It is Beautiful : 44

Sudah satu minggu kami menghabiskan waktu melatih sihir kami menjadi lebih kuat untuk berjaga-jaga kalau Ratu Apolous sulit untuk dikalahkan. Setiap aku memikirkan dia, mimpi waktu itu entah kenapa selalu membuatku teringat. Di mana diriku melihat keempat pangeran Avalous tewas dan diriku yang juga sedang terluka parah. Dan yang melakukan hal mengerikan itu adalah Ratu Apolous.

Sebenarnya aku tidak tahu apa maksud mimpi itu. Tapi jika itu adalah tanda, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan melindungi mereka dan menjadi lebih kuat. Tidak peduli jika itu adalah ibunya Kanta, tetap saja aku harus menghentikannya jika dia tidak mau menyerah dan tetap mengurung Raja dan Ratu Avalous.

Besok kami memutuskan untuk berangkat ke Apolous dan memulai rencana. Kami sudah menyusun beberapa rencana jika rencana pertama gagal. Kami juga akan membawa uang untuk menginap di Apolous sebelum nanti akan pergi ke istananya. Kami akan merusuh secara perlahan.

"Gabriel, sebenarnya buku apa yang kau baca dari kemarin?" tanyaku penasaran.

Kebetulan aku melihatnya duduk di bawah pohon sambil membaca buku tebalnya dengan tenang. Dia selalu membaca buku seolah-olah buku adalah barang yang paling menarik baginya.

Gabriel mendongak ke arahku yang tengah berdiri di dekatnya. Dia tersenyum lembut padaku. "Kau penasaran? Aku selalu membaca buku untuk menikmati waktu luangku. Kau pasti akan bosan karena tulisannya yang begitu panjang."

Aku terkekeh malu mendengar ucapan Gabriel. Aku memang tidak suka membaca buku karena menurutku membosankan. Tapi melihat Gabriel yang selalu membaca, kadang membuatku berpikir untuk menanyakan sesuatu padanya mengenai buku apa yang dibacanya.

"Apa yang menarik di dalam sana?" tanyaku sambil mendekat dan duduk di sampingnya. "Bukankah di dalamnya hanya ada tulisan?"

Gabriel menggeleng. "Tidak juga. Di dalamnya juga terdapat gambar yang mengaitkan cerita di dalam buku ini. Tergantung buku apa yang kita baca. Sekarang aku sedang membaca sebuah buku fiksi yang menarik perhatianku. Kadang membaca juga bisa membuatku tertidur."

"Buku fiksi? Ceritakan kisahnya padaku," pintaku dengan penasarannya terhadap buku yang dibaca Gabriel. Aku tertawa kecil. "Aku pernah membaca sambil tertidur. Waktu aku di kelas sedang dalam pelajaran, aku tertidur karena membosankan."

Gabriel tertawa mendengar ceritaku. "Kau memang tidak suka membaca rupanya." Dia membuka salah satu halaman dan menunjukkan salah satu gambar yang ada di dalam buku tersebut. "Ini adalah gambar di mana tokoh utama sedang masuk ke dunia lain."

Aku memperhatikan gambar yang Gabriel tunjuk. Seketika aku merinding. "Kau sedang membaca buku horor?" tanyaku dengan pandangan terkejut.

Gabriel langsung tertawa. Apa dia sangat senang menertawakanku? Kadang dia menyebalkan juga. "Ya, aku pertama kali membaca buku seperti ini. Rupanya seru juga. Aku jadi menyukai cerita-cerita horor. Kau mau mendengarkan ceritanya, kan? Akan aku ceritakan sekarang."

"Tidak! Jangan ceritakan padaku. Aku berubah pikiran. Silakan kau kembali membaca dengan tenang, oke?" Buru-buru aku beranjak dari dudukku untuk segera pergi dari tempat nongkrongnya membaca buku horor. Gabriel yang melihat tingkahku kembali tertawa kecil. Pipiku memerah karena malu. Dia memang menyebalkan.

"Mungkin lain kali aku akan membaca buku bertema romantis saja," ucap Gabriel dengan senyum yang habis tertawa itu entah kenapa membuatku sejenak tertarik pada pesona seorang pangeran tampan yang manis. Hanya saja karena menyebalkan juga sama seperti Ades dan Genta, membuat bayangan terpesonaku menghilang dengan cepat.

Aku menatapnya dengan datar. "Tidak perlu. Membacalah buku yang sesuai dengan kesukaanmu daripada membuatku agar terus duduk di dekatmu. Aku sekarang harus waspada karena kau mulai menyukai horor."

Gabriel menutup bukunya. "Awalnya aku tidak tahu juga buku ini ternyata buku cerita bertema horor. Padahal aku sedang mencari buku bertema fantasi. Kau tahu kan walaupun aku mulai menyukai horor karena tak sengaja menemukan buku ini, aku masih tidak suka dengan semua koleksi boneka milik Joe. Mereka lebih menyeramkan daripada cerita yang ada di dalam buku ini."

Ah iya, aku jadi teringat Gabriel tidak bisa dekat-dekat dengan boneka Joe karena menurutnya menyeramkan. Bahkan Gabriel bisa langsung stres dan sakit kepala jika terus berlama-lama ada di dalam kamar Joe untuk suatu alasan. Pernah juga aku mengerjainya dengan boneka pemberian Joe dan itu membuat Gabriel marah padaku. Ah, memang waktu tidak terasa berlalu dengan cepat. Bahkan mungkin sebentar lagi misiku akan segera selesai.

"Hmm, padahal mereka tidak menyeramkan. Mereka terlihat manis dan lucu," ucapku berpendapat berbeda dengannya. Gabriel memgangkat kedua bahunya.

"Bagi kalian tidak menyeramkan. Menurutku menyeramkan. Seandainya boneka-boneka itu bisa hidup dan membunuh kita semua, pasti kau akan beralih ketakutan." Sepertinya Gabriel mulai suka berkhayal mengenai sesuatu yang mengerikan sesudah membaca buku horor.

Aku tertawa kecil. "Kurasa begitu?" Kembali mendekatinya, aku duduk lagi di sampingnya karena dia sudah menutup bukunya. "Gabriel, kau menguasai sihir es sejak umur berapa?" tanyaku.

Gabriel melihat ke atas langit biru yang sedikit tertutup dahan dan dedaunan pohon yang subur. Sepertinya dia sedang mengingat masa lalu tentang dirinya pertama kali mengenal sihir. "Sejak umurku menginjak 5 tahun, aku sudah bisa sedikit menguasai sihir es, karena sewaktu kecil aku senang bermain dengan kekuatan sihirku."

Aku mengangguk mengerti. Mataku melihat ke arah tanganku sendiri. "Sayangnya sihirku tidak bisa dimainkan seperti itu, karena sihirku berbahaya bisa membuat kekacauan."

"Ah, benar. Itu karena kau menguasai sihir petir. Tapi menurutku itu sihir yang keren," puji Gabriel membuatku menatap ke arahnya tidak mengerti. Dia tersenyum. "Partner sihirmu bernama Indra karena dia keturunan dari Dewa petir, kan? Makanya kau menamakannya Indra. Hanya saja dia roh dari masa depan. Roh yang suatu saat akan turun ke bumi karena dilahirkan pada puluhan tahun kemudian nanti."

Aku membalas senyumannya. " Iya. Aku senang dengan kekuatan sihir yang aku kuasai sejak kecil. Bahkan bisa mendapat roh sihir yang begitu baik seperti dirinya. Gabriel, menurutmu saat dia akan menjadi manusia seperti kita suatu hari nanti, apa dia masih mengingatku?"

Gabriel awalnya diam menatapku. Kemudian dia tersenyum hangat padaku. Dia mengangkat tangannya menuju pucuk kepalaku dan mengelus rambutku dengan lembut.

"Kalau kalian terikat sangat kuat, aku rasa dia akan tetap ingat padamu. Entah dengan cara apa dia akan memikirkanmu. Misalnya seperti lewat mimpi atau pun bisa saja dia bertemu dengan reinkarnasimu," jawab Gabriel.

Mataku seketika berbinar menatap Gabriel. "Reinkarnasi? Berarti di masa berikutnya ada yang akan mirip denganku dan berteman dengan Indra?"

Gabriel mengangguk. "Hu um. Itu bisa saja. Atau mungkin bahkan di masa itu nanti tidak hanya Indra dan reinkarnasimu saja. Ada reinkarnasiku dan yang lainnya juga. Mungkin disitu kita akan dikumpulkan kembali meski dengan cerita yang berbeda," jawab Gabriel.

Walaupun itu hanya sebuah kemungkinan yang dibuat Gabriel, tapi rasanya aku cukup senang mendengar cerita itu. Jika itu benar-benar terjadi, apa yang akan terjadi di masa depan, ya? Aku penasaran.

"Gabriel, aku sebenarnya pernah bermimpi buruk tentang kalian berempat. Sebelumnya, aku hanya menceritakan ini kepada Leila partner sihirnya Kanta," ujarku kepada Gabriel yang membuatnya menatapku terkejut.

"Bermimpi buruk? Apa yang terjadi di mimpimu, Queen?" tanya Gabriel yang terlihat khawatir. "Kenapa kau baru sekarang ingin menceritakannya padaku?"

Aku menunduk. "Maafkan aku, Gabriel. Aku ingin menceritakannya kepadamu dan yang lain, tapi aku takut dengan menceritakan mimpi burukku kepada kalian, mimpi itu akan menjadi kenyataan."

"Itu tidak benar, Queen." Gabriel mendekat untuk meraih tanganku. "Mimpimu memang buruk. Tapi tidak salah kau menceritakannya kepada kami. Karena kau memimpikan kami, dengan cepat kau harus memberitahu kami tentang mimpimu. Katakan bagaimana isi mimpimu? Pelan-pelan saja tidak usah terburu-buru," tanya Gabriel.

Aku mengangkat kembali kepalaku dan melihat Gabriel menatapku serius menungguku menceritakan mimpi burukku kepadanya. Sebentar aku melihat tanganku digenggam oleh tangan Gabriel yang sedikit lebih besar daripada tanganku. Perhatian dari Gabriel membuatku sedikit tenang. Dia pasti tahu aku sedang takut sekarang.

Aku harus menceritakannya segera. Mungkin dengan tahunya mereka mengenai mimpi burukku, mereka bisa membantuku mengubah takdir jika mimpi itu benar-benar sebuah tanda.

"Apa??" Kanta terkejut setelah mendengar cerita tentang mimpi burukku dari Gabriel. Dia mengusak gusar rambutnya. Perasaanku jadi tidak enak melihat reaksinya.

Di sore itu, kami semua berkumpul di ruang tengah istana. Setelah aku menceritakan tentang mimpi burukku kepada Gabriel siang tadi, Gabriel langsung bertindak untuk memberitahukan ini kepada semuanya termasuk Kanta. Semuanya tampak terkejut begitu mereka mengetahui hal tersebut.

"Aku yakin ini sebuah tanda untuk kita semua. Terutama untuk kami berempat dan juga Queen. Ratu Alta kelihatannya lebih kuat. Kita harus benar-benar waspada karena dia menguasai sihir ilusi," ucap Gabriel kepada semua yang ada di sini. Dia menatap ke arah Kanta. "Dan untuk mencegah agar kematian di mimpi itu tidak terjadi, hanya Kanta yang bisa membantu kita untuk mengubahnya."

Kanta tampaknya mulai frustasi. Dia mencoba untuk mencari cara agar Ibunya tidak bisa membunuh keempat pangeran Avalous dan diriku. Mengingat pedangku malah menusuk ke arahku, membuatku sedikit takut. Jika itu kenyataan, sudah pasti aku gagal menyelesaikan misiku dan juga gagal menyelamatkan kerajaan Avalous.

"Aku rasa berpikir terlalu keras tidak akan menghasilkan jalan keluar," ucap Ades tiba-tiba. Dia bangkit dari tempat duduknya. "Kalau kita diam saja seperti ini, apa itu akan mengubah sesuatu?"

"Tapi itu hanya mimpi, kan? Jika itu memang tanda, kita hanya perlu mengubah rencana," kata Joe dengan santai sambil mengupas apel merah dengan belatinya lalu menggigit apelnya.

"Adikku Joe benar. Rencananya kita ubah sedikit saja, kurasa akan memberikan kita peluang besar untuk mengalahkannya." Genta juga ikut bersuara.

Aku mendengarkan semua suara dari para pangeran Avalous. Sepertinya mereka benar. Kita tidak perlu banyak khawatir dan ubah rencana saja. Ades benar, berpikir keras tanpa mendapat jawaban hanya akan membuang-buang waktu. Lebih baik sekarang mengubah rencana untuk besok.

Fox menyandarkan dirinya di kursi empuk. "Aku bingung kenapa tidak ada aku dan Kanta di dalam mimpimu," ucap Fox kepadaku. "Bukankah nanti aku dan Kanta juga ikut membantu?"

Setelah kupikir-pikir, benar juga yang dikatakan Fox. Di mimpi itu, hanya ada empat pangeran Avalous, aku dan Ratu Alta. Kenapa tidak ada Fox dan Kanta? Mungkinkah waktu itu mereka juga sedang dalam bahaya atau telah dihabisi, aku tidak tahu. Semoga saja bukan itu yang akan terjadi.

Aku menggeleng. "Aku juga tidak tahu, Fox. Mungkin di saat itu kita terpisah," balasku menjawab.

"Di saat sudah sampai di Apolous nanti, aku akan mencoba bicara dengan Ibuku. Meski Ibuku akan menolak dengan apa yang aku katakan," ucap Kanta. "Pokoknya rencana kita harus berhasil. Jika sudah tidak memungkinkan, kita harus mundur dulu."

Kami semua setuju dengan ucapan Kanta. Nanti malam kami harus menyiapkan apa yang akan dibawa nanti ke Apolous. Joe akan menyiapkan perbekalan yang akan dibantu oleh Zata. Gabriel membawa uang untuk membayar penginapan di sana nanti. Sisanya membawa diri dan senjata seperti pedang untuk berjaga-jaga.

Malam ini kuharap aku bisa tidur dengan nyenyak.

To be continue ⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top