It is Beautiful : 34

Sebelumnya aku sedikit terkejut melihat lelaki berambut hitam setengah kecoklatan yang menutupi sebelah matanya ini telah berlutut hormat kepada Joe. Aku pikir semua orang yang ada di kota tidak tahu kalau salah satu pangeran dari anak pemimpin kerajaan dan kota ini datang untuk membeli bahan makanan di pasar. Ternyata ada satu rakyat yang masih mau menghormati seorang bangsawan.

"Aku menunggu," kata Joe masih tajam menatap lelaki bermata emas itu, menunggu lelaki itu akan memperkenalkan diri. "Dan, Kak Sica seharusnya jangan dekat-dekat begitu saja dengan orang asing. Bisa saja dia akan menculik atau mengambil uang kita."

Aku yang dinasihati oleh Joe yang lebih muda dariku hanya terkekeh pelan. "Maaf, aku tidak tahu kalau menjatuhkan buah tomat secara tidak sengaja akan mempertemukanku dengan orang asing," balasku pelan dengan memandang ke permukaan tanah.

"Tenang saja, Pangeran. Saya bukanlah orang jahat. Saya hanya orang sederhana dan suka berkelana ke tempat yang pernah maupun belum pernah saya kunjungi," kata lelaki itu sedikit menjelaskan tentang dirinya. "Nama saya Zata Devian. Senang bisa mengenalkan diri kepada Anda, Pangeran. Dan juga kepada ..." Zata tak melanjutkan ucapannya dan menatap ke arahku. Bisa dibilang kalau dia masih ingin mengetahui namaku. Aku tersenyum kepadanya.

"Sica Zarsaca," ucapku memberitahukan nama lengkapku kepada lelaki ramah bernama Zata itu. Ya, aku pikir dia lelaki yang ramah dan baik, dilihat dari sikap dan bicaranya kepada orang lain. "Senang juga bisa bertemu dan berkenalan denganmu, Zata. Kalau boleh aku tahu, di mana kau tinggal?" tanyaku kepada Zata.

Setelah bertanya hal itu kepada Zata, aku melihat Joe yang merengut sambil menatap sedikit tajam padaku. Aku hanya bisa membalas dirinya dengan senyuman lucu karena aku suka melihat Joe seperti itu. Rasanya aku ingin sekali mencubit kedua pipinya sekarang.

Zata tersenyum. Dia terlihat senang setelah mengetahui namaku. Perkiraan dari penglihatanku, begitu pendapatku. "Saya bisa tinggal di mana saja," jawab Zata. "Karena saya sekarang juga sedang berkelana, saya bisa tinggal di suatu penginapan atau hutan yang bisa ditinggali."

Aku mengangguk-angguk pelan tanda mengerti akan jawaban yang Zata berikan kepada kami. Sedangkan Joe terlihat memutar bola mata biru terangnya malas dan menghela napas gusar. Mungkin dia sudah bosan. Tapi aku malah bertanya lagi padanya. "Apa alasanmu berkelana?" tanyaku lagi. Dan Joe kini menatap Zata kesal.

"Alasan?" Zata mengulangi satu kata dari pertanyaanku. Ia mengetuk dagunya dengan jari telunjuk, tampak berpikir mencari jawaban. "Menurutku tidak perlu ada alasan untuk melakukan sesuatu yang kita suka, bukan? Tapi aku rasa, aku juga sedang mencari pekerjaan," jawabnya kemudian.

"Pekerjaan?" Giliranku yang mengulang satu kata dari kalimatnya. Tatapanku terus tertuju kepada Zata karena sebenarnya ini bisa menjadi keuntungan untuk Avalous, jika aku berpikir untuk membuat Zata bekerja di istana kerajaan Avalous. Itu dia!

Joe menarik-narik jubah yang kupakai. Aku menoleh padanya dan melihat Joe yang masih tampak malas untuk terus berada di sini. "Ini membuang waktu kita, Kak Sica. Berbicara dengan orang asing biasanya hanya dilakukan beberapa detik saja. Dan aku yakin ini sudah melewati batas," ucap Joe mengomel kepadaku. "Jangan lupa, kita sedang membeli bahan makanan. Pasar akan tutup nantinya. Kita hanya baru membeli sayuran."

Sebenarnya yang dikatakan oleh Joe adalah benar, aku mulai membuang waktu karena sekarang kami sedang berbelanja kebutuhan pangan, bukannya untuk tujuan mengobrol dengan orang yang telah kami kenal ini. Tapi jika ini dilewatkan begitu saja, itu akan sangat disayangkan.

Aku memegang sebelah pundak Joe dan menatapnya dengan tatapan yang serius. Sedikit memiringkan badan kami memunggungi Zata agar dia tahu kalau kami perlu ruang berdua sebentar untuk berbicara empat mata---mendiskusikan sesuatu. "Joe, aku mengerti apa yang kau katakan. Tapi, coba kau pikirkan ini. Jika dia sedang mencari pekerjaan, itu artinya dia membutuhkan kita dan kita membutuhkannya," ujarku kepada Joe.

Joe menatapku dengan pandangan tidak mengertinya. Mengernyitkan dahinya dengan mata yang menatapku polos ingin mengetahui apa maksud dari perkataanku. "Maksud Kak Sica apa? Aku tidak mengerti. Dan kenapa, kita membutuhkannya?"

Aku tersenyum mantap kepada Joe. "Kau akan segera tahu maksudku, Joe. Pertama, kita ajak dia ke istana. Jika dia mau dan bekerja di istana, kita harus mengujinya dulu. Apa yang bisa dia lakukan untuk bekerja di istana Avalous," jawabku.

Joe tampak sedang memahami apa maksud dari perkataanku. Kemudian ekspresinya pun berganti dari ekspresi bingung dan berpikir itu menjadi mengerti lalu kembali menatapku. "Maksud Kak Sica, kita akan pekerjakan dia di istana?" tanya Joe memastikan. Nah, akhirnya dia mengerti.

"Ya! Itu maksudku," jawabku bersemangat. Sekilas aku melirik ke arah Zata yang masih setia berdiri di dekat kami, memandangi kami dengan sedikit bingung sedang berdiskusi. Mungkin dia ingin tahu apa yang sedang kami bicarakan. "Kau mau kan, Joe? Kita bawa dia ke istana, memperkenalkannya kepada semuanya dan melihat apa yang bisa dia lakukan untuk pekerjaan di istana."

Joe diam tak menjawabnya dulu. Aku tahu mengenai Joe yang tidak suka orang asing meskipun kami sudah mengenal Zata yang tak mempunyai pekerjaan dan suka berkelana itu. Dia melihat Zata dengan pandangan tidak suka untuk beberapa saat, kemudian kembali menatapku.

"... Terserah Kak Sica saja," jawab Joe kemudian setelah beberapa lama terdiam untuk memikirkannya. "Tapi, aku tak akan bertanggung jawab jika keputusan ini akan salah karena misalkan dia adalah penyusup istana. Kau mengerti maksudku, kan?"

"Mengerti!" seruku menjawab dengan senang sambil menghormat kepada Joe. Kami pun menghadap kembali kepada Zata yang sejak tadi hanya diam memandangi sekitarnya. "Zata," panggilku kepadanya.

"Ya?" sahut Zata menatap kepadaku termasuk Joe yang masih menatap tajam padanya.

Aku melangkah sedikit maju dari Joe. "Katamu tadi kau sedang mencari pekerjaan, bukan?" tanyaku memastikan dan dibalas 'iya' oleh Zata. Aku tersenyum. "Kalau begitu, kau bisa ikut dengan kami."

"Ikut kalian?" ulang Zata tidak mengerti. "Maksud kalian ke mana?" tanyanya.

"Apa kau sudah tahu tentang jantung sihir Avalous yang tidak hidup?" ujarku balik kepada Zata. "Dan karena itu, kerajaan Avalous membutuhkan para pekerja istana baru untuk membantu merawat istana."

Zata diam mendengarkan apa yang aku katakan padanya dan tampaknya dia sudah mengerti maksudku. Tatapannya terus tertuju padaku. Sedangkan aku tersenyum padanya dan tangan kananku mengulur kepadanya.

"Ikutlah dengan kami ke istana Avalous, jika kau setuju."

Mata emas milik Zata tampak membulat menatap kami berdua. Aku bisa melihat kalau apa yang aku katakan padanya membuat lelaki itu sangat senang. Dia tersenyum cerah kepada kami dan dirinya mengangkat tangan kanannya perlahan, mengulur menuju tanganku dan menggapainya.

"Tentu saja saya setuju, Putri. Terima kasih banyak," ucapnya sangat bersyukur.

Dia memanggilku putri? Aku tertawa kecil di dalam hati dan hanya tersenyum geli. Mungkin dia pikir aku adalah seorang putri kerajaan yang sedang berkunjung ke kediaman kerajaan Avalous.

Aku jadi teringat, tentang mencari pekerja baru istana yang pernah aku bicarakan kepada Ades dulu. Setiap permasalahan pasti ada penyelesaiannya. Selagi ada usaha keras, maka hasilnya tidak akan mengecewakan. Aku sangat senang, walaupun aku baru mendapat satu pekerja istana. Tapi ini sangat berharga.

Mereka yang ada di istana, pasti akan sangat senang melihat ini.

"Kami kembali!" seruku setelah aku sampai di dalam istana putih Avalous.

Berada di ruang utama istana yang sangat luas, aku masuk dengan kantong-kantong belanjaan yang kubawa di kedua tanganku termasuk Joe yang juga membawa kantong yang lebih banyak dariku. Dia tidak ingin meminta bantuan kepada Zata. Ya, Joe masih menganggap Zata orang asing. Padahal Zata sudah menawarkan bantuan. Tapi Joe bersikap dingin.

"Joe, Beauty, kalian sudah kembali," kata Ades yang sedang duduk di ruangan utama istana itu. Dia beranjak dari sofa dan berjalan ke arahku dan Joe. "Biar aku bantu membawakan semuanya ke dapur."

"Tidak perlu," Joe langsung berlalu dengan wajah ngambeknya berjalan ke salah satu lorong istana untuk menuju dapur. Aku yang melihatnya hanya menghela napas kecil.

"Queen, kenapa dengan Joe?" tanya Gabriel yang telah beranjak dari duduknya di anak tangga dengan membawa sebuah buku di tangannya dan ikut menghampiriku. Dia memang suka membawa buku tebalnya ke mana-mana. Dia melihat kantong belanjaan yang masih aku bawa. "Sini, biar aku bantu."

"Entahlah, Gabriel. Mungkin dia sedang kesal karena---" Aku ingin menjawab pertanyaan Gabriel, tapi aku sedikit terkejut ketika ada yang mengambil kantong belanjaanku dari tanganku sehingga membuat perkataanku terpotong.

"Biar aku saja yang bawakan," ujar Genta dengan senyumnya yang terus hadir seolah tak pernah merengut. Di tangannya sudah terdapat kantong belanjaanku. Rupanya dia yang mengambil dan ingin membantuku juga.

"Hei, aku yang duluan tadi ingin membantu Queen!" protes Gabriel kepada Genta.

Genta menoleh ke arah Gabriel yang memprotes. "Salahmu yang lambat seperti siput," balas Genta tak ingin menyerahkan kantong belanjaan berisi sayur-sayuran, telur ayam dan beberapa ekor ikan.

Gabriel menatap Genta dengan kesal. "Apa?! Kau tidak bisa main curang seperti itu! Berikan semua belanjaannya!"

Genta menjulurkan lidahnya. "Tidak mau~"

Wajah Gabriel hampir akan merah padam hanya karena tingkah Genta. Dia memegang dua kantong belanjaan itu yang ada di tangan Genta untuk memperebutkannya. "Berikan!"

Genta menarik kantong itu kembali sesudah Gabriel menariknya untuk merebut belanjaan itu darinya. "Tidak akan kuberikan."

"Aku bilang berikan!"

"Aku bilang tidak."

Ades tampak malas untuk ikut berdebat, padahal dialah yang lebih dulu menawarkan bantuan kepadaku. Dia tersenyum padaku dan mengusap lembut pucuk kepalaku. "Kau pasti lelah sehabis di sana. Duduklah atau istirahat di kamar," kata Ades menyuruhku istirahat. "Atau jika kau ingin ditemani seseorang di kamarmu, aku selalu siap menemanimu."

Awalnya aku senang atas Ades yang tampak perhatian. Memang aku sedikit lelah setelah dari pasar bersama Joe. Tapi kalimat terakhir itu seakan telah membuatku tidak ingin istirahat di kamar. "Tidak, terima kasih," balasku datar.

"Master!" Suara Indra terdengar memanggilku dari jauh. Langkah kaki berlari seseorang terdengar semakin dekat. Aku menoleh dan melihat sosok Indra berlari ke arahku. Begitu sampai, Indra tersenyum dan terlihat lega aku sudah kembali. "Syukurlah Anda sudah kembali, Master," ucap Indra sambil menangkup sebelah pipiku lembut.

Aku tersenyum manis padanya dan menyentuh tangannya yang berada di pipiku. Terasa hangat di dada mendengar Indra, meskipun tangan Indra sedingin es. "Ya, aku kembali tepat waktu," ujarku membalas.

Indra menggelengkan kepalanya tiba-tiba setelah mendengar ucapanku, membuatku bingung melihatnya. "2 jam lebih 15 menit lebih tepatnya. Saat lewat 5 menit, saya sedikit khawatir. Saat tahu sudah 15 menit lewat, saya sangat panik dan ingin menyusul Anda di pasar. Saya takut jika terjadi sesuatu kepada Anda termasuk Pangeran Joe," kata Indra beserta ekspresinya yang menandakan kekhawatiran yang mendalam.

Aku tersenyum dan tertawa kecil kepada Indra. "Dan syukurlah kau tidak menyusul kami ke pasar, karena kami baik-baik saja meskipun kami sedikit lebih lama. Oh iya, di mana Kanta dan Leila?"

"Pangeran Kanta sedang istirahat di kamar yang baru. Pangeran tidak istirahat di kamar Pangeran Ades lagi karena kamar yang baru sudah Leila siapkan untuknya," jawab Indra yang membuatku mengangguk mengerti. "Soal Leila, dia masih membaca buku di perpustakaan. Sepertinya dia mulai suka membaca buku."

Aku senang mendengar tentang Kanta dan Leila yang telah terbiasa beradaptasi di istana Avalous. Lagipula keempat pangeran Avalous juga sudah menerima Kanta dengan baik.

"Siapa dia?" Secara tiba-tiba atau aku yang tak sadar kalau Fox sudah ada berdiri di ruangan yang sama sukses membuatku terkejut. Dia menunjuk ke arah Zata yang sedari tadi hanya memandangi dalam istana Avalous dengan pandangan baru yang berbinar.

Pertanyaan Fox terdengar oleh ketiga pangeran Avalous. Mereka menoleh ke arah di mana Zata berdiri tak jauh dariku. Tampak menyadari tatapan baru dari tiga orang, Zata melihat ketiganya dan tersenyum. Dia segera berlutut hormat untuk mereka.

"Salam, Pangeran. Saya Zata Devian, dengan atas izin dari Pangeran Joe Avalous, saya diterima masuk ke dalam istana untuk menguji kemampuan saya agar mendapatkan pekerjaan di istana ini," kata Zata memperkenalkan diri sekaligus menjelaskan tujuannya berada di sini. "Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu waktu kalian."

Aku satu persatu melihat reaksi dari para pangeran. Pertama Ades, dia tampak senang dengan maksud kedatangan Zata yang baru dia kenal ini. Kedua Genta, dia mengangguk-anggukkan kepalanya setelah tahu tujuan Zata dan tersenyum seperti biasanya. Dan Gabriel, dengan pasti menatap Zata menyelidik seolah sedang mengamati.

"Tidak menggganggu sama sekali. Kami senang dengan kedatanganmu untuk bekerja di sini, walaupun di Avalous sedang tidak ada sihir karena jantung sihir Avalous belum berdetak kembali. Aku harap itu tidak akan mengganggu pekerjaanmu," balas Ades bersuara lebih dulu untuk Zata.

"Para pekerja istana yang dulu berhenti bekerja karena mereka tidak bisa bekerja tanpa sihir. Aku rasa yang dibutuhkan oleh kami sekarang adalah pekerja istana yang bisa bekerja tanpa sihir," kata Genta dan bersedekap. Aku tersenyum mendengar itu dari Genta. Tumben dia berkata yang lumayan bagus. Biasanya dia suka mencela dengan cara halusnya yang menyebalkan.

Gabriel melangkah maju menghadap Zata. Aku memperhatikan mereka berdua. Jika kulihat mata emas mereka sedikit berbeda. Gabriel mempunyai mata emas yang terang, sedangkan Zata warna emasnya sedikit redup.

Aku melihat Gabriel mengangkat buku yang dia bawa sedari tadi. Dia meletakkan buku tebal itu di atas kepala Zata. Sedangkan Zata yang merasa buku milik Gabriel diletakkan di atas kepalanya, memegang kedua sisi buku itu agar tetap berada di kepalanya. Tapi, dia tampak bingung. Untuk apa buku ini diletakkan di atas kepalanya? Aku juga bingung, termasuk yang lain.

Gabriel tersenyum. "Kalau kau ingin bekerja di sini, kau harus melalui berbagai pertanyaan dari kami berempat dan melakukan beberapa tes. Kau bisa melakukan itu, Zata Devian?"

Aku tersenyum senang setelah tahu kalau mereka menerima Zata di sini untuk menerima pekerjaan dengan cara yang disebutkan Gabriel. Tapi, ada satu yang masih menjadi masalah.

"Kak Gabriel, aku tidak jadi memberinya izin," ucap Joe yang telah kembali dari dapur. Dia berdiri jauh dari kami karena baru keluar dari lorong istana yang dia telusuri.

"Eh?" Aku terkejut sekaligus bingung dengan ucapan Joe yang mengubah keputusannya.

Gabriel menoleh dan menatap Joe dengan bingung. "Kenapa? Aku kira kau tidak keberatan dengan ini karena sebelumnya kau memberi izin dia ke istana," tanya Gabriel meminta penjelasan.

Joe berjalan mendekati kami. Sampainya di dekat kami berdiri, Joe menatap Zata dengan pandangan tidak sukanya. "Karena aku benci pekerja istana maupun itu pelayan," jawab Joe dingin dan sempat menggembungkan kedua pipinya. "Mereka sering melakukan pekerjaan dengan hati yang setengah-setengah. Mereka juga pemalas dan mengerjakan pekerjaan jika disuruh saja."

"Tapi Joe, setidaknya kita bisa mencobanya dengan cara mengetes Zata dan membiarkannya bekerja beberapa hari untuk melihat apa dia bisa bekerja dengan baik atau tidak. Dan setelah itu barulah menentukan keputusan kalian," kataku kepada Joe. Aku memegang kedua bahunya. "Joe, aku tahu kau menjadi benci dengan pekerja istana karena kejadian dulu saat sebelum aku datang. Dengan pekerja istana yang baru, tidak ada salahnya untuk mencari orang-orang yang lebih bersungguh-sungguh dalam pekerjaan itu. Berilah dia izin untuk tesnya."

Joe tak mengatakan apapun ketika aku berbicara kepadanya. Mendengarkanku dengan baik dan diam tanpa berkeinginan menyela. Dia melihat ketiga kakaknya yang tersenyum kepadanya. Kemudian Zata yang menunggu keputusan Joe dan buku Gabriel yang masih ada di atas kepalanya. Sekarang buku itu tak memerlukan pegangan tangannya lagi.

"Baiklah," Joe bersuara setelah lama diam untuk memikirkan keputusannya sekali lagi. Dia mengangkat tangannya dan menunjuk Zata. "Tapi jika kau berkhianat untuk membuat kekacauan di sini, aku tak akan segan untuk membunuhmu. Kau mengerti?"

Aku tersenyum senang dan puas akan ucapan Joe yang sepenuhnya bisa memberikan izin. Zata tersenyum dan membungkuk hormat untuk Joe.

"Terima kasih, Pangeran. Sebuah kehormatan bagi saya bisa sampai di sini untuk sebuah tujuan saya. Saya akan menerima segala pertanyaan dan tes. Saya sangat ingin bekerja di sini," kata Zata berterima kasih kepada Joe termasuk ketiga pangeran Avalous yang lain.

Indra mendekat dan bersuara pelan kepadaku. "Saya tidak sabar, akan apa pertanyaan dan tes dari para pangeran untuknya," ujarnya.

"Memangnya kita boleh menonton?" tanya Fox yang berdiri di samping Indra.

"Tidak tahu," Indra mengedikkan bahu. "Tapi saya harap kita bisa menontonnya bersama," jawabnya dan kembali menoleh ke arahku. "Master juga penasaran, kan?"

Aku mengangguk. "Tentu saja aku penasaran," jawabku kepada Indra. "Semoga Zata bisa melalui semua pertanyaan dan tesnya."

Dan aku harap, dengan melihat yang akan segera terjadi hari ini bisa membantuku menentukan siapa yang akan kupilih dalam melawan partner sihir Miss Delisa besok malam untuk mendapatkan empat mutiara sihir. Sampai sekarang aku belum menemukan jawabanku. Semoga tidak lama lagi aku akan mendapatkan jawaban yang tepat.

To be continue ⚡


Hai! ( ・ω・)ノ Sudah lama banget gak update cerita ini. Dikarenakan kesibukan dunia nyata sampai gak bisa melanjutkan cerita dalam waktu yang seperti dulu suka publish cepat. Tolong dimaafkan jika kalian sangat sangat menunggu lama ( ´△`) Dan asyiknya, aku publish pas bulan puasa. Sama seperti dulu awal-awal aku buat cerita ini :3

Aku mempublish ulang semua chapter cerita ini karena ... Yaa gitu :v bukannya bermaksud memenuhi notif kalian, cuma butuh 'menyegarkan' cerita ini. Seperti memperbaharui, karena sebelumnya aku membaca ulang semua bagian dan memperbaiki bagian yang typo atau jika ada kata yang tidak nyambung dan penulisan kata yang salah.

Setidaknya cerita ini tidak bernasip sama dengan cerita-cerita yang masih ada di akun pertama yang juga sudah lama belum ku-update yang mungkin dikarenakan kehabisan ide atau semacamnya :3 Menurutku cerita yang ini berbeda. Rasanya lebih berjiwa. Walaupun sebelum menulis bagian 34 ini, aku harus baca ulang dari awal cerita dulu karena lupa sebagian ceritanya.

Dan maaf sekali lagi jika ada kesalahan yang tidak disengaja maupun disengaja. Di bulan suci ini, semoga berkah dan segala urusan kita dimudahkan. 🙏🙏 Amiiinn ...

Terima kasih banyak yang masih setia dan mau menunggu lanjutan cerita ini~ (/^▽^)/ Tanpa kalian juga yang masih menunggu dan bertanya-tanya kapan updatenya cerita ini, aku tak bisa melanjutkan kembali cerita ini. Semoga aku bisa menulis kembali walaupun masih banyak kesibukan.

*Bagaimana pendapatmu tentang bagian 34 ini? Apa terasa aneh atau tidak nyambung dengan bagian sebelumnya?

-23 Mei 2018-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top