It is Beautiful : 30
Padahal, aku ingin membantu Joe dan Fox memasak hidangan makan malam di ruang dapur istana. Tapi, mereka berdua menyuruhku untuk istirahat saja. Aku sudah istirahat penuh selama 2 hari dan ingin melelahkan diri lagi. Tetap saja, mereka bersikeras.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan kembali istirahat kalau mataku mulai mengantuk. Aku ingin menemui Gabriel," kataku ketika mengingat ada satu pangeran lagi di sini yang belum aku temui. Semoga dia sama dalam keadaan baiknya dengan yang lain.
"Kak Gabriel? Aku tidak melihat Kakak pergi ke mana," kata Joe sambil menggaruk kepalanya.
"Aku melihatnya," ucap Fox membuatku beralih menatap ke arahnya yang sedang berdiri di samping Joe sambil membawa sepiring wortel yang telah dicincangnya. "Di halaman belakang istana. Sedang mencabuti rumput liar."
Aku melongo seketika mendengar perkataan Fox. "Gabriel mencabuti rumput liar malam-malam begini? Untuk apa?"
"Tidak tahu. Aku tidak sempat menanyakannya," jawab Fox. Oke, informasi itu sudah cukup. Setidaknya, aku tahu di mana Gabriel berada sekarang.
"Leila, kau masih mau ikut denganku?" tanyaku menoleh ke arah Leila yang masih berdiri dengan setianya di sampingku---seperti seorang pengawal.
"Tentu. Karena tidak ada yang aku kerjakan, akan bagusnya aku mengikutimu saja," jawab Leila seperlunya.
"Ayo kita ke halaman belakang. Dah, Joe dan Fox! Selamat bekerja kembali ..." pamitku kepada Joe dan Fox seraya melambaikan tangan kepada mereka berdua.
"Iya! Nanti kalau masakannya sudah jadi, semuanya akan kami panggil untuk ke ruang makan untuk makan malam!" ujar Joe sambil membalas lambaian tanganku. Fox juga melambaikan tangannya, berekspresi datar seperti biasanya.
Aku dan Leila segera melangkah keluar dari ruang dapur istana. Kembali menelusuri koridor istana yang panjang dan belokan, hingga akhirnya kami sampai di tujuan. Halaman belakang istana.
Mataku menelaah sekitar mencari sosok Gabriel. Asyik mencari, Leila menepuk bahuku.
"Di sana," tunjuk Leila.
Aku mengikuti arah mana Leila mengacungkan jari telunjuknya. Dan ... ya! Leila menemukan Gabriel. Agak jauh dari sini, aku bisa melihatnya sedang berjongkok sambil mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh di tanah tersebut. Rumput-rumput itu dia kumpulkan hingga terbangun menjadi sebuah bukit kecil.
"Leila, kau tunggu di sini saja," kataku sambil menepuk sekali pundaknya. Melihat anggukkan Leila sebagai jawaban dariku, aku pun mulai melangkah ke arah Gabriel.
Ketika sudah cukup dekat, tepat berdiri di samping Gabriel sedang berjongkok, aku tertegun karena menyadari kalau dia tidak memakai sarung tangan atau semacamnya yang dapat melindungi kulit putih halusnya. Kedua tangan itu terlihat kotor karena menyentuh tanah juga rumput liar yang kasar membuat telapak tangannya sedikit mendapat goresan merah kecil.
Aku ikut berjongkok. Di samping Gabriel, dalam diam tanganku juga bekerja untuk membantu. Mencabut dua rumput yang lebat dan lemparnya ke tumpukan rumput yang Gabriel kumpulkan. Jika sebanyak itu, berarti sudah berapa lama dia ada di sini?
"Siapa?" Gabriel menyadari seseorang ada di sampingnya karena melihat ada dua tangan yang sedang membantunya mencabuti rumput. Dia menoleh dan terbelalak melihatku ada di sampingnya. "Queen?"
"Selamat malam, Gabriel. Kenapa kau mencabuti rumput-rumput liar pada malam hari?" tanyaku lembut dan melemparkan senyumanku padanya. "Udara malam itu dingin. Kalau berlama-lama di luar, kau bisa sak---"
Aku terkejut tatkala Gabriel tiba-tiba menyingkirkan rumput dari tanganku dan menarik diriku ke dalam pelukannya. Terasa hangat dan nyaman. Udara dingin malam yang kusebutkan tak mempan untuk mendinginkan kami sekarang.
"Kalau begitu, berikan aku kehangatan," balas Gabriel bersuara pelan di samping telingaku. Dia mengeratkan pelukannya. "Kau ... ke mana saja? Aku takut jika terjadi apa-apa padamu, karena kau tidak membuka matamu setelah kejadian itu."
"Gabriel ..." Kedua tanganku pun bergerak halus ke arah punggungnya, membalas pelukan Gabriel untuk memberikan kehangatanku padanya. "Tidak. Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Aku masih ada di sini, di Avalous. Keadaanku baik, tidak ada terjadi sesuatu yang mengerikan padaku. Jangan khawatir."
Aku mengatakan itu semua sambil mengelus-elus punggungnya, agar dia kembali tenang dan tidak merasa khawatir lagi.
"Queen, aku merindukanmu," ucap Gabriel, masih memeluk diriku. "Kami semua sangat mencemaskanmu. Untunglah, kau baik-baik saja."
"Dan untunglah kau baik-baik saja, Gabriel," balasku sambil tersenyum. "Aku juga merindukanmu. Terima kasih."
Sebelum melepaskan pelukan, sekali lagi aku mengelus-elus punggungnya dan sedikit mencium aroma tubuhnya. Alisku mengernyit dan segera mengakhiri pelukan kami.
Bukan Gabriel.
Lalu, siapa yang menangkap tubuhku waktu itu? Aroma yang kuat dan menenangkan ... seperti aroma mawar yang pekat. Walaupun tidak penting untuk dipikirkan, namun otakku selalu ingin mencari tahu tentang siapa orang itu.
"Mari kita masuk," ajakku setelah berdiri sempurna. "Joe dan Fox sedang membuat hidangan makan malam. Mungkin sebentar lagi mereka akan segera selesai. Kita pergi ke ruang makan lebih dulu sekarang?"
Gabriel tersenyum sambil beranjak berdiri juga. "Setuju."
"Kau berhasil membujuknya masuk?" tanya Leila tiba-tiba saja sudah ada berdiri di sampingku yang sontak membuatku termasuk Gabriel terkejut.
"Kau?" Gabriel menatap Leila dengan datar dan malas. Dia menarik tanganku hingga langkahku tak sengaja menjauh dari Leila. "Sudah kubilang jangan dekat-dekat dengan Queen."
Leila menghela napas. "Pangeran, saya sudah mengatakan pada Anda bahkan semua pangeran yang ada di sini, untuk tidak mencari masalah ataupun mengkhianati kalian karena sudah menyelamatkan nyawa Master saya."
Gabriel masih menatap sinis. "Tapi---"
"Gabriel, sudah cukup," ucapku memotong ucapan Gabriel yang belum lengkap. Tanpa melepaskan tangan Gabriel dariku, aku melangkah mendekat kembali ke Leila dan menepuk pundaknya. "Aku yakin dia tidak akan mencari masalah ataupun menyakitiku. Jadi, jangan bersikap asing dan musuh seperti itu. Dia ... dan Kanta sudah menjadi tamu, sekaligus teman kita."
"Teman? Teman kau bilang?" Gabriel tertawa sarkas. "Kau jangan terlalu baik dulu, Queen. Dari balik kata-katanya, bisa saja ada suatu rencana jahat yang sedang disembunyikannya untuk menghancurkan Avalous dengan Master-nya itu. Seperti pada apa yang sudah terjadi pada kita!"
Sekarang, Gabriel tidak bisa mempercayai siapa-siapa lagi berkat atas apa yang sudah terjadi dua hari yang lalu. Tentang Aster yang tidak memegang janjinya dan kembali berbuat jahat disaat dia mendapatkan celah yang begitu besar untuknya. Tapi, sekuat apapun seorang penjahat, orang itu akan tetap mendapatkan kekalahannya.
Leila melangkah maju. Dan tiba-tiba dirinya bertekuk lutut di depan Gabriel. "Saya bersumpah kepada Anda, untuk tidak akan pernah mengkhianati Anda, saudara-saudara Anda, Raja dan Ratu Avalous, termasuk Nona Sica. Saya dan Master telah berhutang besar kepada kalian semua karena sudah memberikan kami tempat dan menyelamatkan nyawa Master. Tolong, berikanlah kepercayaan darimu juga, Pangeran. Saya ... akan melakukan apa saja."
Gabriel tidak terkejut dan juga tidak menjawab. Pandangannya mengarah ke bawah tanpa menundukkan sedikit pun kepalanya ke arah Leila. Beberapa saat kemudian, dia melangkah berlalu dari hadapan Leila dan diriku. Masuk ke dalam istana tanpa meninggalkan jawaban.
Aku menatap kepergian Gabriel yang begitu terasa dingin. Memang tidak mudah jika ingin mendapatkan kepercayaan dari Gabriel terhadap orang baru. Bahkan, tidak ada lagi yang bisa aku katakan untuk Gabriel. Keputusannya adalah keputusannya sendiri. Aku tidak bisa membantahnya.
"Berdirilah, Leila. Ayo kita masuk," ajakku kepada Leila yang masih dalam posisi berlututnya.
Leila perlahan kembali berdiri. Sekali lagi, dia menghela napas. "Aku hanya ingin Master-ku baik-baik saja selama dia ada di sini."
"Aku mengerti." Tak mau melihatnya menatapku dengan sedih, aku memeluk dirinya agar dia merasa baik. Kemudian melepaskan pelukan ringanku dan menepuk pundaknya sebagai tanda aku mendukungnya. "Tenanglah. Kanta akan baik-baik saja selama Ades menjaga dan merawatnya. Aku juga akan melindungi kalian."
Leila tersenyum hangat. "Terima kasih, Sica."
⚡
Pagi pun kembali terbit membawa udara sejuk. Langit melukiskan warna birunya tanpa melunturkan warna awan yang lewat. Di balik jendela besar ini, seluruh alam terlihat segar. Burung-burung terbang menari dan berkicau membuat latar musik.
Aku meregangkan kedua tanganku ke atas. Rileks sekali rasanya selesai mandi. Gaun biru polosku telah kukenakan. Sementara rambutku tengah disisir oleh Indra. Ya, sudah beberapa hari ini aku tidak mengembalikannya ke dalam lingkaran sihir.
"Sudah selesai, Master," kata Indra mengangkat sisirnya dari rambut lurusku.
"Terima kasih," ucapku seraya tersenyum melihat diriku telah rapi di depan cermin. "Aku ingin menjenguk Kanta. Kau mau ikut?"
"Sama-sama," balas Indra sambil meletakkan sisir tadi ke meja rias. "Master harus sarapan dulu."
"Nanti saja sarapannya. Aku mau melihat keadaan Kanta dulu," ujarku dan berjalan tenang menuju pintu kamar.
"Baiklah. Kalau sudah, Master langsung saja ke ruang makan istana. Pangeran Joe sedang membuatkan panekuk untuk kita semua. Saya ingin membantunya, tapi Pangeran Joe tidak mengizinkan," kata Indra sambil berjalan mengikuti dari samping.
"Hahaha! Joe memang begitu. Dia tidak terlalu suka kalau ada orang yang ingin membantu melakukan pekerjaannya. Oke, aku akan ke ruang makan setelah menjenguk Kanta. Aku tidak akan lama."
Kami pun berpisah karena jalan ke ruang makan istana dan kamar Ades berbeda lorong. Kanta masih dikatakan terbaring di kamar Ades. Jadi, langkahku mengarah ke kamar pangeran pertama Avalous. Namun, tiba-tiba aku menghentikan kakiku berjalan karena terpikirkan sesuatu.
"Apa aku perlu setangkai bunga?" tanyaku kepada diriku sendiri. Aku berpikir, kalau aku memberikan Kanta bunga, dia akan merasa lebih baik saat mencium aroma dan melihat warna kelopaknya.
"Berikan ini padanya."
"Eh?"
Aku terkejut menyadari ada Gabriel berdiri di sampingku. Dia melangkah maju menghadapku dan menampilkan sebuket bunga mawar putih di tangannya.
"Mawar putih?" tanyaku.
"Bukan mawar putih. Ini bunga gardenia," jawab Gabriel sambil menyodorkan bunga-bunga itu kepadaku. "Hampir mirip dengan mawar putih. Tapi bedanya, bunga ini tidak memiliki duri. Ambillah. Aku baru memetik mereka di halaman belakang."
"Ba-baiklah," Aku mengambil sebuket bunga itu dari Gabriel. Aroma bunga ini tidak kalah harumnya dengan mawar. Bahkan memang benar tidak ada duri dibatangnya. "Terima kasih."
Gabriel tersenyum tipis. "Sama-sama." Dan setelah mengucapkan itu, dia berlenggang pergi melewatiku.
Aku membalikkan badanku, melihat punggung Gabriel menjauh dan menghilang karena dirinya yang berbelok masuk ke lorong lain. Kembali pada jalanku menuju kamar Ades, aku melangkahkan kakiku lagi seraya membawa bunga yang diberikan Gabriel.
Aku tersenyum. "Gabriel, aku tahu. Apapun keputusanmu, itulah yang terbaik."
Sampainya di depan pintu kamar Ades, tidak lupa aku mengetuk pintu dulu.
"Ades, apa aku boleh masuk?"
Sepi. Tidak ada balasan dari dalam. Dan aku mulai berpikir kalau Ades tidak ada di dalam kamar untuk melihat keadaan Kanta. Jadi, Kanta sendirian di dalam kamar? Mungkin. Atau bisa saja Ades tertidur dan tidak mendengar ketukan pintuku karena tidurnya yang terlalu nyenyak.
Klek!
Terpaksa aku harus membuka pintunya sendiri. Untunglah tidak dikunci. Perlahan-lahan, kepalaku menyembul masuk melihat isi kamar Ades. Hm, tidak ada Ades di sini. Lalu, aku melihat ke arah kasur ...
"Kanta tidak ada!"
Seruan cemasku tidak terlalu kencang. Karena terkejut, refleks aku mengatakan tiga kata barusan. Aku langsung masuk ke dalam dan mengecek tempat tidur Ades lebih teliti. Ternyata Kanta benar-benar tidak ada di tempat tidur.
Aku meletakkan bunga yang kubawa ke atas kasur. Melihat-lihat isi kamar Ades, tidak ada yang kudapatkan selain barang-barang yang ada di sini. Di mana Kanta? Apa dia sudah sadar? Dengan luka seperti itu, apa dia bisa bangun secepat itu?
"Aku harus mencarinya."
Aku berjalan cepat ke arah jendela yang tertutup oleh tirai. Tanganku cepat membuka jendela itu untuk melihat lingkungan di luar, jika saja aku menemukan Kanta ada di luar.
Tidak ada juga. Ini gawat. Aku harus memberitahukan hal ini kepada Leila dan yang lain, bahwa Kanta menghilang dari kamar Ades.
Aku bergegas keluar dari kamar Ades. Berlari menyusuri beberapa lorong istana dan sampai di ruang makan istana. Sampai di depan pintu besar itu, aku langsung membukanya seperti sedang mendobraknya. Dan semua yang ada di ruang makan salut membuat mereka terkejut tanpa sengaja kulakukan.
"Hahh ... hahh ... dengar ...." Napasku memburu karena habis berlari. "Kanta ... dia---"
"Sica?"
DEG!
Itu ... suara Kanta. Tepat jelas terdengar di dalam ruang makan.
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top