It is Beautiful : 25
"G-Gabriel ..." Suara terpatah dan napas pendekku, memanggil Gabriel untuk mengatakan sesuatu kepadanya. "Ba-bantu aku ..... meletakkan ... ta-tanganku ke ... ke tanah."
"Kau ingin memanggil partner sihirmu?" tanya Gabriel pelan, dengan mata emasnya yang menatapku sedih. Aku menjawabnya dengan senyuman yang berkata 'ya'. Gabriel ikut tersenyum, "Baiklah."
Tangan kirinya masih memegang erat tangan kananku, bergerak meletakkan tanganku sampai menapak tanah. Lalu aku mulai mengumpulkan sisa energi sihirku, menciptakan sebuah lingkaran sihir pemanggil yang sudah dua tahun ini tidak pernah kulihat, dengan alasan ... menghukum partner sihirku mungkin.
Dan kini, aku mencabut hukumannya itu. Akan aku keluarkan dia dari sana. Memberikannya perintah baru. Membuatnya kembali bertarung dengan tujuan yang benar.
"Si-sihir pemanggil ... Indra .... aku ... me-memanggilmu ...." Semakin sulit mengambil napas dan berucap. Aku berusaha sekeras-kerasnya untuk tetap berada di dunia ini.
Jangan mati ... jangan mati! batinku mengamuk melawan segala rasa sakit. Tidak akan. Aku tidak akan diriku mati semudah itu.
Aku ... ingin melihat Indra.
Cahaya itu membuat semua pasang mata yang ada menarik perhatian mereka. Melihat apa dan ingin mengetahui dari mana sumber cahaya biru tosca tersebut. Mereka terpaku melihat itu. Seseorang yang kupanggil telah keluar dari dalam lingkaran sihir.
"Master," Indra yang sudah muncul kelihatan terkejut, segera berlutut hormat padaku. Aku bisa melihat senyumnya mengembang syukur. "Perintah Anda?"
Dan senyumku juga ikut mekar, lalu segera memberinya perintah. "Lindungi aku ... dan teman-temanku."
Indra kembali berdiri dari posisi berlututnya. Kemudian membungkuk, "Laksanakan."
Dia berjalan tenang ke arah Khronos, berhenti di samping Genta yang sedang memandang kaget padanya. Genta tersenyum.
"Hai, Indra. Namaku Genta," kata Genta memperkenalkan diri, lalu tersenyum.
"Hai juga, Genta. Senang bisa berkenalan denganmu," kata Indra membalas ramah. "Ada waktunya nanti kita mengobrol. Aku ingin menjalankan perintah dari Master-ku dulu. Jadi, mundurlah. Biar sisanya aku yang urus."
"Tentu saja. Majulah. Semoga sukses, Indra." Genta pun mundur, mempersilakan Indra maju menghadapi Khronos sendirian.
Sedangkan Khronos, dia terus melihat Indra yang sudah berdiri berhadapan dengannya. Senyumnya tersungging ramah dan manis kepada Indra.
"Selamat siang, Indra. Perkenalkan, namaku Khronos. Kau berdiri di sana, apa kau ingin bertarung denganku?" kata Khronos juga memperkenalkan dirinya dengan baik dan sopan.
"Selamat siang juga, Khronos. Ya, sudah lama aku tidak bertarung dengan partner sihir lain. Kita bisa memulainya sekarang tanpa basa-basi lagi," jawab Indra sambil mengangkat tangan kanannya ke atas.
GELEDAR!
Suara petir menyambar langit terdengar jauh dari atas. Angin tiba-tiba bertiup kencang. Dari atas sana, aku bisa melihat sesuatu yang berkilau datang mendekat dan sampai di tangan Indra. Senjata emasnya, sabit besar.
Khronos mengangkat kedua alisnya, "Ah, kau mengeluarkan senjatamu dari langit, ya? Baiklah, akan aku perlihatkan dari mana aku mengeluarkan senjataku."
Buku bersampul jam dinding itu dia letakkan ke tanah. Sebuah cahaya hijau keluar dari dalam buku tersebut. Dan cahaya itu menerbitkan sesuatu yang akan menjadi senjata Khronos.
Sebuah pedang hijau berukuran besar, mungkin setinggi ukuran badannya. Dan pedang itu mempunyai ujung runcing tajam seperti jarum jam.
Khronos menarik senjata itu dari dalam bukunya dan buku itu pun tertutup. Pedang besar itu telah ada di genggaman tangan kirinya. Senyuman sinis terukir pada bibirnya.
Mereka langsung berlari untuk mendekat dan mulai bertarung dalam jarak dekat memperebutkan kursi kemenangan. Kedua senjata itu terus diayunkan untuk melukai sang lawan. Indra lebih cepat, namun Khronos memanfaatkan sihir waktunya agar tidak mengenai serangan Indra.
Kaki Indra mencoba menendang kedua kaki Khronos untuk membuat gadis itu jatuh, tetapi dengan cepat Khronos menerbangkan dirinya sehingga kaki Indra hanya menendang udara dan kakinya bergesekan dengan tanah. Hampir lengah, Indra berhasil menghindari pedang Khronos yang nyaris menancap ke dadanya. Dia melompat mundur dan kembali berlari maju.
"Biar aku katakan, kau kuat, Khronos," kata Indra.
"Ow, terima kasih atas pujiannya," balas Khronos tersenyum.
"Tidak, aku bukan bermaksud memujimu. Aku hanya mengatakan fakta," koreksi Indra. "Dan, aku senang bisa bertarung denganmu, Khronos. Kau bisa menguasai waktu. Aku juga bisa menguasai sesuatu. Kau mau melihatnya?"
Sabit besar itu dia tancapkan ke tanah. Kedua tangannya merentang bebas ke atas. Langit biru semakin terselimuti oleh awan abu-abu pekat, seperti akan terjadi badai besar.
"Hujan," ucapnya dengan tangan yang cepat menghempas ke bawah.
Seperti apa yang dikatakan Indra, hujan turun mengguyur permukaan. Namun, ini bukanlah hujan biasa. Agar tidak terkena tetesan hujan, Indra menciptakan sebuah payung biru transparan dari sihirnya untuk Genta, Fox, Ades yang baru datang, dan payung yang sedikit lebih besar tergenggam di tangan Gabriel agar muat untuk berdua.
"Hujannya ..." Genta tampak tercengang dengan pandangannya ke atas langit. Payung itu masih bisa menampakkan langit di baliknya karena transparan.
"Tajam." Fox masih menyerang Aster yang tidak dilindungi oleh payung atau perisai apapun yang bisa berfungsi untuk berlindung dari hujan Indra. Namun, Aster tampak tidak peduli dan fokus membalas serangan.
Jutaan tetesan air hujan itu membentuk panah kecil yang bisa membuat orang lain terluka parah atau bahkan mati. Bisa dibilang, itu adalah hujan pembunuh.
"Hmm, cuma hujan kecil."
Khronos mengambil bukunya cepat dan merobek dua lembar kertas. Kertas itu dilempar ke atas udara. Tiba-tiba kedua kertas itu tubuh menjadi besar. Kertas raksasa itu terbang ke atas kepalanya untuk melindunginya, lalu kertas yang satunya bertugas melindungi Aster. Tentunya, itu bukanlah kertas biasa.
"Tch." Aku mendengar Indra berdecak kesal, walaupun terdengar kecil. Dia tersenyum, "Ajaib sekali. Kertas bisa bertahan pada air hujan. Bahkan bisa dijadikan atap."
"Beauty, minumlah cepat obat ini." Ades yang sudah datang dengan cepat membuka botol obat berwarna hijau itu dan membantuku meminumnya.
Gabriel menatap tajam kepada Ades. "Lama sekali!" pekiknya kesal.
Ades tersenyum miris sambil memberikan obat dalam bentuk cairan itu ke dalam mulutku. "Aku berusaha meracik obat ini secepatnya. Kau bilang, sihir waktu yang telah membuatnya seperti ini. Sebenarnya, tak ada obat untuk itu. Jadi, aku mencoba membuat obat ini dengan hasil komposisiku sendiri," jawab Ades berusaha menjelaskan atas kelambatannya.
Gabriel menunduk. "Semoga berhasil."
Setelah semua isi ramuan obat itu diminum, Ades menjauhkan botol obat itu dari bibirku dan menutupnya.
"Ngomong-ngomong, siapa pemuda bersurai biru tosca yang ada di sana itu?" tanya Ades. Dia melihat payung biru yang dipegangnya. "Dan ini payung sihirnya?"
"Partner sihirnya Queen. Dan dia sedang menurunkan hujan yang berbahaya. Jadi, aku rasa itulah tujuan payung ini diberikan," jawab Gabriel sambil memandang punggung Indra yang sedang berusaha melawan Khronos.
Khronos tersenyum sinis kepada Indra. "Ah, hujan yang indah. Apa hanya itu saja kemampuan sihirmu?"
Hujan dari Indra telah reda. Payung-payung dari sihirnya pun menghilang dari tangan-tangan yang menggenggam.
Khronos meninju permukaan tanah, membuat retakan besar seraya menumbuhkan banyak jarum jam raksasa dari dalam tanah. Dan jarum-jarum jam itu dengan cepat tumbuh semakin dekat ke arah Indra.
Indra melompat tinggi menghindari jarum-jarum jam itu yang ingin menusuknya dari bawah. Tangannya mengayunkan sabit besarnya ke bawah untuk memberikan serangan balasan. Sabit besar itu mengeluarkan aliran petir dan menyambar semua jarum jam yang tumbuh. Semua benda runcing itu pun hancur memorak-porandakan permukaan di sana.
"Kau meremehkanku, Nona," ucap Indra masih berada di udara. Dan dia mendarat turun dengan mulus seperti malaikat.
Khronos tertawa kecil. "Kau menarik, Indra. Kau adalah orang pertama yang masih bisa bertahan bertarung denganku. Aku berusaha untuk membuatmu tidak bisa bergerak. Tapi, anehnya sihirku tidak bisa mempengaruhi tubuhmu."
Indra berjalan mendekat, "Kau juga menarik. Tapi, apa hujanku tadi tidak membuat tubuhmu merasa kedinginan? Lihat bajumu, bahkan terlihat tidak bisa dibilang sebagai baju. Apa kau berasal dari masa lalu?"
"Kau kira aku adalah gadis lemah dan manja yang menyukai kehangatan? Oh, bajuku memang seperti ini. Apa kau keberatan?" Khronos juga ikut maju dan kembali menyerang dengan pedang besarnya ke arah Indra.
Indra menahan pedang Khronos dengan sabitnya. Sambil itu, dia melihat seluruh tubuh Khronos mulai dari ujung kaki sampai akhirnya kembali menatap Khronos.
"Aku sarankan kau memakai baju yang lebih tertutup. Sayang 'kan kalau tubuh seksi dan kaki jenjangmu itu dibiarkan hanya terlilit oleh perban yang mudah sekali terlepas? Dilihat oleh banyak kaum laki-laki, pula. Kalau saja aku mau, aku bisa menelanjangimu sekarang dengan hanya menarik baju tipismu itu. Perban itu terlihat mengganggu."
Khronos terlihat lebih memperkuat dorongan pedangnya. Kedua alisnya menurun membentuk kerutan emosi di dahinya. Dia mulai mengeluarkan ekspresi kesal. Tapi, senyumannya masih tersungging.
"Terima kasih atas sarannya, Tuan mesum. Tapi, itu tidak perlu."
Khronos berhasil mematahkan pertahanan Indra dan segera menebas. Tapi, Indra langsung menangkis pedang itu dengan sabitnya. Mereka kembali bertarung jarak dekat, saling menabrakkan senjata.
"Sama-sama. Hm, kenapa tidak perlu? Apa kau hanya ingin dilihat dirimu telanjang olehku? Tentu saja aku bersedia," tanya Indra yang dibalas dengan tawa kencang Khronos.
"Kau berharap?" Dia menghentakkan kaki kanannya, menumbuhkan beberapa jarum jam dari tanah yang Indra pijak.
Indra sekali lagi melompat tinggi, menghindari jarum jam yang ingin membunuhnya. "Kau akan lebih cantik jika mengenakan gaun," godanya lagi.
Dan ini pertama kali aku melihat Indra sedang menggoda seorang wanita.
"Sayangnya aku membenci pakaian yang terlalu banyak gaya," kata Khronos memberitahu.
"Kalau begitu, gaun polos?" Indra turun di salah satu puncak jarum jam, berdiri seimbang di sana.
Khronos memegang dagunya, seperti sedang berpikir. "Gaun polos, katamu?" Dia tersenyum. "Boleh juga."
"Hei! Itu kalung mutiaraku! Kembalikan!!" teriak Aster saat kalung mutiara sihirnya berhasil dirampas oleh Fox.
"Selesai." Fox menyimpan kalung mutiara milik Aster ke dalam saku celananya. Lalu berlalu pergi begitu saja seperti angin dari hadapan Aster.
Eh? Kalung mutiaranya terlepas dari pemiliknya? Itu artinya, Aster tidak dapat menggunakan sihirnya lagi!
Fox berjalan santai ke arah di mana Joe berada. Joe yang tadinya melayang tenang di udara karena sihir telekinesis Aster, perlahan-lahan turun karena hilangnya sihir. Dan akhirnya Joe mendarat lembut di gendongan Fox.
"Aku kalah." Khronos kembali tersenyum setelah terkejut melihat seluruh tubuhnya tiba-tiba dibaluti oleh cahaya hijau tosca.
Jarum jam yang tumbuh di tanah beserta senjata dan buku Khronos juga ikut bercahaya, kemudian berubah menjadi serpihan bola kecil yang melayang bebas seperti kunang-kunang dan berangsur-angsur lenyap.
Indra melenyapkan keberadaan senjatanya dengan sihirnya. Dia melangkah tenang mendekat ke arah Khronos yang juga mulai ikut menghilang.
"Aku kecewa. Terlalu sebentar," kata Indra.
"Bukankah aku yang harus kecewa karena menerima kekalahan?" herannya. Kedua kakinya mulai menghilang. Lingkaran sihir di bawahnya bersinar untuk membawanya kembali. "Sihir terakhirku, aku gunakan untuk mengembalikan waktu master-mu yang sempat aku hentikan. Dia akan baik-baik saja."
Aster langsung menoleh. "Apa?! Khronos! Apa yang kau---"
"Maafkan saya, Master. Hari ini cukup sampai di sini saya membantu," potong Khronos kepada Aster yang melihatnya dengan geram.
Khronos kembali melihat Indra. "Jika ada kesempatan nanti, kita bisa kembali bertarung. Dan selanjutnya, akulah yang akan menang."
Indra terkekeh pelan. Dia meraih tangan Khronos yang sebentar lagi akan menghilang. "Aku tidak sabar."
Khronos termangu melihat tangan Indra memegang tangannya. Mungkin dia berpikir, untuk apa Indra menyentuh tangannya? Aku pun juga bertanya tentang hal itu.
Gadis itu tersenyum tak lama kemudian. "Sampai jumpa."
Dan Khronos pun menghilang. Meninggalkan bekas tangannya di tangan Indra.
"Sekarang, bagaimana keadaanmu? Apa masih ada rasa sakit di dalam tubuhmu?" tanya Ades kepadaku.
"Baik," jawabku yakin. Tanganku juga sudah bisa bergerak, mengepal sebentar. "Obatmu membuat tubuhku tidak merasa sakit lagi. Aku kembali bernapas normal dan darahku sudah tidak keluar lagi sejak Khronos mengatakan kalau dia mengembalikan waktuku."
Ades dan Gabriel menghela napas lega mendengar jawabanku. Aku tersenyum melihat mereka.
"Jadi ... kau bisa bangkit?" tanya Gabriel ragu. Dia tersenyum miris. "Tanganku .... ke-kesemutan." Kemudian dia memalingkan kepalanya dariku dengan wajah yang memerah.
"Pfff!!" Ades menutup mulutnya tiba-tiba.
"He-hei! Aku tahu kau sedang menahan tawa!" pekiknya kesal sambil menahan malu.
"Terima kasih sudah menjagaku, Gabriel," ucapku membuat Gabriel kembali menoleh padaku. "Aku akan mencoba untuk bangun."
Aku berusaha kembali bangun dan berdiri, sedikit diberi bantuan oleh Gabriel dengan memegang bahuku, sedangkan Ades memegang tanganku. Karena bantuan mereka, aku pun berhasil berdiri.
Saat mataku melihat ke depan, aku melihat sosok Indra sudah ada di hadapanku. Aku dapat melihat mata hijaunya sedang menatap dalam mataku sambil membendung air mata. Melihatnya, aku tak dapat menahan air bening dari pelupuk mataku.
"M-Master, maafkan saya." Indra berlari mendekat dan memelukku. "Sudah lama ... saya tidak bertemu dengan Anda."
"Aku memaafkanmu. Berjanjilah untuk tidak melakukan kesalahan lagi," kataku sambil membalas pelukannya. "Ya, sudah lama sekali aku tidak mengeluarkanmu. Sejujurnya, aku rindu."
"Saya juga merindukan Anda." Dan akhirnya Indra menangis kecil di dalam pelukannya. "Saya berjanji .... tidak akan melakukan kesalahan lagi."
Sementara, Ades dan Gabriel sedang menontonku dan Indra dengan pandangan amat bingung. Mereka saling pandang bertanya, lalu kembali melihat kami. Aku tersenyum dan menghapus cepat semua air mataku.
"Kita sekarang berada di Avalous," kataku mulai menjelaskan sesuatu saat Indra mulai mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Aku menunjuk kepada Ades. "Perkenalkan, ini Pangeran Ades Avalous."
"Salam, pemuda tampan. Dan tentu, aku juga tampan," sapa Ades dengan tangan kanan menyentuh dada kiri. Tatapanku dan Gabriel padanya untuk sementara menjadi datar.
"Aku Pangeran Gabriel Avalous. Senang bisa mengenal dirimu, Indra," kata Gabriel memperkenalkan dirinya dengan sopan berkelas bangsawan.
"Jangan lupakan aku yang ada di sini," kata Genta tiba-tiba sambil memegang kedua bahu Indra di belakang. Indra sedikit tersentak dan melihat ke belakang. "Pangeran Genta Avalous. Salam kenal lagi, Indra." Lalu tidak lupa dengan senyum.
"Pangeran Fox Andor Famagisa," kata Fox yang juga berjalan mendekat ke arah Indra dan tetap menggendong Joe yang masih terpejam. Dia sedikit menunduk untuk melihat Joe. "Kalau ini Pangeran Joe Avalous."
Indra menatap semua pangeran yang ada dan segera bertekuk lutut di depan mereka, memberikan hormat.
"Sebuah kehormatan bagi saya bisa bertemu dan mengenal lima pangeran sekaligus," kata Indra. "Dan terima kasih banyak ... sudah mau menjadi teman dan melindungi Master."
Di saat mereka sedang sibuk berkenalan, aku melihat ke arah Aster yang sedang memandang kami semua dengan tatapan kesal dan benci dari kejauhan. Tidak lama kemudian, seseorang berjalan mendekat dari belakang Aster. Orang itu tiba-tiba memegang tangan Aster.
Aster langsung menoleh dan tampak terkejut saat matanya melihat sosok seorang gadis cantik bergaun coklat, orang yang memegang tangannya.
"Ka-Kakak? Kakak sedang apa di sini?"
Oh ... tunggu.
Aster bilang 'kakak'? Kalau gadis cantik berambut pirang itu adalah kakaknya Aster, berarti gadis itu adalah .....
To be continue⚡
Catatan penulis :
BACA. Mengenai update, itu akan aku lakukan dan percepat yang kubisa. Jadi jangan khawatir. Ini juga termasuk cepat. Tidak ada jadwal tertentu, tergantung aku kapan mengetik dan merevisinya ulang untuk kenyamanan kalian membaca. Meski typo masih saja mengganggu. Aku harap yang ini dan kedepannya tidak bermunculan typo yang bikin mata gatal :v
Dan yang belum tau, kalian harus tau bahwa aku adalah seorang pelajar SMK yang akan mulai sibuk mulai tanggal 17 Juli. Ya, sibuk. Tapi, aku akan tetap berusaha menyempatkan diri untuk mengetik cerita ini. Sekolahku lumayan santai, menurutku. Walaupun aku akan pulang setiap jam 4 sore. Dan permainan piano juga biolaku harus berkembang lebih pesat dari sebelumnya.
Semoga chapter 25 kali ini bisa mengembangkan senyum kalian dan tidak baper dalam soal menunggu lanjutan :v Komen 'next' kalian sangat kumengerti. Itulah tujuanku membuat catatan bertulisan tebal dan miring ini. Dan semua komentar kalian .... BUM! Punya isi yang sama meski pendeskripsian kalian berbeda-beda. Itu membuatku merasakan kesenangan tersendiri :v Apalagi komentarnya kayak lagi curhat-curhat tentang penasaran sama lanjutannya gitu. Bikin aku ketawa-tawa jahaD :v
Komentarlah apa saja mengenai cerita absurd ini. Tapi, aku tidak menerima sesuatu yang menjelek-jelekkan apalagi promosi cerita. Itu melanggar aturan Wattpad selain menjiplak karya orang lain :)
Lumayan banyak juga yang iseng menyimak cerita ini :v Tak tertinggal ucapan 'terima kasih' untuk kalian semua. Kalian sangat hebat dan sumber semangatku yang berharga^^
*Menurut kalian, apa yang membuat kalian masih bisa bertahan membaca cerita ini?
Dan aku harap jawabannya jangan karena ada banyak cogan :v Karena aku udah tau kalian itu cinta banget sama muka tamvan siapa aja, ya kan?? /Aku juga :v
*Lalu untuk pembaca bergender lelaki, tentu tertarik bukan karena ada banyak cogan, kan? Pasti punya alasan yang lebih bagus dari kata 'suka sama cecan loli kayak Sica' kan? :v
11 Juli 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top