It is Beautiful : 28
Sabit besar berwarna emas itu kini telah ada pada genggaman Indra. Mendengar izin dariku sekaligus sebagai perintah, Indra berlari laju ke arah Aster tanpa sedikit pun keraguan. Kilat matanya dan sabit itu terpancar keinginan besarku dan dia untuk melenyapkan Aster.
"Segeralah tiada, Wahai Putri," kata Indra dan segera menyerang Aster dengan sabitnya yang mulai bercahaya emas.
Cahaya pada sabit itu semakin terang hingga membuatku menutup penglihatan dengan tangan karena merasa silau. Inilah kekuatan sabit besar Indra. Sekali senjata itu menyentuh seseorang, maka orang itu akan langsung lenyap tanpa ada yang tersisa. Termasuk jiwanya.
SHING!!
Namun tiba-tiba saja, sebuah sabit besar yang asing datang menahan cahaya itu menghancurkan Aster. Sabit besar yang ditambahkan dengan sepasang sayap burung hitam di atasnya. Bersamaan itu, muncul empat ekor burung gagak yang sedang terbang. Beberapa bulu hitam sayap burung itu terlepas dengan angkuhnya tertiup angin halus sampai jatuhnya bulu-bulu itu ke lantai.
"Cahayamu adalah keburukan. Keindahan berasal dari kegelapan."
Aku terkejut ketika telah menyadari sabit besar itu berasal dari seorang gadis yang melindungi Aster dari serangan Indra. Gadis itu yang membuat burung-burung gagak itu datang dan masih terbang bebas mengelilingi langit ruangan. Dan gadis itu baru saja mengatakan sesuatu yang menurutku aneh.
"Itu Leila!" kata Gabriel sambil berdiri dari simpuhnya dengan eksresinya yang terkejut. "Dia adalah partner sihir Kanta! Dia kuat! Berhati-hatilah, Indra!!"
Aku tertegun mendengar Gabriel mengatakan itu kepada Indra. Sedangkan Indra menoleh sebentar ke arah Gabriel untuk membalas dan tersenyum.
"Serahkan saja kepada saya," balas Indra meyakinkan. Gabriel tersenyum mantap kepada Indra. Sedangkan aku tersenyum tipis melihat mereka.
Gadis bernama Leila itu menoleh pelan ke arah jasad Mariposa yang agak jauh darinya. "Indah sekali. Namun, akan lebih indah jika tubuhnya dikelilingi oleh hewan pemakan bangkai," ujarnya. Dia tersenyum tipis namun terlihat manis sekaligus sadis.
Sesudah dia mengatakan itu, empat ekor burung gagak yang terbang di atas langit ruangan, bersemangat mengepakkan sayap mereka untuk menghampiri Mariposa.
Aku segera mengangkat tanganku dan mengarahkannya kepada Mariposa untuk mengaktifkan sihir pelindung kepadanya. Tidak lama kemudian, sebuah perisai transparan berwarna biru tercipta mengelilingi Mariposa agar terlindung dari empat gagak yang sedang mematuk. Mereka berusaha untuk menyentuh Mariposa, tapi mereka hanya bisa mematuki sihir pelindungku yang sama sekali tak ada pengaruh apa-apa.
Gadis berambut hitam panjang itu memandang kesal perisai itu. Lalu dia memutar matanya melihat ke arahku. "Apa kau lebih suka mereka yang memakanmu hidup-hidup?" Dan tiba-tiba tangannya bergerak menunjuk padaku, terlihat sedang memerintahkan keempat burung gagak itu untuk menyerangku.
Lantas keempat gagak itu terbang cepat mengarah ke tempatku berada. Indra ingin melindungiku, tapi kini dia sedang sibuk melawan sabit besar hitam milik Leila yang terus mengeluarkan aura hitam dari sihir yang membuat cahaya emas pada sabitnya berangsur-angsur meredup.
Genta kembali menarikku ke dalam perlindungan lengannya yang mengelilingi pinggulku sambil menyerang burung-burung gagak dengan tebasan pedangnya. Keempat makhluk terbang itu beralih fokus ingin menyerang Genta karena diganggu.
Gabriel juga ikut menghunuskan pedangnya membantu Genta melindungiku. Pedangnya dengan cepat langsung menghabisi keempat burung itu satu persatu hingga menjadi debu hitam dan lenyap tak tersisa.
"Wow!! Adikku Gabriel sangat pandai memainkan pedangnya dan semakin bagus!" puji Genta terpana melihat gaya berpedang Gabriel.
Bahkan aku yang juga menyukai bertarung dengan menggunakan pedang, cukup melongo karena takjub melihat kelenturan tangannya memegang pedang sungguh indah dipandang.
"Hebat ..." ucapku pelan ikut memuji.
Gabriel yang melihatku dan Genta sedang menatap kagum padanya, segera membuang muka dari kami dengan wajahnya yang merona merah.
"Ka-kalian terlalu berlebihan! Biasa saja!" elak Gabriel sambil menahan malu.
Di sudut lain, aku melihat Leila memandang tidak suka kepada kami bertiga sesudah burung-burungnya berhasil dibinasakan. Dia mendorong sabitnya lebih keras, membuat sabit milik Indra kalah dan dia terdorong beberapa langkah.
"Biar aku katakan. Sabit kematianmu telah melenyapkan sedikit cahaya dari sabitku. Sihirmu sungguh mengerikan, Nona Leila," kata Indra kepada Leila.
Penampilan Leila tidak mencolok. Tubuh kurus itu dibalut oleh gaun polos putih tanpa lengan sepanjang menyentuh lantai. Aku tidak tahu sihir apa yang dia kuasai. Tapi, sepertinya Indra telah mengetahui sihir apa yang Leila miliki saat sabitnya diserang dengan sabit lain.
"Kegelapanku menyerap cahaya yang tercipta dari sihir dan mengambil keuntungan. Sabitku dapat mencuri energi sihir siapa saja yang tersentuh oleh senjataku. Siapapun lawanku, maka pemenangnya adalah aku dan tetap aku," kata Leila mengarahkan sabitnya ke bawah, membuat lantai tergores karena bergesekan dengan sabitnya. Lalu dia melangkah santai dan menyerang Indra.
Tidak ingin kalah cepat, Indra langsung menangkis sabit Leila dengan sabitnya yang kembali bercahaya.
"Sabitmu bermain curang," kata Indra sambil menggerakkan sabitnya dengan lincah menemukan celah dan sialnya selalu berhasil ditutup oleh Leila. Namun, dia juga berhasil menutup semua celah yang Leila dapatkan.
"Bukan curang, melainkan kau lemah." Leila mengaitkan sabit Indra dengan sabitnya lalu memutarnya hingga melepaskan sabit emas itu dari tangan Indra.
"Ck!" Indra mulai kesal. Sabitnya terjatuh ke lantai dan menghilang oleh sihir karena tidak berada dalam genggamannya.
Kanta tiba-tiba tertawa disela dia sedang bertarung dengan tiga orang sekaligus. "Hahaha! Bagus, Leila! Tunjukkan kemampuanmu yang sebenarnya!"
"Kau itu berisik sekali!" kesal Joe dan hampir berhasil menusuk Kanta.
Kanta dengan cepatnya menahan tangan Joe yang menggenggam belati agar tidak bergerak maju.
"Kaulah yang berisik," balas Kanta seraya mengarahkan mulut pistol ke arah Joe, lalu segera menembak.
DOR!
"ARGGHH!!!"
Joe mengerang sakit setelah terkena peluru Kanta. Tangan Joe menjatuhkan belati miliknya dan memegang bagian luka yang langsung saja mengeluarkan darah yang cukup deras.
"JOE!!" Refleks aku dan Gabriel meneriakkan nama Joe melihatnya tertembak.
Ades bergerak cepat menghampiri Joe untuk menghentikan pendarahan. Dia menoleh ke arah Fox.
"Fox, aku membutuhkan syalmu!" pinta Ades berkata cepat.
Aku, Genta, dan Gabriel berlari menghampiri mereka dengan penuh rasa sangat khawatir. Joe perlahan jatuh lemas di atas pangkuan lengan Ades. Darah mengucur deras membuat kulitnya memucat.
Fox cepat-cepat melepas syal biru yang melingkari lehernya, lalu memberikannya kepada Ades. "Cepatlah hentikan pendarahannya," katanya juga sangat khawatir dengan keadaan gawat yang Joe alami.
Ades menerima syal itu, lalu dengan gerakan telaten dan cepat langsung menggulung kuat lengan Joe yang terluka parah.
Melihat Joe meringis kuat menahan rasa sakit pada lengannya, aku berpaling karena tidak kuat memandang Joe kesakitan.
Gabriel hadir di samping Joe sambil menggenggam tangan kiri adiknya itu dengan kuat.
"Joe, tidak apa-apa. Kau akan sembuh," kata Gabriel pelan sambil menangis melihat Joe terus merasakan rasa sakit yang luar biasa.
Aku berbalik menghadap Kanta yang sedang tersenyum lebar memandang kesedihan di depannya. Sekarang, amarahku sudah sangat memuncak karena dirinya.
GELEDAR!
Langit tiba-tiba menyambar menyentakkan orang yang terkejut mendengarnya. Aku mengarahkan tanganku ke atas. Dan sebuah pedang emas milikku muncul seperti petir yang datang tanpa diundang.
"Jika kau kalah, bebaskan Raja dan Ratu Avalous. Jika kau menang," kataku menjeda sebentar, kemudian melanjutkan, "kau bisa ambil diriku," sambungku. "Setuju?"
"Princess!" kata Genta terkejut mendengar perkataanku.
"Bodoh! Apa yang barusan kau katakan!!" kata Gabriel tidak terima dengan apa yang aku ucapkan.
"HAHAHA! Tentu saja aku setuju, calon istriku!" jawab Kanta membuatku ingin muntah atas perkataannya.
"Kau tidak boleh mengatakan aku adalah calon istrimu, karena siapa yang menang dan kalah masih menjadi sebuah pertanyaan yang belum terjawab," balasku dan segera menyerang lebih dulu. "Dan jawabannya nanti, akulah yang akan menang."
Gerakanku dalam berpedang dan berusaha untuk mengelabuinya agar mendapat celah terlihat membuat Kanta sedikit kewalahan. Itu karena pistol tidak cocok untuk melawan pedang. Apalagi akulah yang sedang dia lawan.
"Ah, ternyata aku salah telah meremehkanmu," kata Kanta seraya menghindari serangan pedangku. "Aku mulai lelah."
Aku menyeringai. "Kau lelah? Kenapa tidak istirahat saja? Ya, aku akan membuatmu istirahat dengan tenang selamanya tanpa bisa kembali lagi. Tenang di NERAKA!"
Dan sedikit lagi aku berhasil menusuk jantungnya. Dia pintar menghindari segala serangan yang aku berikan. Sama sekali tidak ada yang kena. Aku semakin geram dan terus melancarkan seranganku hingga bertubi-tubi.
"Aku hanya tidak ingin membuatmu terluka. Jadi, aku tak bisa membidikmu. Kau bisa mendapat nasib seperti pangeran malang itu jika kutembak," kata Kanta dengan gelengan.
"Kau pikir aku akan tersentuh mendengar ucapanmu, Pangeran? Malahan, aku semakin berhasrat ingin membuatmu berdarah!!" Sekali lagi aku menyerang Kanta yang terus menghindar tak membalas seranganku. "Kau sudah membuat Mariposa tiada. Dan sekarang, kau menembak Joe! Tidak akan aku ampuni!!"
SHAHH!!
Pedangku tiba-tiba bercahaya tetapi tidak menyentuh Kanta, menghasilkan sebuah goresan besar tergurat hingga mengeluarkan darah di perut Kanta. Saat itu, aku mencoba menebas Kanta dan dia langsung berhasil menghindarinya lagi. Tapi, cahaya garis emas pada pedangku membuat tebasan itu hidup mendatangi musuh, membuatku berhasil mengenainya.
"Master!!" Leila berteriak karena terkejut melihat Kanta tertebas oleh pedangku. Dia tidak fokus lagi kepada Indra. Matanya kini dipenuhi oleh air mata.
Kanta tertawa kecil disela mulutnya mulai mengeluarkan darah. Dia terduduk di lantai, namun masih memegang pistolnya. Senyuman tipisnya menggurat diberikan kepadaku.
"Kau kuat," kata Kanta. "Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu lagi bersamamu. Tapi, sepertinya waktuku tidak bisa lebih lama lagi." Dia mengangkat pistolnya, lalu membidik seseorang yang mungkin untuk terakhir kalinya sebelum dia akan jatuh terkapar dengan genangan darah.
DOR!
"A-apa?!" Aku terpaku pada siapa Kanta mengarahkan pistolnya. Dan aku kembali melihatnya. Dia tersenyum padaku.
"Aku tahu ... apa yang kau inginkan," kata Kanta agak terdengar pelan. "Jadi, aku menembaknya."
Dia telah menembak Aster. Mengenai sasaran, di dekat jantung.
Aster memegang dadanya yang berdarah. Dirinya mematung. Ekspresinya terkejut dan tampak tidak mempercayai luka yang dia dapatkan.
"Aku ... be-benci .... kasih sayang ... hahaha."
Bruk!
Itulah kata-kata terakhir sebelum Aster ambruk. Darahnya berlinang mengerikan mengotori lantai berwarna putih suci. Tidak ada gerakan lagi setelah tubuh itu jatuh terkapar. Aku yakin dia sudah tak bernyawa.
Aku terkejut tiba-tiba ada tangan bersuhu dingin dan berkeringat yang memegang tanganku. Itu tangan milik Kanta. Rupanya dia masih bernapas.
"Lepas," ucapku dingin.
Tapi, tanganku tidak bergerak untuk melepaskan tangan Kanta dariku. Entahlah, aku tidak mengerti. Seharusnya sekarang aku senang karena Kanta akan segera mati. Tapi, kenapa rasanya tidak terasa nyaman dalam batinku?
"To-tolong, dengarkan aku ..." kata Kanta yang berusaha keras mengeluarkan kata-katanya. "Aku bukanlah orang yang menangkap Raja ... dan Ratu Avalous. Ibuku .... Yang Mulia Ratu Alta .... dia yang ... te-telah ... uhuk! Uhuk!!"
Kanta tiba-tiba terbatuk sampai mengeluarkan darah yang lumayan banyak. Tumbuh rasa khawatir, aku duduk hadir di sampingnya dan refleks menggenggam tangannya.
"Karena kau kalah, bukakanlah pintu istanamu. Perlihatkan kerajaan Apolous kepada kami," kataku kepada Kanta. "Kami ... tidak bisa pergi ke sana untuk membebaskan Raja dan Ratu Avalous dari jeratan Ratu Alta, jika tanpa adanya bantuanmu."
Tiba-tiba saja tubuhku terasa lelah. Pandanganku tidak terlalu jelas. Entah kenapa rasa badanku tidak enak. Sepertinya aku telah banyak menguras tenaga dan sihirku.
Beberapa saat aku merasakan keletihan pada tubuhku, akhirnya aku tak dapat bertahan lagi dan jatuh ke tangkapan seseorang. Dia mempunyai aroma tubuh yang wangi. Hampir seperti mawar.
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top