It is Beautiful : 39
Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan sekarang adalah yang sudah terjadi atau diriku yang hanya tegang saja karena baru bangun. Dari apa yang Leila ceritakan, jika yang aku pikirkan benar-benar telah terjadi, rasanya aku ingin menyiksa Ades sampai dirinya berhenti tertawa aneh.
Kenapa memang?" tanya Leila. "Kenapa kau sampai berteriak begitu?"
"Hahh ..." Aku menghela napas, menenangkan diri. "Tidak apa-apa. Oh iya, bagaimana hasil tes Zata dari Genta?" tanyaku mengingat Zata.
"Hasil tesnya lulus. Dia menang bermain catur 3 kali," jawab Leila.
Hah? Jadi, Genta melakukan tes bermain catur dengannya 3 kali?? Aku heran kepadanya yang kelihatannya tidak terima dirinya kalah. Padahal jelas saja siapa yang akan jadi pemenang sebelum permainan dimulai pun.
"Wah, itu bagus! Berarti Genta menerima Zata bekerja di istana ini. Selanjutnya, dia akan dites oleh pangeran Avalous berikutnya, bukan?"
"Iya. Tapi karena harinya sudah sore, Pangeran Ades akan mengetes Zata besok," jawab Leila tenang.
"Oh, jadi besok Ades yang akan mengetes Zata," gumamku. "Ah, aku tidak sabar ingin memberi selamat kepada Zata. Dia ada di mana sekarang?"
Leila tersenyum. "Hm, sebaiknya kau mandi saja dulu."
Aku tertawa kecil. "Ide yang bagus, Leila."
"Baiklah, aku pergi dulu. Ingin mengembalikan buku ini ke perpustakaan."
Leila pamit dan berjalan keluar dari kamarku. Setelah melihatnya telah menutup pintu, aku beranjak dari kasurku dan segera bersiap mandi. Hari ini aku tidak perlu membasahi rambutku. Malam ini juga aku akan kembali ke Famagisa untuk memberikan jawaban kepada Miss Delisa. Tidak ada waktu untuk mengeringkan rambut jika aku membasahi rambutku saat mandi.
Tapi, mana pangeran Avalous yang harus aku pilih?
⚡
"Putri."
Suara tak asing itu memanggil namaku disaat aku berjalan mencari Zata. Aku berhenti berjalan dan berbalik melihat sosok yang memanggilku.
"Zata!" Aku tersenyum lebar. "Selamat, ya! Kau berhasil lulus tes yang diberikan Genta," ucapku kepada Zata.
"Terima kasih. Besok aku akan dites oleh Pangeran Ades. Semoga aku bisa melewatinya dengan baik," kata Zata disertai senyumannya yang manis.
"Sama-sama. Kau pasti bisa melakukannya, Zata! Aku selalu mendukungmu!" seruku memberikan dukungan dan semangat kepada Zata.
"Terima kasih, Putri. Hanya kaulah yang memberikanku dukungan seperti ini. Aku sangat senang." Lelaki berkulit sawo matang di depanku ini terlihat bahagia, terlihat dari wajahnya yang berseri-seri. "Ngomong-ngomong, sebentar lagi malam, kan? Kapan jam makan malam kalian?"
"Biasanya kami akan makan malam sekitar jam 8 malam," jawabku.
"Kalau begitu, apa boleh aku memasakkan hidangan makan malam untuk kalian semua?"
"Tidak boleh!"
Aku terkejut begitu saja mendengar seruan tajam dan sinis itu di dekat kami. Setelah aku lihat, ternyata dugaanku benar.
"Joe?" Pangeran keempat Avalous rupanya berdiri tak jauh di belakangku. Aku penasaran bagaimana keadaannya setelah dia memilih waktu untuk sendirian setelah marah dengan kakak ketiganya. "Kenapa tidak boleh?"
"Karena masakanku jauh lebih enak," jawab Joe langsung. Matanya kemudian menatap tajam ke arah Zata. Kurasa dia masih tidak suka dengan keberadaan Zata di istana. "Kudengar kau lulus dari Kak Genta payah, kan? Setelah Kak Ades, aku yang akan mengetesmu. Dan sebelum itu, aku tidak ingin kau menyentuh dapur istana sehelai rambut pun! Kalau kau berani menyentuh dapurku, aku akan—"
"Hei hei adikku yang paling imut, jangan terlalu kasar padanya," ucap Ades tiba-tiba entah kapan dia muncul di belakang Joe dan mengacak-acak gemas rambut pirang Joe.
"Kakak menggangguku saja! Lepaskan kepalaku, aneh!" Aku rasa Joe masih kelihatan emosi. Oh iya, dia kan emang begitu. Tapi aku yakin dia masih kesal soal kejadian tadi siang.
"Baiklah, Pangeran Joe. Saya tidak akan memasak atau sekali pun menyentuh dapur Anda. Asalkan saya akan melakukannya setelah saya berhasil melewati tes dari Anda nanti," balas Zata tenang yang membuat Joe geram sekali padanya.
"Kau tidak akan bisa melewati tes mematikan dariku! Sok kuat!!" kesal Joe yang sekarang tengah ditahan oleh tangan Ades yang kini tengah memeluk adiknya dari belakang.
"Hahaha, aku rasa dia terlalu kasar hari ini karena tidak tidur siang. Maafkan adikku yang imut ini, ya," ucap Ades meminta maaf kepada Zata.
Eh? Ades minta maaf begitu, entah kenapa rasanya cukup aneh. Apa karena dia orang aneh sehingga terdengar aneh saat dia mengatakan sesuatu yang normal seperti tadi?
"Tidak apa-apa, Pangeran. Justru ucapan Pangeran Joe membuat saya semakin menggebu-gebu untuk bisa diterima di sini. Saya tidak sabar ingin segera dites oleh Pangeran Joe," balas Zata.
Aku tersenyum. Suasana ini cukup hangat. Kehadiran Joe yang selalu kesal dan Ades yang sebenarnya begitu cocok menjadi seorang kakak untuk mereka bertiga. Entah kapan aku berhasil membuat keempat pangeran Avalous menciptakan suasana hangat dan damai. Dan saat hari itu tiba, kuharap aku masih bisa bersama mereka.
Ades menyeret Joe pergi bersamanya setelah pamit. Aku yang melihat hal itu tertawa pelan seraya melambaikan tangan kananku.
"Pangeran Joe sangat unik," ucap Zata tiba-tiba, membuatku menoleh ke arahnya. "Aku jadi penasaran tes mematikan macam apa yang akan Pangeran berikan kepadaku."
"Haha, aku juga." Mendengar kata 'mematikan', membuatku merinding. Sebab Joe cukup berbahaya dan aku bilang begitu karena aku sudah paham mengenai dirinya. "Jangan lupa selalu berdoa untuk keselamatanmu."
⚡
Hari sudah malam. Jam makan malam sebentar lagi. Dari kemarin dan sampai sekarang, aku masih belum menemukan jawabanku. Aku harus cepat memilih diantara mereka berempat sebelum terlambat.
Ini benar-benar membingungkan. Dari yang kuamati mereka semua, aku masih tidak mendapatkan pilihan yang tepat untuk siapa yang akan bertarung dengan Miss Delisa. Seharusnya aku meminta saran dari Zata atau Leila. Tapi, sudah terlambat untuk menceritakan masalahku.
Tok tok tok!
"Siapa?" tanyaku mendengar suara pintu kamarku diketuk.
"Ini saya, Master," jawabnya. Oh, rupanya partner sihirku.
"Masuklah," sahutku lagi.
Indra membuka pintu kamarku dan masuk ke dalam. "Master, makan malam sudah disiapkan. Yang lain menunggu Anda untuk makan malam bersama."
Gawat, sudah jam makan malam. Ternyata berpikir sebentar tadi juga membuang waktu. Aku masih belum memutuskan.
"Baiklah," balasku segera beranjak dari kursi dan berjalan keluar dari kamarku bersama Indra.
Ah, ini membuatku stres.
"Anda masih bingung memilih?"
Pertanyaan Indra membuatku agak terkejut. Dia bisa membaca isi pikiranku lewat raut wajahku.
Aku menghela napas. "Aku tidak bisa memilih," jawabku. "Ini sulit. Bagaimana aku bisa memilih diantara mereka? Aku terus berpikir dan mengamati apa yang kudapat hasilnya sama saja, nol."
Indra malah tertawa kecil. "Anda bukannya tidak bisa memilih."
Aku menatapnya jengkel. "Terus? Aku kenapa? Tidak bisa memutuskan?"
Indra tersenyum lembut. "Anda hanya merasa gugup," jawabnya teduh.
"Gugup?" ulangku mendengar jawabannya yang malah membuatku bingung dengannya. "Kenapa kau bilang aku gugup? Aku tidak gugup."
"Itu gugup. Saat Anda bingung ingin memilih yang mana, Anda tidak sadar kalau disitu juga ada rasa gugup. Rasa gugup itu yang menghalangi Anda untuk mendapatkan jawabannya," jawab Indra menjelaskan.
"Sudah kubilang aku tidak gugup," bantahku semakin jengkel kepada Indra.
Indra kembali tertawa kecil. "Menurut saya, Master hanya perlu satu cara untuk bisa memilih, yaitu percaya. Percaya kepada Anda sendiri dan juga para Pangeran."
Aku terdiam mendengar ucapan Indra. Tidak tahu harus menjawab apa lagi. Bertepatan itu, kami sudah sampai di depan pintu ruang makan istana. Aku sudah bisa mencium aroma makanan enak dari sini.
Indra membukakan pintu ruang makan. Kami masuk ke dalam dan melihat ada yang sudah duduk duluan sambil menunggu anggota lain yang belum datang.
"Kak Sica, ayo duduk! Kita makan bersama!" seru Joe riang melambaikan tangannya setelah meletakkan sepiring makanan besar di tengah-tengah meja. Sepertinya Joe kembali ceria.
Tapi saat aku melihat Joe tak sengaja melihat Gabriel yang juga hadir di ruang makan, dia membuang muka dan kembali ke aktivitasnya. Ternyata dia masih marah dengan Gabriel.
Selain Joe dan Gabriel, ada Ades, Kanta, Fox, Leila, dan ...
"Di mana Genta?" tanyaku melihat ada satu orang lagi yang belum datang. "Biasanya dia datang lebih awal juga."
"Aku tidak melihat Kak Genta payah," jawab Joe lebih dulu menjawab.
"Aku juga. Kupikir juga dia akan datang lebih dulu tanpa diberitahu," jawab Ades juga memberikan jawabannya.
Aku melihat ke arah Gabriel. Merasa ditatap, dia melihatku dan menggeleng tanpa bersuara.
Mereka tidak tahu di mana Genta berada. Di mana Genta sekarang? Entah kenapa aku khawatir padanya jika begini. Ini pertama kali dia terlambat datang ke ruang makan.
"Aku akan mencarinya." Aku yang sudah duduk di kursi, beranjak dan setengah berlari keluar dari ruang makan.
Pertama aku akan mencari di kamarnya dulu. Kalau dia tidak ada di sana, mungkin dia ada di perpustakaan. Kuharap dia baik-baik saja. Meski aku sempat takut kalau dekat-dekat padanya karena beda tipis dengan Ades, tapi dia itu juga temanku.
"Genta!" Aku langsung membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk pintu. Pandanganku lesu melihat tidak ada Genta di kamarnya. "Di mana kau, Genta? Jangan buat kami khawatir."
Aku segera berlari menuju perpustakaan istana. Namun dia juga tidak ada di sana. Di dapur istana juga tidak ada. Di ruang jantung sihir Avalous juga. Dia tidak ada di mana-mana.
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top