It is Beautiful : 22

"ASTER!"

Gadis bergaun hitam kemerahan itu mendengar teriakanku memanggil namanya. Dia memutar mata merah cerahnya ke arahku, dan tidak lupa sambil menyeringai.

"Hai, Sica! Kita bertemu lagi!" sapa Aster dengan sikap ramah memuakkannya. "Aku datang lagi untuk membalas perbuatanmu waktu itu kepadaku. Hari ini, kau akan KALAH."

Sebenarnya aku benar-benar malas untuk meladeninya. Tapi, melihat Joe ada dalam genggamannya, aku tidak akan membiarkan gadis sialan itu membawa Joe. Mata merah pekatku tajam mengarah padanya.

"Kau merasa kalah ya waktu itu?" Aku terkekeh pelan. "Hei, kau ingin melawanku lagi? Aku jadi tertantang. Sebelum itu, aku ingin tahu, bagaimana cara kau bisa mengeluarkan sihirmu?"

"Aku tahu kau sedang mengejek kesalahan teknisku waktu itu. Tapi, kau telah meremehkan sihir hebatku, Sica," balas Aster tersenyum tajam, "oh, kau baru sadar kalau aku sama bisa mengeluarkan sihir sepertimu tanpa memerlukan koneksi dari jantung sihir? Itu karena aku juga punya mutiara sihir, sayangku. Lihatlah ke leher indahku ini. Ada mutiara yang menggantung cantik di sana, bukan?"

Aster sedikit menengadah memperlihatkan lehernya dikelilingi oleh tali kalung mutiara sihir yang sama seperti milikku. Hanya saja, mutiara itu masih berwarna putih. Sial, ternyata dia punya benda yang sama sepertiku juga.

"PEDANG!" Aku berteriak seraya tangan kanan mengangkat ke atas untuk memanggil pedang petir emas, senjata utamaku.

GLEGAR!

Gemuruh petir menyambar langit yang mendadak mendung seolah-olah menjadi saksi bisu atas kemurkaanku terhadap Aster. Kilat muncul dari langit bersamaan telah datangnya pedang di genggamanku. Pedangku dikelilingi oleh aliran petir beserta tanganku. Saat kilat muncul untuk yang kedua kali, aku berlari melesat ke depan Aster untuk memberikan serangan. Penuh kemarahan, aku mengangkat pedangku dan memberinya tebasan.

CRAKSS!!

"Sekali lagi kau meremehkan sihirku, Sica," ucap Aster ketika debu masih menyebar sehingga aku tidak bisa melihatnya. Pedangku meleset menebas dan malah menghancurkan lantai sehingga tercipta debu asap yang mengaburkan penglihatan, "Kau masih ingat kan, bahwa sihirku adalah waktu."

BUAG!

Tiba-tiba sebuah tinjuan yang dahsyat menghantam perutku. Aku terlempar keluar dari kepulan asap debu dan terguling-guling, lalu menunggu tanganku akhirnya bisa menahanku untuk tidak terus terguling dengan menancapkan pedang ke lantai. Sekuat tenaga seraya berusaha tak meringis sedikit pun, aku bangkit perlahan agak bergetar dengan tangan menumpu pada gagang pedang.

Fox, Genta dan Gabriel yang menyaksikanku dan Aster mulai saling menyerang terlihat tegang dan mulai berkeringat dingin. Melihatku jatuh dan berusaha kembali bangkit, mereka memanggilku dengan nada yang amat cemas sambil berlari mendekat karena mengkhawatirkan keadaanku.

"Queen!!" Gabriel memasang tampang sangat khawatir bercampur marah karena Aster seraya membantuku berdiri. "Sihir waktunya memanglah kuat! Kau tidak akan bisa mengalahkannya sendirian!"

"Aku tahu. Melihat sihir waktunya saja sudah jelas memprediksikan kalau sihir petirku tidak dapat menandinginya," kataku menerima bantuan Gabriel untuk bisa kembali berdiri dengan memegang kuat lengannya. Di sebelahku, Genta juga membantuku berdiri. Sedangkan Fox dengan ekspresi datarnya tampak menyorotkan kekhawatiran padaku.

"Argh! Apa itu yang ada di sana? Dia sedang dikelilingi oleh pangeran-pangeran tampan! Aku tidak sudi kalau dia yang hanya menjadi Tuan Putri di sini!!" Wajah Aster merah padam ketika melihatku dikelilingi dan dikhawatirkan oleh para pangeran. "Hei! Menjauhlah dari para pangeranku, gadis centil!"

Aku langsung tertawa kencang mendengar kekesalannya karena iri melihatku. "Kau bisa lihat sendiri. Merekalah yang mendekat. Bukan aku yang kecentilan ingin mendekati mereka. Seharusnya aku yang memanggilmu gadis centil, karena kau sudah membuatku muak atas impian menggelikanmu itu."

"Grrr!! Apa?! Berani sekali kau menyebutku gadis centil!" Aster geram mendengar balasanku. Kedua telinganya sampai ikut memerah. Aku semakin tergelak melihatnya. "Kau akan menyesal karena sudah berurusan dengan Putri Aster Dandelion! BERSIAPLAH UNTUK MERASAKAN LEBIH BANYAK KESAKITAN! JARUM JAM!"

Aster juga ikut mengeluarkan keberadaan senjatanya, jarum jam raksasa yang lebih cocok terlihat dinamakan sebagai tombak. Tangannya merentang ke samping. Gelombang sihir hitam bercampur hijau berputar-putar mengelilingi lengannya. Senjata andalannya pun muncul dalam genggamannya, memutar-mutar jarum jam itu sebentar di tangannya. Dia terlalu banyak bergaya.

"Cih! Seandainya jantung sihir tidak mati!" Gabriel menatap murka kepada Aster.

"Sayang sekali," ucap Genta dengan senyum. "Kalau saja jantung sihir tidak mati, aku pasti sudah membuatnya bertekuk lutut di depanku."

Fox hanya diam, ikut memandang Aster yang sedang menyeringai sadis kepada kami. Meski mulutnya tertutup rapat, kulihat kedua tangannya mengepal kuat sampai memperlihatkan urat-urat di tangannya.

Aku melepaskan tanganku dari tumpuan Gabriel dan Genta, menghampiri Fox untuk menepuk bahunya. Fox sedikit tersentak dan menoleh padaku. Aku tersenyum kepadanya, kemudian kepada Genta dan Gabriel.

"Tidak apa-apa. Doa kemenangan dari kalian sudah sangat cukup membangkitkan semangatku lagi. Jangan terlalu cemas. Aku akan baik-baik saja selama kalian tidak terjadi apa-apa. Joe akan selamat. Aku janji."

Ketiganya sukses terdiam mendengar kata-kataku. Kesedihan tampak memancar dari masing-masing mata mereka karena tidak sudi melihatku terluka. Aku tulus membantu dan bertarung semampuku. Jika aku mati hari ini, aku berharap semoga jantung sihir Avalous bisa kembali berdetak tidak lama lagi.

"Princess ..." Genta tampak kelu, tak tahu ingin berkata apa. Dia menunduk kecewa karena tidak dapat membantu.

"Queen," Gabriel memegang tanganku yang tengah menggenggam pedang. "Meskipun kami tak dapat mengeluarkan sihir, kami akan tetap membantumu."

"Itu benar," tambah Fox datar seraya menghunuskan pedang---tunggu. Itu bukan pedang. Ternyata sebuah alat cambuk! "Kami akan ikut bertarung, meskipun tanpa sihir."

"Ah, sudah lama aku tidak memainkan pedang," ucap Genta kembali mengangkat kepalanya dari tundukan bersamaan dia mengeluarkan pedangnya dari kehampaan. Senyumnya mengembang tajam seperti bisa ular mematikan. "Tapi, aku lebih suka memanah."

"Ka-kalian ..." Hampir tak dapat berkata apa-apa karena terkejut dan tersentuh melihat keyakinan emas mereka untuk membantuku walaupun tanpa sepercik pun sihir yang dikeluarkan.

"Owh, begitu. Kalian mendukung gadis perak itu, ya? Baiklah jika kalian memilih berpihak padanya, aku akan menganggap kalian musuhku juga. Huh, sungguh mengecewakan," cerocos Aster. "Kau mendapat banyak bantuan, Sica. Namun, hanya sebagai figuran. Tidak berguna."

Shet!

Tiba-tiba Aster sudah ada di depan mataku. Jarum jam raksasanya diarahkan di depan dadaku. Aku tak dapat menghindar. Sihir waktu menyebalkannya membuatku tidak sempat menghindar. Dia akan membunuhku!

Mataku terpejam kuat tak sanggup melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Agak lama aku terpejam, tak ada hal buruk yang terjadi padaku. Aku membuka mataku dengan rasa penasaran. Yang ada sekarang, jarum jam itu ternyata ditahan oleh lilitan cambuk Fox, sehingga Aster gagal menusukku.

"Ah pangeran, apa yang kau lakukan?" tanya Aster kesal.

Fox tidak menjawab. Dia menarik cambuknya membuat jaruk jam itu juga ikut tertarik bersama pemiliknya. Lalu kaki Fox cepat menendang kedua kaki Aster dan sukseslah gadis itu terjatuh ke lantai. Jarum jam itu jatuh dan pecah seperti kaca lalu menghilang. Gabriel dan Genta ingin menahan Aster dengan pedang mereka. Tapi, Aster dengan cepat kembali mengeluarkan sihir waktunya. Dan yang benar saja, tiba-tiba saja dia sudah berada di depan jendela. Sihir waktunya sangat menyebalkan.

"Pangeran Joe," ucap Aster mengarahkan tangannya kepada Joe yang masih dilumuri oleh sihir telekinesis. Joe melayang atas perintah pemilik sihir dan berhenti di samping Aster, "Di sini agak sempit. Lebih baik kita lanjutkan di halaman istana saja."

Aster mendorong pintu jendela dan melompat keluar diikuti oleh Joe melayang keluar dan berhenti di belakang Aster. Melihat itu, kami bertiga lantas ikut melompat dari jendela. Genta menggendong tubuhku karena aku tidak bisa melompat dari atas tempat yang terlalu tinggi. Sampainya di bawah, aku pun diturunkan.

"Aster! Cukup! Sebaiknya kau lepaskan saja Joe dan pulanglah ke istanamu! Kau bukanlah penyihir jahat! Kau tidak bisa seperti ini terus karena keegoisanmu!" teriak Gabriel kepada Aster, berusaha mengakhiri ini dengan damai.

"Hmm, tidak ... tidak. Aku tidak akan pulang jika tujuanku ke sini belum tercapai," balas Aster dengan nada lembut kepada Gabriel. "Tujuanku ke sini tidak hanya menginginkan para pangeran tampan, tapi tujuan utamaku sekarang adalah ... MELENYAPKAN GADIS ITU!"

Shet! TING!

Aster melesat ke depanku dengan sihir waktu dan mengajakku bertarung jarak dekat. Tidak kalah cepat, aku menahan jarum jam Aster dengan pedangku. Terjadilah adu kuat senjata bersama sihir kami yang saling melawan. Angin kencang dari sihir kami yang beradu kuat tercipta menerpa alam di sekitar.

"Kenapa kau ingin melenyapkanku?" tanyaku setengah berteriak.

"Karena kau sudah menjadi penghalangku untuk mencapai impianku! Kau mengambil mereka semua! Kau tidak cocok dikelilingi oleh para pangeran! Aku membencinya!" jawab Aster juga berteriak.

Kami menjauhkan senjata lalu kembali beradu kekuatan. Ketiga pangeran menyaksikan kami bertarung dengan tegang. Mereka tidak bisa mendekat karena dua sihir yang sedang beradu bisa melukai orang yang mencoba mendekat.

"Kau telah salah memilih impian yang seperti itu. Yang ada, kau akan dijauhi," ucapku mencoba menyadarkan Aster dari keegoisannya.

"Aku tidak membutuhkan nasihat darimu!" Aster memperkuat dorongan jarum jamnya hingga mendorongku sedikit. Tapi, berusaha aku membalas dengan mendorong pedangku.

"Kalau kau bersikeras, kau akan menyesal," ucapku lagi, "dalam memilih cinta, kau hanya bisa memiliki satu di antara semua lelaki yang ada. Kau tidak bisa mencintai semuanya, karena tidak hanya kau yang menjadi seorang gadis di dunia ini. Satu saja dan tidak lebih dari itu, sudah lebih dari cukup membuatmu bahagia."

"Ahh! BERISIK!!"

Aster mengeluarkan kekuatan penuh tenaga dorongnya membuatku berhasil terdorong dan hampir saja aku melakukan posisi jatuh memalukan lagi. Dengan cepat kedua kakiku menekan tanah dan pedang aku tancapkan ke tanah.

Aster juga menancapkan jarum jamnya ke tanah. Lalu dia sedikit membungkuk dengan tangan kanan menapak tanah berumput. Sebuah simbol kecil bercahaya hijau di pelipis kanannya muncul bersamaan dengan cahaya terang dari sebuah lingkaran sihir. I-itu ... simbol pemanggil roh!

Gawat.

"Sihir pemanggil!" Aster mulai merapalkan kata-kata agar sihirnya berjalan. "KHRONOS! AKU MEMANGGILMU!"

Lingkaran sihir itu semakin terang. Kemudian perlahan-lahan seseorang keluar dari lingkaran sihir. Mulai dari keluarnya kepala, dada, perut, hingga ujung kaki. Setelah sepenuhnya keluar, lingkaran sihir itu meredup dan menghilang. Dia berhasil memanggil partner sihirnya.

Aku melihat rupa partner sihir Aster yang dinamakan Khronos itu. Seorang gadis cantik berambut panjang hijau tosca berkacamata lingkaran dengan buku tebal bergambar sebuah jam sebagai sampul. Seluruh tubuhnya dibaluti oleh perban. Tidak ada kain lagi yang menutupi tubuhnya selain perban longgar yang melingkari. Pakaian yang aneh. Atau, kekurangan bahan?

"Adikku Gabriel, Fox Andor, dilarang melihat sesuatu yang ada di sana, ya!" Genta menutup kedua mata Gabriel dan Fox dengan tangannya.

"M-memangnya kenapa? Lagipula tubuh gadis itu tidak sepenuhnya telanjang!" protes Gabriel sambil menjauhkan tangan Genta dari pandangannya.

Fox yang ditutup matanya tidak protes, tapi dia bergerak sedikit dengan cara berjinjit, sedang berusaha mengintip. Aku ingin tertawa melihat tingkah mereka, tapi sekarang keadaanku malah semakin menyusahkan.

Aku ... akan bertarung dengan dua penyihir sekaligus?!

Aster tertawa kecil. "Kau tidak ikut mengeluarkan partner sihirmu, Sica? Atau, kau ingin dihabisi oleh Khronos karena sudah menyerah?"

Gadis bernama Khronos itu tiba-tiba menghilang dari pandanganku. Ini gawat, dia bisa berada di mana saja! Aku menoleh ke segala arah namun tetap saja tak menemukan sosok Khronos. Tidak lama kemudian, aku merasakan tengkukku diterpa oleh angin halus. Aku terkejut dan segera menoleh cepat.

"Selamat siang, Sica. Perkenalkan, namaku Khronos. Maaf ya, tapi waktumu untuk sementara dihentikan."

Tup!

Suara buku terdengar ditutup. Khronos ternyata bisa terbang. Dia melayang dengan anggunnya melesat lembut ke depan dan menyentuh wajahku. Aku ingin bergerak untuk memberikannya serangan, tapi ... tiba-tiba saja aku tidak dapat bergerak!

"A-apa yang kau ..!"

"Barusan sudah aku beritahu. Untuk sementara, waktumu dihentikan. Artinya, kau tidak dapat bergerak jika waktumu berhenti."

Sial! Aku benar-benar tidak bisa bergerak sedikit pun! Sekarang apa? Jangan sampai aku kalah dari partner Aster! Tapi, bagaimana caranya? Tidak bisa bergerak seperti ini membuatku tak dapat berpikir jernih. Pedangku juga telah menghilang karena tidak fokus mengendalikan sihirku.

Tiba-tiba dadaku terasa panas. Rasa mual muncul tanpa diketahui apa penyebabnya. Saat aku merasa ingin memuntahkan sesuatu, tubuhku pun terlepas dari penghentian waktu Khronos. Aku langsung jatuh terduduk dengan kedua tangan menumpu ke tanah. Rupanya aku memuntahkan banyak darah. Khronos terbang mengelilingiku dengan seringainya.

"Penghentian waktu sementaramu telah aku lepas," ucap Khronos memperlihatkan bukunya yang kembali terbuka. "Sebenarnya, waktu tidak boleh dihentikan. Karena sihirku dapat menghentikan waktu seseorang, aku pun menghentikan waktumu dan terjadilah konflik antara sihir waktu dengan waktu di dunia. Konflik itulah yang menjadikan waktu seseorang yang aku hentikan waktunya tidak stabil. Agar waktu dunia tetap seimbang, nyawamu yang akan menjadi bahayanya."

Aster tertawa penuh bangga dan kemenangan. "Bagus, Khronos! Tanpa diperintah pun kau sudah tahu apa yang aku inginkan!"

Khronos menoleh ke arah pemiliknya dan memberikan senyuman. "Tentu saja, Master."

Tidak dapat menahan tubuhku tetap bangkit lagi, aku memilih menjatuhkan diriku dengan terkapar di atas tanah yang dingin. Telingaku tak dapat mendengar apa-apa lagi. Penglihatanku mulai kabur. Aku lemah. Aku tidak kuat bangkit lagi. Tubuhku serasa hancur.

Apakah ini akhir hidupku?

"Master."

Mataku telah terpejam sepenuhnya. Kegelapan sekarang menjadi tempat terakhir hidupku. Pendengaranku kembali berfungsi karena mendengar seorang pemuda memanggilku 'master'. Atau mungkin hanya dia yang bisa aku dengar?

"Master, Anda memerlukan kekuatan saya."

Itu ... suara partner sihirku. Dia bicara padaku. Aku membuka kedua mataku dan terkejut bahwa aku benar-benar berada di dalam kegelapan. Namun sebuah cahaya redup ada di diriku, sehingga tidak dapat tertelan oleh kegelapan. Seorang pemuda bersurai biru tosca yang juga dikelilingi oleh cahaya tampak menatap ke arahku. Kami tak memijak permukaan, seakan-akan gravitasi telah lenyap. Kami melayang di antara kegelapan dan saling menghadap dengan jarak yang agak berjauhan.

"Kau," ucapku menatapnya dengan malas. "Aku tidak ingin menggunakanmu. Bukankah sudah pernah aku katakan? Sejak saat itu, aku tidak mau memanggilmu lagi sebagai pengawal sihirku. Pergi dari sini."

"Master, saya mohon! Gunakan saya untuk melindungi Anda! Saya tidak akan membiarkan Anda mati begitu saja!"

"Kau sudah meruntuhkan kepercayaanku. Tidak ada gunanya kau memohon. Aku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari lingkaran sihirku lagi."

"Ma-master, maafkan saya! Waktu itu, saya tidak sanggup melihat Anda disakiti! Dan saya tidak berpikir kalau yang saya lakukan saat itu adalah sebuah kesalahan fatal! Tolong maafkan saya! Berikan saya kesempatan kedua untuk melindungi Anda sekali lagi!!"

Kenapa ... dia sangat bersikeras ingin melindungiku?

To be continue⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top