It is Beautiful : 40

Sebenarnya, apa yang sedang dipikirkan Genta sekarang? Aku tidak mengerti kenapa dia menghilang tiba-tiba begitu. Jika dia masih ada di istana, kenapa dia tidak terlihat juga setelah aku mengelilingi seluruh istana ini?

Aku berhenti berjalan dengan napas terengah-engah karena terlalu lama berlari mengelilingi istana. Memegang dinding sebagai tumpuan sementaraku menstabilkan diri yang setengah bermandikan keringat. Istana ini memang sangat besar dan luas. Tidak heran gadis sepertiku akan merasa lelah setelah mengelilingi seluruh tempat ini. Bahkan aku lebih suka mengelilingi rumahku saja.

"Masih belum ketemu?" tanya Fox cukup mengejutkanku karena baru tahu dia ada di sampingku. Menyadari keterkejutanku, dia sedikit menunduk. "Maaf mengejutkanmu."

Aku tersenyum padanya. "Ah, tidak apa-apa. Iya, dia tidak ada di mana-mana. Aku bingung harus mencarinya ke mana lagi," jawabku lalu menghela napas. "Aku tidak mengerti."

"Kau yakin sudah memeriksa semua tempat di sini?" tanya Fox lagi.

"Iya, aku rasa sudah semua. Dia sudah seperti ditelan bumi," jawabku frustasi. "Kita harus ke mana lagi mencarinya?"

"Kita tidak perlu mencarinya ke mana-mana," jawab Fox dan itu membuatku bingung dengan ucapannya. Bagaimana aku bisa menemukan Genta jika tidak bergerak untuk mencarinya?

"Maksudmu?" tanyaku linglung.

"Kau bisa menggunakan sihirmu, kan? Gunakan sihirmu untuk mencarinya," jawab Fox datar.

Aku melongo seketika. Tentu saja! Kenapa tidak kepikiran dari tadi? Jika ada sihir, kenapa harus berlari ke sana ke mari mencari Genta yang tidak tahu ada di mana dia sekarang? Bodohnya aku baru terpikirkan.

"Kau benar, Fox! Astaga, kenapa tidak terpikirkan dari awal?? Kau genius, Fox!" seruku menepuk sekali sebelah pundak Fox.

Fox menghela napas dan setelah itu dia tersenyum padaku. "Berarti, kau tahu sihir apa yang bisa membuat kita tahu di mana Genta sekarang?"

"Mmm ... Tidak tahu," jawabku sekaligus dengan tatapan memohon meminta bantuan kepada Fox.

Fox kembali memasang ekspresi datarnya. "Aku pikir kau tahu."

"Dan aku pikir kau tahu sihir apa yang paling tepat untuk menemukan Genta. Iya, kan?" ucapku dengan masih tatapan yang sama. Aku harap Fox tahu sihir apa yang bisa membantu kami menemukan Genta.

Fox terdiam sejenak mendengar ucapanku dan ekspresinya seperti tengah memikirkan sesuatu. "Aku akan melakukannya, tapi dengan satu syarat."

Aku bingung dengan ucapan Fox. Kenapa harus pakai syarat? Tapi aku tidak menanyakan itu. Yang paling penting sekarang adalah Genta. Aku takut dia sedang dalam bahaya atau diculik. Ya walau sebenarnya tidak terlalu begitu khawatir.

"Apa syaratnya?" tanyaku.

"... Kalau kau sudah menyelesaikan misimu, aku ingin kita bertemu di sekolah dan belajar sihir bersama," jawab Fox serius.

Ucapan Fox membuatku tertegun beberapa saat. Entah kenapa perasaanku senang apalagi melihat Fox menatapku antusias dan menunggu jawabanku. Ekspresinya berubah begitu aku menganggukkan kepala tanpa berpikir panjang.

"Tentu saja, Fox. Aku baru ingat kita satu sekolah. Kita satu angkatan, bukan? Kita bisa belajar sihir dan mengerjakan tugas bersama. Itu akan sangat menyenangkan. Tapi, aku juga punya syarat untukmu. Jangan nakal. Kau harus menjadi murid yang baik di sekolah dan tidak lupa menjadi seorang pangeran yang mengikuti aturan di dalam istana. Jangan melakukan hal kekacauan yang membuat kedua orang tuamu khawatir. Bagaimana? Setuju?"

Fox terlihat senang. Ia tersenyum manis padaku. Itu membuatku agak terkejut. Apa sebahagia itu dia sekarang? Dia mengangguk pasti. "Terima kasih, Nona. Apa boleh ... aku memanggilmu Sica?" tanyanya.

Aku tertawa kecil. "Siapa yang melarang? Kau boleh memanggilku dengan nama itu karena itulag nama panggilanku. Lagipula, panggilan 'nona' terasa aneh menurutku," jawabku. Apalagi panggilan yang dibuat oleh Ades, Gabriel dan Genta. Mereka terlalu berlebihan. Kalau Joe tidak karena dia memanggilku dengan sebutan 'kakak'. Ah dia yang paling manis, meski kadang bisa menjadi menyeramkan. "Ah iya, cepat sekarang kau pakai sihirmu agar kita bisa tahu di mana Genta sekarang."

Fox mengiyakan dan tanpa membuang waktu lagi dia mulai mengeluarkan kekuatan sihir dari tangannya. Aku terkesima begitu melihat ada cahaya dari telapak tangannya membentuk cahaya bola sihir yang membentuk seperti batu bola kristal biru. Sihir ini tidak salah lagi adalah sihir level S yang sangat sulit dipelajari. Sihir yang bisa dikeluarkan tanpa bantuan tongkat atau pun alat mendukung sihir lainnya. Ini jarang kulihat kecuali Miss Delisa yang sering menunjukkannya kepada para muridnya untuk memberikan materi di kelas.

"Wah!" Aku sontak berseru begitu melihat ada sesuatu yang muncul di bola kristal tersebut. Ada sosok bayangan yang tidak asing di dalam sana. "Itu Genta! Di mana dia itu? Kenapa agak gelap?"

"Kurasa dia sedang bersembunyi di suatu tempat yang tertutup," prediksi Fox membuatku berpikir keras di mana dia bersembunyi sekarang. "Hmm aku tahu di mana dia bersembunyi."

Aku terkejut Fox bisa menebaknya. "Benarkah? Di mana?"

Fox menghilangkan sihir bola kristalnya dan segera berjalan. "Tidak jauh dari sini. Dia ada di dalam istana. Ikut aku."

Aku heran dengan para pangeran Avalous. Mereka kadang selalu membuat masalah setelah masalah sebelumnya telah selesai. Contohnya seperti kembalinya pertengkaran antara kakak adik yaitu tidak lain adalah Gabriel dan Joe. Mereka sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah. Namun kasus yang tidak jelas baru-baru saja ini adalah kenapa Genta selalu tidak terlihat dan malah menghilang. Aku pikir dia kabur dari istana karena tidak tahan dengan kedua adiknya atau diculik oleh penyihir yang tidak punya pekerjaan lain selain membuat masalah. Aku khawatir misiku menyelamatkan kerajaan Avalous tidak akan pernah selesai.

"Genta, kenapa kau sembunyi di lemari? Dari mana saja kau? Kami mencarimu," tanyaku kepada Genta yang sedang duduk memeluk lutut di dalam lemari kamarnya sendiri.

Genta tidak menjawab. Dia hanya diam tanpa menatapku ataupun Fox yang sedang berdiri di sampingku. Sebelumnya, aku tak menduga kalau Genta bersembunyi di dalam lemari,

"Ada apa, Genta?" tanyaku sekali lagi.

Genta semakin menghindari tatapanku begitu aku mencoba mendekatinya. Aku terdiam dan mencoba membujuknya untuk keluar dari lemari. Tapi Genta tetap bersikeras untuk tetap di dalam.

"Tinggalkan aku sendiri." Genta akhirnya bersuara. Kata-katanya membuatku khawatir. Ada apa dengannya sekarang? Aku tidak bisa meninggalkannya. Aku perlu tahu kenapa dia jadi begini. Biasanya dia selalu ingin didekati ataupun mendekat padaku.

Aku menoleh kepada Fox memberikan tatapan yang memiliki maksud untuk meninggalkan kami berdua dulu. Fox mengangguk tanpa bertanya dan berjalan tenang keluar dari kamar Genta.

"Kau kenapa? Ceritalah padaku. Atau tidak kau makan malam dulu. Perutmu pasti lapar sekarang," ucapku memberikan perhatian padanya yang sebenarnya tak ingin kulakukan, karena Genta hampir sama genitnya dengan Ades. Cuma untuk sekarang aku harus melakukannya agar dia bisa bercerita padaku.

Genta terus menatap ke bawah dan tidak menjawab. Aku mulai jengkel sekarang. Tanganku bergerak menggapai pipi kanannya yang tirus dan putih, bagaikan sesuatu yang mudah rapuh aku berhati-hati menyentuh wajahnya. Begitu terangkat oleh tanganku, akhirnya dia membalas tatapanku. Bola mata hijaunya tampak sedih, membuatku menatapnya kasihan. Aku tersenyum lembut padanya dan menggenggam tangan kosongnya.

"Aku rasa kau tidak demam. Tapi tidak baik jika kau terus bersembunyi dan menghindari orang lain. Aku ingin tahu apa yang menjadi masalahmu sekarang. Bolehkah aku mengetahuinya?" ucapku berusaha meyakinkannya kalau aku akan membuatnya merasa lebih baik. Jika tidak berhasil, aku tidak tahu lagi dengan apa aku harus membuatnya keluar dari lemari.

Genta tampak ragu. Namun gerakannya yang perlahan beranjak dan keluar dari lemari membuatku terkejut bercampur lega. Dia mendengarkanku. Dia juga tidak melepaskan tangannya dariku. Mungkin dengan cepat aku akan mengetahui alasannya bersikap tidak biasanya.

Aku tetap tersenyum lembut padanya dan menariknya duduk ke sudut kasurnya. Sampai sekarang dia tidak bersuara lagi. Aku menghela napas pelan dan mencoba membujuknya lagi untuk bicara tanpa memaksanya.

"Ada masalah apa, Genta? Aku tak pernah melihat kau seperti ini. Kau mau cerita? Kalau iya, ceritakanlah dan pelan-pelan saja. Aku akan mendengarkanmu," tanyaku lembut.

Genta kembali menatapku sedih. Dia tampaknya menimbang-nimbang untuk menceritakannya padaku atau tidak. Aku tidak akan memaksanya, tapi jika dia ingin menceritakannya padaku, aku akan mendengarkannya.

"Princess, aku adalah orang yang paling buruk dan tidak berguna. Aku tidak bisa melakukan hal yang istimewa ataupun membantu seseorang. Aku merasa tidak berguna di dunia ini. Bahkan aku tidak bisa membuat adik-adikku berbaikan. Kau bahkan tidak menyukaiku juga. Aku tidak bisa melakukan apa yang kalian bisa. Aku juga ingin bisa melakukannya. Seperti berdansa, bermain catur, atau bahkan memasak. Tapi, sekeras apapun aku belajar aku tetap tidak bisa menguasainya. Princess, aku benar kan?"

Aku tidak menduga dengan apa yang barusan kudengar dari mulut Genta. Menyampaikan apa yang Genta pikirkan di dalam hatinya dengan mata yang menahan air mata, perasaanku menjadi perih. Genta tidak benar. Genta tidak seburuk itu. Meski banyak kekurangan, setiap orang memiliki kekurangannya juga.

"Tidak, Pangeran. Itu bukanlah sesuatu yang sangat buruk, melainkan adalah dirimu yang sebenarnya, Genta," balasku dan menangkap tatapannya yang bingung mencari maksud. Aku tersenyum dan segera menghiburnya dengan mengelus rambutnya. "Aku tahu kau tidak bisa berdansa, bermain catur ataupun memasak. Tapi, kau adalah Pangeran Genta Avalous. Kau adalah anak kedua dari empat bersaudara dari kerajaan Avalous. Dan pasti kau adalah orang yang begitu penting bagi kedua orang tuamu dan juga saudara-saudaramu. Mereka menyayangimu dan pasti tidak akan rela jika kau tidak ada di sini. Dan aku pun juga. Siapa bilang aku tidak menyukaimu? Kami semua menyukaimu, Genta. Apapun kekuranganmu, kami terima karena kita menerima kekurangan masing-masing. Kau paham maksudku, kan?"

"Ta-tapi ... Tapi aku merasa terlalu banyak kekurangan daripada kalian semua."

"Terus kenapa?"

Genta terdiam mendengar pertanyaanku. Dia membuka mulut namun tak ada satu patah kata yang keluar. Dia pasti bingung harus menjawab apa. Aku tertawa kecil dan beranjak dari dudukku.

"Genta, aku akan memilihmu untuk bertarung dengan partner sihir milik Miss Delisa, dengan syarat kau harus menghapus perasaan burukmu itu." Telunjukku menunjuk tepat ke dadanya. Secara drastis perkataanku mengubah mimiknya.

"Ha-HAH?!" Genta begitu terkejutnya sampai berseru keras. Dia beranjak dari duduknya dan menghampiriku dengan tatapan tidak percaya. "Princess, apa kau tidak bercanda? Tapi, bukankah aku tidak pantas untuk mendapatkan posisi itu?"

"Kau mau atau tidak?"

"Mau!"

Pertanyaanku sukses membuatnya jujur dalam seketika. Genta menutup mulutnya dengan tangan setelah sadar menjawab pertanyaan cepatku tadi. Aku tertawa jahil dan senang dia bersedia menyerahkan dirinya untuk bertarung malam ini.

"Jawaban itu anggap saja sebagai janjimu tidak menganggap dirimu tidak berguna lagi. Genta, kau aku dan semuanya punya kekurangan masing-masing. Jadi, kau tidak usah berpikir kalau kau lebih buruk daripada orang lain, karena kita saling menerima apapun kekurangan kita. Ingat itu, Genta."

Genta seperti ingin menangis. Dia mengangguk dengan ekspresi senang bercampur haru. Aku tersenyum senang melihatnya membaik.

"Aku senang kau kembali, Genta. Oh iya, kau belum makan malam. Ayo ke ruang makan. Aku juga tadi belum sempat menyuap makananku. Setelah mengisi tenaga, kita bisa pergi ke Famagisa bertemu Miss Delisa," ajakku.

Genta mengangguk lagi dan tersenyum manis kepadaku. "Terima kasih, Princess. Malam ini aku akan makan dua piring."

Aku tertawa sambil berjalan beriringan bersamanya keluar dari kamar Genta menuju ruang makan istana.

Akhirnya aku telah memilih salah satu pangeran Avalous untuk mendapatkan kalung mutiara sihir dari Miss Delisa. Kuharap Genta bisa mengalahkan partner sihir Miss Delisa dengan partner sihirnya yang belum kuketahui wujud dan jenis sihirnya. Sebelumnya partner sihirku Indra pernah bertarung dengan partner sihir Miss Delisa. Hasilnya Indra kewalahan.

Tidak, kau pasti bisa. Aku percayakan kemenangan padamu, Genta, batinku yakin.

PRANG!!

Sesuatu terdengar berisik sekali di dalam ruang makan istana. Dengan perasaan khawatir aku dan Genta melangkah lebih cepat masuk ke dalam sana.

"Awas, Princess!"

Aku tidak tahu apa yang membuat Genta bersuara seperti itu setelah kami masuk ke dalam dan berdiri di depanku seolah sedang melindungiku. Refleks aku menutup mataku beberapa saat dan kupikir tubuhku masih baik-baik saja. Tapi bagaimana dengan Genta?

"Genta, ada apa?" Penasaran, aku membuka mataku dan menangkap Genta yang bertubuh tinggi berdiri membelakangiku beserta ada sebuah piring di tangan kanannya.

Ingin mengetahui apa yang sedang terjadi, aku berjalan ke depan dan melihat betapa hancurnya ruang makan saat ini. Piring, gelas dan peralatan makan lainnya bertebaran di mana-mana dan ada juga yang sudah pecah. Meja makan juga sudah sangat berantakan. Apa yang sudah terjadi?

"Terjadi perang mendadak antar dua saudara," ucap Fox yang tiba-tiba ada di sampingku. Entah sudah berapa kali Fox selalu muncul secara mendadak di dekatku. Ada sebuah mangkuk terpasang di kepalanya. Entah kenapa dia tampak lucu sekali dengan wajah datarnya. "Di sini berbahaya, Sica. Sebaiknya kau keluar dulu."

"Keluar? Tidak. Aku harus menghentikan mereka. Siapa yang berkelahi di sini?" tanyaku cepat.

Aku memandang sekitar lalu berhenti ke dua orang bangsawan yang sedang saling berpandangan musuh. Ah, seharusnya aku tahu siapa yang berkelahi sekarang.

"Joe! Gabriel! Berhenti berkelahi! Kalian merusak peralatan makan dan membuang makanan kalian! Lihat apa yang kalian lakukan!" bentakku dari tempatku berdiri, membuat mereka bersamaan menoleh ke arahku.

Ya, masalah berdatangan lagi.

"Jangan ikut campur, Kak! Kami sedang menyelesaikannya," balas Joe ke arahku dan kembali menatap kakak kandungnya sinis.

Menyelesaikan bagaimana? Jelas-jelas bukannya berbaikan, malah semakin menjadi-jadi dan membuat kekacauan.

"Kau adik nakal. Seharusnya kau mendengarkan apa yang kakakmu ini katakan. Sebaiknya kau minta maaf sekarang sebelum aku melakukan sesuatu," ucap Gabriel dingin kepada Joe. "Aku akan membakar boneka-boneka menyeramkanmu."

Joe menggeram marah. "Aku akan melukai Kak Gabriel kalau Kakak berani melakukan itu!" Tangannya mengambil dua garpu dan melemparnya ke arah Gabriel.

Gabriel dengan mudah menangkis dua garpu itu dengan piring kosong. Kemudian dia membalasnya dengan melempar kursi makan.

Joe menghindarinya dan mendekat cepat ke depan Gabriel ingin melukainya dengan belati kesayangannya. Aku sontak berteriak melihat itu dan untungnya Gabriel menahan serangan itu dengan tangannya. Hampir saja belati itu mengenai lehernya.

"Kurang cepat." Gabriel merendahkan. Wajah Joe memanas kemarahan. Mereka menjauh dan saling melempar alat makan lagi.

Siapa yang bisa menghentikan kedua pangeran ini berkelahi? Aku takut mendekati mereka bahkan mereka tidak mendengarkanku. Ades dan Kanta tidak ada di tempat kejadian. Kelihatannya mereka sedang berada di suatu tempat untuk bermain catur. Indra dan Leila juga tidak ada di sini. Aku bingung dan berusaha mencari celah untuk menghentikan mereka berkelahi.

"Genta, apa yang harus kita la ... Eh di mana dia?"

Aku tidak sadar Genta tidak ada di sampingku sekarang. Ke mana dia?

"Dia di sana." Fox menunjuk ke mana Genta pergi, yaitu ke tengah-tengah mereka berdua yang sekarang sedang berada dalam jarak dekat yang ingin saling melukai. Ah, itu kan berbahaya. Genta bisa terluka.

"Genta! Jangan ke sana! Berbahaya mendekati mereka yang sedang ganas seperti itu!" seruku memberitahunya, namun Genta tidak mendengarkan.

Genta berjalan tenang dan santai sekali ke arah Gabriel dan Joe. Menyadari kehadiran orang lain, mereka menoleh ke arah Genta, lengah untuk saling menyerang dan tiba-tiba saja Genta membuka lebar kedua tangannya dan langsung memeluk kedua adiknya sekaligus.

Seketika pemandangan itu membuatku terkejut. Fox kelihatan bingung melihat situasi tersebut.

"Wow, apa yang sudah terjadi? Ada perang kaca? Kenapa aku tidak diajak?" Suara Ades terdengar dekat masuk ke dalam ruang makan. "Beauty, siapa yang menang?"

To be continue



Terima kasih para pembaca It is Beautiful yang masih menunggu lanjutan cerita tidak berfaedah ini yaaaa (T^T)(T^T) kuharap kalian masih betah menunggu, karena rencananya aku akan segera melanjutkannya terus sampai TAMAT. Jadi tunggu bagian selanjutnya, ya! (≧0≦) Sekali lagi terima kasih atas support dan komentar kalian~ Mohon maaf jika ada kesalahan dalam cerita dan keterlambatannya update cerita ini *sujud*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top