It is Beautiful : 31

Rasa khawatirku tadinya membuatku panik tatkala Kanta menghilang dari kamar Ades tanpa sebab. Tapi, melihat apa yang terjadi di ruang makan istana, membuat kepanikanku menurun dan berakhir lega. Juga bingung, karena Kanta ada di ruang makan, sedang makan bersama para pangeran Avalous termasuk pangeran Fox.

Ades, Genta, Gabriel, dan Joe sedang mengurung Kanta dengan tubuh mereka sambil membawa makanan untuk Kanta.

"Hei Kentang, ayo makan panekuk buatan Indra. Rasanya enak, lho," kata Genta menawarkan sepiring panekuk kepada Kanta. Kenapa Genta mengalihkan nama Kanta menjadi kentang?

"Kau harus makan buah-buahan agar cepat sembuh! Makan buah dulu, baru makanan berminyak!" kata Gabriel sambil mengangkat dua piring yang berisikan berbagai macam buah segar. Aku tahu tujuannya baik, tapi dia terlihat seperti orang marah yang mencoba melampiaskan kemarahannya.

"Jangan lupa minum obat sesudah makan," ujar Ades yang berdiri di belakang kursi Kanta. Ia tidak membawa apa-apa. Hanya berdiri dan terus mengulangi perkataannya yang tadi. Menyebalkan, bukan?

"Aku membuat minuman khusus untuk Kanta. Di dalamnya, terdapat ratusan racun yang dapat mematikan sel-sel tubuh dan pastinya akan membuatmu mati. Ayo diminum," kata Joe sambil tersenyum manis mengarahkan segelas minuman yang dimaksudnya. Warna minuman itu merah dengan sedikit asap berwarna hijau di atasnya. Apa dia serius ingin membunuh Kanta dengan racun?

Sedangkan Fox, dia tidak ikut. Dia sedang memotong-motong panekuknya menjadi kotak-kotak kecil, lalu menusuknya dengan garpu dan memakannya dengan anggun layaknya seorang bangsawan berkelas. Hanya dia yang terlihat tenang.

"Ah-hahaha, kalau begini aku tidak bisa menerima semuanya," balas Kanta kelihatan pusing karena terlalu banyak orang yang mengurungnya, walaupun hanya empat orang. "Kembalilah ke tempat duduk kalian. Mari kita makan bersama. Aku bisa mengambil makanannya sendiri."

Keempat pangeran Avalous terdiam sejenak. Tanpa berkata apa-apa, mereka berjalan menjauh dan duduk di kursi masing-masing. Tiba-tiba saja, suasana ruang makan menjadi hening.

Joe melihatku datang. Awal yang tadi ingin duduk, mengurungkan niatnya dan beralih ingin menghampiriku. "Kak Sica!!" panggilnya riang. Tak sengaja dia menyenggol kursinya hingga jatuh menyentakkan Gabriel yang duduk di sebelah kursi Joe.

Joe langsung menghamburkan pelukannya padaku. "Selamat pagi!"

"Haha! Selamat pagi juga, Joe. Kau terlihat gembira," balasku menyapa sambil membalas pelukannya.

"Queen sudah datang? Selamat pagi. Ayo duduk, makanlah bersama dengan kami," kata Gabriel yang berdiri dari kursinya, mempersilakanku untuk bergabung makan bersama mereka.

"Selamat pagi semuanya," kataku setelah mengakhiri pelukanku dengan Joe, memberikan senyumanku kepada semuanya yang ada di ruang makan. Aku melihat Kanta yang melempar senyumnya kepadaku. "Kanta, kau sehat?"

"Aku merasa seperti dilahirkan kembali," jawab Kanta. Dia berdiri dari kursinya, melangkah ke belakang kursi kosong di sebelahnya dan menarik kursi itu sedikit menjauh dari meja. "Silakan duduk, Lady."

Aku tersenyum. Kakiku melangkah ke arah kursi itu. Saat aku akan berposisi duduk, Kanta memajukan kembali kursinya dan aku pun duduk sempurna di kursi itu.

Sementara Joe, dia cemberut melihatku duduk di dekat Kanta. Genta hanya tersenyum ramah. Ades sedang menambah panekuknya lagi setelah memakan lima panekuk. Sedangkan Gabriel makan dalam diam seperti halnya Fox yang masih makan dengan tenang tanpa ada suara.

Aku juga ingin makan panekuk. Jadi, aku memilih dua panekuk di dalam piringku dan mengoleskannya dengan selai stroberi. Awalnya aku mau selai madu. Tapi, stroberi lebih enak.

Oh iya, di mana Indra, ya? Seingatku sebelumnya, dia pergi duluan ke ruang makan. Tapi, aku tidak melihatnya ada di sini. Aku menoleh ke arah Kanta. "Kanta, apa kau melihat Indra?"

"Hm?" Kanta menoleh, menampakkan mulutnya yang belepotan selai madu. "Melihat Leila tidak ada di ruang makan, dia pamit pergi untuk mencarinya."

"Oh, begitu," balasku mengerti dengan jawabannya. Kemudian aku tertawa kecil melihat Kanta terlihat berantakan oleh selai madu. Aku mengambil serbet putih yang ada di dalam kantong gaun polosku dan mengelap selai yang menempel. Sedangkan Kanta hanya diam dalam tatapan terkejutnya. "Padahal hanya panekuk, makannya berantakan, ya."

Kanta salah tingkah. "O-oh, terima kasih," ucapnya sambil mengambil serbet itu dariku dan mengelap sisanya.

Aku melihat pangeran yang lain. Mereka tampak menatapku bersamaan. Pandangan yang tidak kumengerti. Entahlah, rasanya aura ruang makan di sini terasa dingin. Tidak sehangat panekuk yang kumakan. Mereka tampak tajam memperhatikanku dan Kanta.

Tapi, aku senang karena semuanya menerima Kanta di sini. Dan aku yakin, Kanta tidak sama seperti Aster yang suka berbohong dan berkhianat. Karena Kanta ada di sini, akan bagusnya dia ada untuk membantu masalah yang ditimpa Avalous selama ini.

Setelah sarapan, kami semua berkumpul di perpustakaan istana. Ternyata Indra ada di perpustakaan bersama Leila, sedang mengobrol. Entah sedang membicarakan apa, tapi aku senang melihat Indra akrab dengan orang lain selain diriku.

"Apa Master sudah sarapan?" tanya Indra kepadaku.

"Baru saja kami semua makan. Kau tidak lapar? Kau belum makan, bukan?" jawabku yang kemudian beralih memberikan pertanyaan.

Indra tersenyum. "Para roh penyihir bisa makan dan minum, tapi kami tidak bisa merasa lapar dan haus. Apa Master sudah lupa pelajaran sihir di sekolah Anda?"

Oh iya, aku lupa akan hal itu. Indra benar, tentang roh penyihir yang tidak mempunyai nafsu seperti manusia. Sudah lama aku tidak menyentuh buku pelajaran dan ke sekolah. Aku jadi rindu. "Hehehe. Aku baru ingat. Terima kasih sudah mengingatkannya, Indra."

"Master, Anda sudah sarapan?" tanya Leila kepada Kanta. Ia juga menanyakan pertanyaan yang sama seperti Indra.

"Sudah," jawab Kanta sambil mengelus rambut lurus hitam milik Leila. "Kau lelah? Mau kembali ke lingkaran sihir?"

Leila menggeleng. "Setelah saya yakin bahwa Master benar-benar baik, saya baru akan kembali ke lingkaran sihir."

Kanta hanya tersenyum menanggapi perkataan Leila. Apalagi aku yang mendengarnya, hatiku langsung tersentuh. Leila rela mempertaruhkan seluruh apa yang dimilikinya untuk keselamatan Tuannya.

Hm, aku jadi ingat bagaimana Kanta bisa menggunakan sihir di Avalous. "Kanta, bagaimana cara kau memakai sihirmu di Avalous?"

Kanta menoleh ke arahku. Dia tersenyum sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya. Aku terkejut melihat apa yang dia keluarkan. Termasuk yang lain.

Mutiara sihir.

"Aster yang memberikan benda ini kepadaku. Awalnya, aku tidak percaya bahwa benda ini berguna di luar daerah yang tidak terdapat koneksi sihir. Ternyata, mutiara sihir ini layaknya sebuah jantung sihir kecil yang berperan sebagai pengganti jantung sihir di setiap tempat," jawab Kanta.

"Biar aku tebak. Kau dengan mudahnya mendapatkan benda langka itu darinya karena kau membuat perjanjian penting dengannya. Iya, kan?" terka Gabriel sambil membuka sebuah buku yang dia pilih.

Kanta membalikkan badannya sedikit untuk menghadap Gabriel. "Ya. Dulu, aku percaya padanya karena dia sebenarnya adalah penyihir yang genius."

"Genius?! Pff!!" Ades menahan tawanya. Entah kenapa aku juga ingin tertawa.

"Dia hanya penyihir bodoh yang suka membuat penemuan rongsokan," tutur Joe tidak terima Aster disebut genius. Dia menghela napas lega. "Syukurlah, dia sudah mati."

"Tidak salah kau menyebutkan genius. Tidak ada yang bodoh di dunia ini. Semuanya genius. Iya kan, Princess?" ujar Genta sambil merangkulku dari samping.

Kanta satu per satu melihat para pangeran Avalous yang bicara. Lalu dia berhenti ke arah Fox yang sedang diam berdiri di samping Joe. Fox yang menyadari tatapan Kanta, menatap mata Kanta.

"Apa?" tanya Fox datar.

"Jadi, apa yang sedang kalian bicarakan, para pangeran sekalian dan Master-ku?" tanya Indra sambil berjalan santai dan berhenti di sampingku.

Mendadak, suasana perpustakaan istana menjadi sepi. Sebenarnya, ini agak membingungkan. Atau mungkin, tidak ada yang membuka pembicaraan yang menyangkut permasalahan sehingga terjadilah ini.

"Sebaiknya kita duduk di sana," tunjuk Gabriel memecah kesunyian dan menunjuk meja bundar di tengah perpustakaan dan kursi-kursi yang mengelilingi meja tersebut. Dia berdeham pelan. "Ehm. Tidak baik juga kalau bicara dengan banyak orang sambil berdiri."

"Benar." Fox setuju. Dia meraih tangan Joe dan mengajaknya duduk di sana. "Ayo, Joe. Kau harus duduk di sampingku."

"Aneh sekali harus di dekatmu terus," cibir Joe yang pasrah ditarik oleh Fox.

Lalu, yang lain termasuk aku pun ikut melangkah ke meja bundar tersebut. Kami menarik kursi masing-masing dan duduk tenang. Kecuali Indra dan Leila yang berdiri di samping Master-nya.

"Saya akan menyiapkan teh," ucap Indra sambil membungkuk dan berlalu pergi keluar dari perpustakaan untuk membuatkan kami teh di ruang dapur.

"Master, ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?" tanya Leila kepada Kanta.

"Tidak perlu. Kau bisa bersenang-senang---membaca buku misalnya," jawab Kanta.

Leila mengangguk. Dia melangkah jauh dari meja dan pergi ke lorong rak buku untuk membaca buku. Jadi, yang ada di depan meja tinggal tujuh orang. Dan suasana kembali sunyi. Baiklah, aku saja yang akan memulai pembicaraan.

"Jantung sihir Avalous sebentar lagi akan segera penuh," ucapku membuat semua pasang mata yang ada mengarah padaku. "Para pangeran Avalous telah tahu dan mengerti apa tujuanku ke Avalous. Penjelasan singkat ini untuk Kanta. Aku, ada di sini, untuk membantu mereka mengembalikan jantung sihir Avalous kembali hidup. Berawal dari sebab jantung sihir Avalous mati, aku telah menyelesaikan sebab akibatnya. Namun, misiku belum selesai sampai di situ saja," tuturku mencoba menjelaskan sesingkat mungkin agar tidak terlalu panjang. Kemudian aku kembali melanjutkan.

"Yang Mulia Raja dan Ratu Avalous ... belum kembali. Aku ingin, Pangeran Kanta membantu kami membebaskan Raja dan Ratu Avalous, karena kaulah satu-satunya yang bisa kami harapkan."

Kanta terdiam sejenak mendengarkan dengan serius pada apa yang aku jelaskan. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. "Sekarang, tujuanku adalah membantu kalian. Aku pasti akan membantu kalian untuk kembalinya jantung sihir Avalous. Tapi, yang mengurung Raja dan Ratu Avalous adalah Ibuku."

"Memangnya kenapa kalau Ibumu yang mengurung mereka? Kau bisa menyuruh Ibumu membebaskan Ibu dan Ayah kami. Mudah, kan?" kata Joe mulai mengeluarkan suaranya.

Kanta tersenyum tipis ke arah Joe. "Tidak semudah yang kau pikirkan. Ibuku dikenal kejam, penguasa, dan kuat. Sangat kuat. Tidak hanya orang lain yang takut padanya, bahkan anaknya sendiri sering menerima hukuman berat darinya, meskipun hanya masalah kecil."

"Apa? Tidak mungkin," ucapku tidak percaya dengan perkataan Kanta tentang gambaran Ratu Apolous kepada anaknya sendiri. Yang lain juga terlihat tidak mengira sepertiku.

"Kalian pasti tidak percaya, tapi aku sudah jujur mengenai Ibuku," ucap Kanta lagi.

"Jadi, tujuan dari diskusi ini, adalah mencari cara untuk membebaskan Raja dan Ratu Avalous?" tanya Ades sambil melipat kedua lengannya di belakang kepalanya dan bersandar santai pada punggung kursi. "Tapi, untuk menang, kita harus memperbanyak skill."

"Skill?" ulang Fox terlihat kurang mengerti. "Maksudmu?"

"Aku mengerti," kata Genta yang juga mulai bersuara dalam diskusi. Dia meregangkan otot-otot jari dan lengannya. "Sudah lama aku tidak mengeluarkan sihirku. Aku jadi ingin pamer."

"Kita harus memperkuat sihir kita!" seruku mulai memahami maksud Ades dan Genta. "Tapi, yang memiliki mutiara sihir hanya aku, Kanta, dan Fox. Soal Fox mendapatkan mutiara sihir, dia mendapatkannya dari hasil rampasan yang sebelumnya milik Aster. Masalahnya sekarang, di mana kita bisa menemukan mutiara sihir lagi?"

Semua mulai berpikir. Joe berpikir sambil mengetuk-ngetuk pipinya dengan jari, Gabriel bertopang dagu, Ades tertidur, Genta menggaruk kepalanya, Fox tidak melakukan apa-apa, dan Kanta berdiri dari kursinya.

"Aha!" seruku tiba-tiba. Lampu paling terang seolah-olah menyala di atas kepalaku.

"Ini tehnya," kata Indra yang telah datang dengan nampan lebar yang di atasnya terdapat tujuh cangkir teh hangat.

Aku punya ide.

Malam ini, kami akan pergi dari Avalous untuk mencari mutiara sihir. Cara satu-satunya untuk mendapatkan beberapa mutiara sihir adalah memanfaatkan kuas sihir pemberian Genta.

"Maksudmu, kau akan ke tempat guru sihirmu untuk meminta beberapa mutiara sihir?" tanya Ades kepadaku.

"Ya," jawabku. "Aku akan meminta bantuan kepada Miss Delisa, guru sihir sekolahku. Dialah yang memberiku banyak misi dan pelajaran sihir. Dan mutiara sihir yang kubawa ini adalah pemberian darinya."

Genta sedikit terbelalak melihat mutiara sihirku. "Kenapa warnanya begitu? Kau sering menggunakannya?"

"Ya, mungkin," jawabku kepada Genta. "Dan jika mutiaranya berganti warna menjadi hitam, maka harus dilepaskan dariku karena katanya berbahaya."

"Hmm .. ternyata benda sihir seperti ini juga punya kekurangan," ujar Ades. "Baiklah. Kapan kita akan pergi ke tempat gurumu?"

"Tunggu. Kalian semua akan ikut ke sekolahku?" tanyaku kepada mereka semua yang ada di kamarku.

Ya, setelah makan malam, kami semua pergi ke kamarku untuk berkumpul.

"Tentu saja kami harus ikut. Tidak mungkin hanya Queen yang ke sana dan kami malah duduk nyaman di sini menunggumu," jawab Gabriel. Dia memegang ujung dagunya. "Dan aku yakin, ini tidak mudah."

Aku tidak mengerti dengan kalimat Gabriel yang terakhir. Tapi, melihat tatapan serius mereka yang besar membuat semangatku lebih terbangun.

Aku beranjak dari dudukku dan berjalan ke arah dinding polos yang sebelumnya pernah tersentuh oleh kuas sihirku. Ades, Genta, Gabriel, Joe, Fox, Kanta, Indra, dan Leila mengarahkan sepasang mata mereka ke arahku. Mereka terlihat sudah siap.

"Baiklah. Kita berangkat sekarang?"

To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top