan badannya menghadap Joe. Aku berjalan agak mendekat agar aku bisa melihat mereka lebih jelas.
"Joe?" Mata Gabriel berkaca-kaca, seperti ingin menangis.
"Apa semua yang dikatakan Sica itu benar? Kak Gabriel---"
Joe tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena terkejut dirinya tiba-tiba dipeluk oleh Gabriel.
"Aku sayang padamu, Joe. Bukankah Ibu dan Ayah sudah berkata padaku untuk selalu menjaga dan mengajarimu? Tidak dikatakan pun aku akan melakukannya untukmu."
Joe menangis. Aku jadi ikut menangis karena terharu. Ternyata ada kasus yang seperti ini. Apa yang terjadi pagi ini, memberiku pelajaran baru. Meskipun aku adalah anak tunggal, aku mengerti apa yang Joe rasakan. Dia tidak suka dimarahi atau diatur. Tapi, Gabriel melakukan itu karena dia sayang. Aku jadi iri dengan Joe. Dia punya kakak yang perhatian. Sedangkan aku tidak punya kakak ataupun adik.
Mereka berhenti berpelukan dan melihat ke arahku secara bersamaan. Kenapa mereka diam sambil melihatku seperti itu? Dan juga mereka mulai melangkah ke arahku. Terasa aneh dan menyeramkan jika aku lihat. Mau apa mereka?
"H-hei! Kalian kenap---eh?!"
Mereka memelukku tanpa mendengarkan apa yang ingin aku katakan. Ada apa? Aku bingung, kenapa dua pangeran ini memelukku? Tolong jangan membuatku bingung.
"Terima kasih, Queen," ucap Gabriel di telinga kananku.
"Terima kasih, Sica," ucap Joe di telinga kiriku.
Mereka terlalu berlebihan sampai memelukku bersamaan seperti ini. Tapi, aku senang sudah membuat mereka bersatu. Aku menyentuh punggung mereka, membalas pelukan hangat yang mereka berikan. Senyumanku menandakan kesenanganku atas bahagianya kedua pangeran ini.
"Tetaplah akur seperti ini, oke?"
Mereka pun menyudahi pelukan. Gabriel tersenyum sambil menyeka air matanya. Sedangkan Joe memegang lenganku dengan wajah yang riang gembira.
"Umur Sica berapa?" tanya Joe.
"17 tahun," jawabku.
"Itu berarti, aku harus memanggilmu Kak Sica!"
"Hehe, tidak apa-apa jika kau mau memanggilku secara langsung."
Panggilan baru lagi aku dapatkan dari pangeran Avalous. Selain Princess dan Queen, aku juga tidak terbiasa dipanggil kakak. Rasanya membuatku risih. Mungkin karena tidak pernah dipanggil seperti itu sebelumnya dan belum terbiasa.
"Kak Sica."
"Ya?"
Aku terkesiap ketika Joe memberikan sebuah kecupan di pipiku. Seperti tersengat, pikiranku sementara menjadi kosong. Kembali sadar, aku memegang pipiku sambil melihat Joe dengan tatapan kaget. Joe tersenyum manis padaku.
"Aku juga sayang Kak Sica."
Kata-kata seperti itu saja mampu membuatku tersentuh. Aku seakan-akan merasa punya adik yang sangat sayang terhadap kakaknya.
Tiba-tiba aku menyikut lengan Gabriel yang ada di sampingku. Dia juga tercengang ketika dia melihat Joe mengecup pipiku.
"Aw! Kenapa kau menyikutku?" tanya Gabriel heran seraya merintih kecil.
"Aku iri padamu. Kau punya adik yang sayang padamu. Sebagai seorang kakak, kau memberikan jalan yang benar untuknya karena kau juga sayang padanya," jawabku. "Apa rasa iriku terhadapmu ini adalah salah?"
"Iya, bahkan sangat salah," jawab Gabriel membuatku langsung merengut. Gabriel tertawa dan menyentuh puncak kepalaku, "karena kau tidak menyadari bahwa di sekitarmu ada orang yang sayang padamu meskipun mereka bukanlah kakak atau adikmu."
Aku terdiam. Gabriel benar. Dari mendengar kata-katanya, aku menyadari diriku sudah egois karena iri padanya. Kenapa aku harus iri? Ibu dan Ayah menyayangiku. Lalu ada Miss Delisa yang juga sayang padaku. Joe juga mengatakan kalau dia sayang padaku. Hm, kalau Gabriel?
BRAK!!
Suara pintu ruang makan yang terbuka begitu kencang seperti didobrak membuat kami bertiga terkejut. Mengerikan sekali, siapa yang membuka pintu? Aku mendengar sebuah sepatu berkeletok keras karena beradu dengan lantai bersamaan dengan munculnya seseorang dari pemilik suara sepatu tersebut.
Aku merasakan sihir jahat mendekat. Apa sihir ini berasal dari orang asing yang melangkah masuk ke sini? Gabriel sudah siap dengan pedangnya. Begitu juga Joe telah siap dengan belati putihnya. Mereka berdiri membelakangiku untuk melindungiku. Sepertinya akan terjadi sesuatu.
"Apa kalian sudah selesai sarapan? Kalau sudah, apa kita bisa bermain-main?" Suaranya terdengar laki-laki. Aku pikir yang datang adalah seorang wanita.
"Pangeran Kanta Apolous, ada apa kau datang ke istana ini? Apa kau ingin mengusik kerajaan ini lagi? Ibumu sudah menangkap raja dan ratu Avalous! Bebaskan mereka!" ucap Gabriel tampak sangat marah.
Oh jadi, yang menangkap raja dan ratu Avalous adalah kerajaan musuh yang bernama Apolous? Aku pernah mendengar tentang Apolous. Kerajaan itu terkenal kejam dan sangat kuat. Istana mereka dikelilingi oleh sihir ilusi. Aku tidak tahu bagaimana sihir ilusi itu. Yang jelas mereka adalah penyihir jahat.
"Ha! Seperti biasa kau membuatku tertawa, Pangeran Gabriel. Kaulah yang paling peduli terhadap kerajaan ini dibandingkan dengan saudara-saudaramu. Aku terkesan," ucap lelaki bernama Kanta itu.
Aku bisa melihat dirinya dengan jelas walaupun agak terlindung oleh Gabriel dan Joe. Kesal sekali melihat dirinya begitu tampan. Rambut dan pakaiannya sama-sama hitam kecuali pada kemejanya. Matanya bercorak coklat. Hei, dia melihatku.
"Tentu kami semua peduli dengan Avalous! Tidak usah banyak bicara, sebaiknya kau pulang ke istanamu dan suruh ratu Apolous brengsek itu untuk melepaskan raja dan ratu Avalous!" pekik Gabriel semakin keras.
"Jangan terburu-buru. Aku bisa saja melepaskan kedua sejoli itu tanpa menyuruh ibu tercintaku, tetapi dengan syarat harus menyerahkan gadis cantik yang ada di belakang kalian itu kepadaku. Bagaimana?"
Apa?! Dia mau menukarkan raja dan ratu Avalous dengan menyerahkan diriku padanya?! Licik sekali. Tidak mungkin semudah itu mereka menyerahkan raja dan ratu Avalous dengan cara membawaku padanya. Pasti ada rencana tersembunyi di balik syarat tersebut.
"TIDAK MAU! KAU PIKIR KAMI AKAN MENYERAHKAN KAK SICA BEGITU SAJA? JAWABANNYA ADALAH TIDAK!" teriak Joe kepada Kanta. Dia melangkah lebih maju dibandingkan Gabriel sambil mengarahkan belatinya ke arah wajah Kanta. "Jangan sekali-kali kau berani menyentuhnya. Lihat apa yang akan aku lakukan jika kau berniat mendekatinya."
"Joe!" Aku takut jika Joe akan terjadi apa-apa ketika dia berdiri sangat dekat dengan Kanta. Aku ingin sekali menghampirinya, tapi Gabriel menarik tanganku dan merengkuhku.
"Jangan ke sana, dia sangat berbahaya. Tetaplah bersamaku."
"Tapi, bagaimana dengan Joe? Aku takut dia akan terjadi apa-apa!"
"Jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja. Kau tenanglah. Lihat saja apa yang akan Joe lakukan."
Kanta menatap tajam kepada Joe. Senyumannya begitu jahat membuatku semakin khawatir kepada Joe. Aku mohon jangan terjadi apa-apa padanya.
"Oh? Kau pangeran termuda, kan? Berani juga kau."
DOR!
Tiba-tiba sebuah peluru dari pistol emas yang dikeluarkan Kanta dari dalam jasnya terdengar mengejutkan jantungku. Tidak. Joe! Bagaimana jika dia tidak bisa menghindari peluru itu? Dia bisa mati!
"JOE!!"
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top