It is Beautiful : 35
Kata empat pangeran Avalous, mereka akan mengetes kebisaan Zata dalam beberapa bidang sekaligus sesi pertanyaan pada jam 3 sore. Aku melihat jam kalau waktu masih sedang menempuh 2 jam lagi untuk sampai menuju jam kembalinya semua orang yang di dalam istana ini berkumpul.
Kamar Zata untuk sementara ditempatkan di kamar untuk para pekerja di istana ini. Kata Gabriel, sudah lama kamar-kamar itu kosong dan tak terurus. Dengan bantuan Indra dan Leila, beberapa kamar kosong itu sudah dibersikan dan dirapikan menjadi lebih nyaman dan layak ditempati. Tentu saja Zata juga ikut membantu.
Sambil aku menunggu jam 3 datang, aku sedang melatih sihirku di kamar. Kali ini bukan sihir petir yang sudah aku kuasai dengan baik. Sihir yang ini hampir sama dengan sihir saat melakukan pemanggilan roh dan membuat portal. Tapi yang ini berbeda.
Fokus menjadi nomor satu untuk membuat sebuah lingkaran sihir tanpa titik. Di mana aku sedang membuat lingkaran sihirku untuk menguji sampai di mana aku bisa membuat lingkaran sihir.
Aku adalah penyihir yang masih harus banyak belajar agar sihirku bisa jauh lebih kuat lagi. Sebuah portal lokasi masih belum bisa kubuat karena selalu gagal. Tapi, aku malah belajar menuju level berikutnya, yaitu membuat muatan energi sihir dalam lingkaran sihir. Lingkaran sihir seperti itu gunanya untuk membagi energi sihir kepada beberapa orang. Jika itu berhasil, maka sebagian energi sihirku berhasil diberikan kepada orang yang menginjak lingkaran sihir. Kalau ini dilihat Miss Delisa, pasti aku akan langsung dimarahi.
Cahaya ungu pada lingkaran sihir yang kubuat masih belum sempurna. Dan seharusnya ada empat titik pada setiap lingkaran sebagai tempat orang berdiri untuk mentransfer energi sihirku. Angin dari kekuatan itu bersamaan muncul dengan lingkaran dan cahayanya yang berada di bawahku berpijak. Tapi hanya sampai disitu saja untuk sekarang bisa aku lakukan.
Aku berjongkok dan menapak tangan kananku ke lantai tepat ada gambar segitiga bintang pada tengah lingkaran. Warna lingkaran sihir berganti warna menjadi putih. "Selesai."
Lingkaran sihir itu meredupkan cahayanya dan menghilang dari lantai kamarku. Mungkin sebaiknya jangan mempelajari level yang tinggi dulu, karena level yang standar saja belum bisa aku kuasai. Seperti membuat portal, menerbangkan benda mati, atau menghidupkan tumbuhan dan hewan kecil yang mati.
Aku menghela napas. "Ini membuang energi sihirku saja. Bahkan, aku lupa kalau aku sekarang memakai kalung mutiara sihir agar bisa menggunakan sihir," ucapku dan melihat kalung mutiara berwarna merah ini. Kalung ini belum berganti warna. Tapi jika ini akan berganti warna, aku penasaran apa warna yang akan terganti. Jika warna hitam, aku harus melepaskannya karena berbahaya.
Aku berjalan ke kasur dan menghempaskan diri di sana. Memandang langit-langit kamar dan tangan kananku terangkat sedang meraih udara.
Kenapa aku berdiam diri di kamar saja? Alasannya, keempat pangeran Avalous tampaknya sangat sibuk.
Ades ada di ruang obat istana. Katanya dia sedang mengumpulkan resep obat lama sekaligus yang baru untuk dibuat menjadi buku agar mudah untuk mencari suatu obat yang ingin diracik. Aku ingin membantunya, tapi Ades menolak bantuanku. Katanya dia saja yang melakukannya.
Kalau Genta ... Sebenarnya dia tidak sibuk. Dia sedang asyik bermain catur lagi dengan Indra di perpustakaan. Oke, mereka tampak sangat akrab sekarang. Biasanya akulah yang akan bermain sesuatu dengan Indra jika aku sedang bosan tidak ada pekerjaan. Tapi biarkan saja.
Sesudah membereskan dapur dan makan siang, tidak lama kulihat sebelum aku ke kamarku, Joe tidur nyenyak di kasurnya. Aku tersenyum melihatnya tidur nyenyak dengan ekspresi yang tenang dan terlihat imut menurutku. Dia tidur siang. Sepertinya dia lelah sehabis dari pasar sekaligus membereskan dapur sendirian. Seharusnya aku membantunya di dapur, tapi aku sedang berbicara di ruang utama istana bersama tiga pangeran Avalous dan Zata.
Sebenarnya Gabriel ada di perpustakaan juga. Tapi kulihat saat itu dia sedang seperti mengerjakan sesuatu. Duduk sendirian di lantai atas ruang perpustakaan. Ada meja dengan kursi yang persis seperti tempat kerja seseorang dalam mengurus berbagai laporan dan surat-surat. Aku penasaran, dia sedang mengerjakan apa ya? Saat itu aku tak bertanya dan menghampirinya karena dia kelihatan sangat serius dan fokus. Jadi aku tak ingin mengganggunya.
"Hm ... Bagaimana jika aku ke kamar Kanta untuk melihat keadaannya?" usulku kepada diriku sendiri. Aku mengangguk setuju dan segera bangun dari tempat tidur.
Aku menuju cermin rias untuk menyisir rambutku karena kulihat sedikit berantakan sesudah berbaring sebentar tadi. Setelah menyisir rambut, aku berjalan keluar dari kamarku untuk menuju kamar Kanta yang letaknya berada tak terlalu jauh dari kamarku.
Begitu sampainya aku di kamar Kanta, aku mengetuk pintu kamarnya lebih dulu. "Kanta, apa kau ada di dalam?" tanyaku sesudah mengetuk pintu kamarnya.
Beberapa saat aku menunggu, pintu kamar itu pun terbuka dan menampilkan sosok Kanta yang telah membukakan pintu kamarnya. Dia tersenyum segar kepadaku.
"Halo, Sica," ujar Kanta memberi sapaan lebih dulu.
"Halo juga, Kanta," balasku menyapa dengan ramah dan senang.
Mata coklat milik Kanta itu tampak menatapku dengan penasaran. "Kau butuh sesuatu? Ada yang bisa kubantu?" tanya Kanta yang kelihatannya siap untuk membantu. Aku rasa dia juga tidak ada pekerjaan. Atau mungkin ada yang dia kerjakan di dalam kamarnya.
"Hehehe ... Sebenarnya aku tak ada masalah atau ingin meminta bantuan," jawabku sambil terkekeh malu. Sebelah kakiku bergerak-gerak menggesek lantai. "Siang ini tak ada yang aku kerjakan selagi menunggu jam 3 Zata akan dites oleh mereka berempat untuk mengetes Zata. Jadi sekarang ... Aku sedang ..."
"Mencari sesuatu yang dikerjakan selagi menunggu waktu itu tiba?" sambung Kanta dan itu membuatku sangat malu. Apalagi mendengar Kanta tertawa. Apa aku terlihat lucu? Mungkin ini bukan cara yang bagus untuk mencari sesuatu yang dikerjakan kepada Kanta. Dia mentertawakanku.
"Hei, jangan tertawa. Itu lucu bagimu. Tapi menurutku itu adalah sebuah ejekkan yang kuterima darim---"
Kanta tiba-tiba membungkam mulutku yang tadi sedang berbicara dengan tangan kanannya. Lalu tangan kirinya mengacungkan jari telunjuk yang dilekatkan di depan bibirnya. "Sshh ... Aku belum mengatakan sesuatu setelah tertawa. Jadi aku akan memberitahumu sekarang."
Sesudah mengatakan itu, Kanta melepaskan mulutku dan kembali berdiri dengan tegak. Yah, jelas sekali aku memang pendek dan dia sangat tinggi seperti pangeran yang lain. Ini sudah biasa.
"Memberitahukan apa?" tanyaku penasaran kepada Kanta dan sedikit kesal karena tadi dia membungkam mulutku. Apa aku sudah banyak bicara, ya? Aku rasa belum.
Kanta tersenyum kepadaku. "Memberitahukan, soal aku juga tidak ada pekerjaan yang aku lakukan~" jawab Kanta yang sukses membuatku ingin sekali menghabisinya. "Tadi aku hanya sedang memandangi pemandangan dari luar jendela."
"Aku jadi kesal padamu," ucapku dengan datar dan malas kepadanya. "Aku pikir kau punya sesuatu yang dikerjakan. Misalnya, sedang melatih sesuatu atau melakukan sesuatu yang menjadi hobimu."
Dari balik perkataanku, sebenarnya aku ingin lebih tahu lagi mengenai Pangeran Kanta Apolous ini. Seorang pangeran yang dulunya orang jahat dan suka mencari masalah di kerajaan Avalous. Karena dia sudah berubah menjadi pangeran baik, aku senang kalau bisa mengenal para bangsawan yang lain selain empat pangeran Avalous dan Pangeran Fox.
"Hmm ... Kalau soal melatih sesuatu, biasanya kalau di istanaku, aku suka berlatih bermain pistol dan beladiri," kata Kanta memberitahu apa yang biasa dia latih di istananya. "Termasuk melatih sihir ilusiku."
"Sihir ilusi?" ulangku mendengar perkataan Kanta mengenai sihir yang Kanta kuasai. "Aku sebenarnya baru mendengar sihir ilusi. Dan masih tidak mengerti bagaimana sihir ilusi itu."
"Kau mau mempelajari sihir ilusi?" tanya Kanta langsung ke bagian yang mungkin aku pikirkan sekarang.
"Hmm ... Entahlah. Awalnya aku ingin mempelajari sihir air dulu, karena misiku berada di Avalous ini adalah dengan tujuan itu," jawabku. "Tapi jika kau tidak keberatan membagi ilmu sihir yang kau kuasai itu padaku, aku akan dengan senang hati mau mendengarkan dan mempelajarinya," tambahku antusias.
Kanta tersenyum padaku dan berkacak pinggang. "Jadi, apa sekarang kau telah tahu apa yang akan kau lakukan selagi menunggu jam 3 datang?"
Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan Kanta. Kedua tanganku kulipatkan di depan dadaku. "Dan kau juga mendapatkan hal yang sama. Benar begitu?"
Aku dan Kanta tertawa bersama dengan apa yang kami bicarakan. Rasanya menyenangkan berbicara dengan Kanta. Terasa nyambung dengan topik yang kami bicarakan juga tidak ada rasa canggung apa-apa. Tapi mengingat apa yang pernah aku lakukan kepada Kanta hingga membuatnya terluka parah bahkan hampir mati, aku memudarkan tawaku dan menunduk.
"Kanta," panggilku pelan. "Aku minta maaf, atas apa yang terjadi waktu itu. Aku tak bisa mengendalikan amarahku dan itu membuatku tak berpikir panjang telah mengeluarkan kekuatan terdalam dari sihirku. Walaupun sihir pedang petirku tidak pernah mengeluarkan kekuatan sampai dapat menebas lawan tanpa menyentuh titik lawan. Aku sudah melukaimu dan membuatmu hampir saja mati. Sekali lagi maafkan aku, Kanta."
Aku tak bisa melihat wajah Kanta karena aku menundukkan kepalaku. Rasanya sangat sulit sekarang untuk menatap mata coklat itu. Seakan-akan tertawa bersama Kanta tadi tidak pernah terjadi, karena aku sudah melakukan sesuatu yang bisa menghilangkan nyawa seseorang. Aku tak pernah rasanya untuk membunuh seseorang. Jadi menurutku, Kanta harus menghukumku. Seperti yang pernah aku lakukan kepada Indra.
Aku menunggu balasan Kanta. Tapi tak ada suara dari Kanta setelah aku mengatakan permintaan maafku kepadanya. Mataku terpejam kuat. Tidak ingin melihat jika Kanta akan menyuruhku untuk mengangkat kepala.
"Seharusnya aku yang minta maaf padamu," kata Kanta setelah kami lama terdiam dalam keheningan yang hanya diisi oleh angin yang masuk dari arah jendela besar lorong istana yang terbuka. "Kau tidak punya salah apapun padaku. Akulah, yang sudah membuat keburukan bahkan kejahatan. Aku mengganggu kerajaan Avalous, bahkan menambah dirimu sebagai bagian dari 'bersenang-senang'. Aku bertemu Aster dan bekerja sama untuk membuat sebuah kesepakatan yang masing-masing akan mendapat keuntungan jika itu berhasil. Tapi ternyata, selama yang aku lakukan saat menjadi jahat adalah sebuah kesalahan besar yang sangat Ibuku sukai. Aku tidak bisa membantah keinginan Ibu, tapi saat aku bertemu denganmu, aku sadar bahwa aku harus melawan Ibuku karena Ibuku selalu memerintahkanku untuk mengacaukan segala yang tidak dia sukai. Dan aku tak menyukai sifat Ibu."
Aku membuka mataku perlahan selama mendengar Kanta berucap mengenai kesalahan yang dia lakukan dan juga Ibu Kanta. Maksudnya, Ratu Alta? Dari apa yang Kanta katakan, sepertinya Ibu Kanta tidak pernah menyuruh Kanta melakukan sesuatu yang baik.
"Jadi," Kanta meraih salah satu tanganku dan menggenggamnya erat dan lembut. Perlahan aku mengangkat kepalaku dan sedikit menengadah untuk melihat wajahnya kembali. "Maafkan aku."
Aku menatap mata Kanta yang sangat sedih. Tatapan yang amat bersalah dan sedikit berkaca-kaca itu membuatku tahu kalau Kanta bersungguh-sungguh mengatakan itu semua. Bahkan mengenai Ibunya. Tampaknya Kanta sangat tersiksa.
"Kanta," panggilku sambil membalas genggamannya. Ibu jariku mengelus bagian tangannya. Aku tersenyum. "Aku memaafkanmu. Empat pangeran Avalous juga memaafkan dirimu, meskipun sampai sekarang Raja dan Ratu Avalous belum kembali karena ulah Ibumu. Aku senang karena kau sadar dan ingin berubah. Seperti pada salah satu pangeran Avalous yang dulu melangkah pada jalan yang salah, kini sadar kalau jalan yang salah bukanlah jalan yang seharusnya. Kau juga bisa melakukan itu, Kanta. Dengan berada di sini, kau bisa melakukan berbagai macam hal baik. Seperti membantu Joe memasak, membantu Gabriel menyiram tanaman, dan .... lain-lain. Kau akan memulainya dari sesuatu yang terkecil."
Kanta mendengarkan balasanku hingga aku dibuatnya terkejut karena setetes air mata turun dari salah satu matanya. Aku terdiam tak tahu apa yang harus katakan. Yang sekarang aku lihat, adalah tatapan bersyukur dan tulus dari miliknya. Dia tersenyum dan menghapus air mata itu dengan tangan satunya.
"Terima kasih, Lady. Aku sangat senang karena masih ada orang yang mau menerima diriku meskipun dulu aku adalah seorang penjahat. Kau dan yang lainnya sangat baik. Inilah pelajaran pertama yang kudapatkan, yaitu saling memaafkan," kata Kanta kepadaku. "Terima kasih banyak."
"Sama-sama, Kanta. Nah, sekarang apa kau bisa memulai pelajaranmu mengenai sihir ilusi itu kepadaku?" tanyaku sambil mengayun-ayunkan tangan kami yang masih saling menggenggam.
Sementara Kanta yang menyadari akan tangannya yang masih erat menggenggam tanganku, melepaskannya tiba-tiba dan menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya. "Y-ya, tentu saja, Lady. Silakan masuk," balas Kanta salah tingkah yang langsung masuk lebih dulu ke kamarnya seraya menahan pintu kamar agar terbuka lebar untukku.
Aku tersenyum geli melihat tingkahnya yang menurutku manis itu dan segera melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dia mempersilakanku duduk di kursi yang ada di kamar itu. Sementara Kanta duduk di kursi yang satunya.
"Kau menguasai sihir petir, kan?" tanya Kanta sebelum memulai pembicaraan kami mengenai sihir yang dia kuasai.
"Iya," jawabku. "Dulu kecil aku sudah merasa cocok dan mudah dengan sihir petir. Jadi kupikir itulah sihir yang bisa aku kuasai. Dan ternyata memang sihir petirlah yang cocok untukku."
"Seseorang dapat menguasai satu sihir bahkan lebih. Untuk mendapatkan itu kita harus melakukan banyak latihan. Seperti melatih ketangkasan, konsentrasi, dan kesabaran," kata Kanta. Sepertinya sudah dimulai. "Tidak mudah untuk menguasai lebih dari satu sihir. Kebanyakan orang yang telah menjadi penyihir hanya bisa menguasai satu sihir saja. Bahkan yang sudah disebut sangat ahli pun."
Perkataan Kanta membuatku sedikit lesu. Bagaimana cara aku menguasai lebih dari satu sihir dengan baik, jika aku adalah penyihir yang kadang malas untuk latihan dan hanya mendapat hasil latihan secukupnya saja? Aku menghela napas dan sedikit menunduk.
"Ya, aku pernah mendengar itu juga dari guru sihirku di sekolah. Guruku selalu memberikan berbagai macam misi termudah sampai bagian tersulit pun. Tapi, karena setiap kebanyakan penyihir mampu menguasai satu sihir saja, aku merasa ini mustahil untuk mendapatkan satu sihir yang ingin aku kuasai selain petir."
"Kenapa kau terlihat pesimis begitu? Aku rasa kau bisa mendapatkan satu sihir untuk kau kuasai selain sihir petir, Lady," ucap Kanta lagi. Aku melihatnya kembali yang tersenyum kepadaku. "Misi yang diberikan oleh gurumu adalah menghidupkan jantung sihir Avalous, kan? Awal misimu, kau dulu pasti bingung bagaimana cara agar jantung sihir Avalous bisa hidup kembali. Benar, kan?"
Aku mengangguk sebagai jawaban karena yang dikatakan Kanta sangatlah benar. Kanta yang mendapat jawabanku kembali melanjutkan perkataannya.
"Tapi, kau bisa melakukan misimu dengan baik. Masih dalam tahap pencapaian, namun dengan hasil yang bisa dikatakan baik. Itu artinya tidak ada yang mustahil jika kau berusaha untuk mewujudkannya. Benar, kan?"
Sekali lagi perkataan Kanta membuatku terpaku. Aku mengangguk lagi. "Jadi artinya, aku bisa menguasai satu sihir baru?"
"Iyap! Benar sekali," jawab Kanta menepuk tangannya satu kali. "Kau hanya perlu serius dan yakin bahwa kau bisa melakukannya. Aku juga yakin kalau kau bisa menguasai sihir apapun jika kau mau berusaha. Tidak, kau pasti bisa melakukannya."
Aku tersenyum lebar mendengar Kanta meyakinkanku dan mendukungku bahwa aku pasti bisa melakukannya. Aku mengepalkan tangan kananku dan mengangkatnya menggapai udara. "Kau benar, Kanta. Aku pasti bisa. Tidak ada yang bisa menjadi penghalang dalam apa yang ingin kuwujudkan. Aku tidak akan mengecewakan guruku termasuk kalian semua. Terima kasih, Kanta."
Kanta mendukungku. Itu membuatku sangat senang dan rasa semangatku untuk menguasai sihir air semakin memuncak, tidak pesimis seperti tadi lagi. Apalagi tentang Kanta yang telah menjadi orang baik karena mau berubah meskipun dirinya telah melawan perintah Ibunya.
To be continue ⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top