It is Beautiful : 21
Fox dengan wajah datar memandang satu per satu pangeran Avalous. Di sini, lebih tepatnya di ruang makan istana, selesai aku dan Fox menghabiskan sarapan, Fox langsung dikepung oleh keempat pangeran Avalous dengan tatapan menyelidik. Sambil menonton mereka berlima, tidak jauh dari kursi makan Fox, aku masih duduk tenang di kursi makanku seraya menyantap sepotong kue coklat.
"Jadi, kau benar-benar seorang pangeran? Jangan bercanda!" sanggah Joe hampir saja melukai wajah Fox dengan belatinya jika tangannya tidak ditangkap oleh Genta.
"Tenanglah, adikku Joe. Coba kau lihat dulu pakaiannya. Baju dan jubah yang dikenakannya hampir sama dengan pakaian seorang pangeran, bukan? Berikan dia kesempatan," kata Genta dengan hangat dan bersahabat tersenyum kepada Fox sambil menahan tangan Joe dari belakang.
"Wow, lihat bulu matanya. Lentik sekali, apa bulu matamu itu asli?" tanya Ades seraya mendekat dan mengarahkan jari telunjuknya ke arah mata Fox.
Gabriel sedari tadi hanya menatap tajam kepada Fox. Sementara Fox menatap Gabriel datar, biasa-biasa saja.
"Kata Queen, kau adalah pangeran dari kerajaan Famagisa. Kau dibawa ke Avalous oleh Queen dengan bantuan kuas sihir," ucap Gabriel sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Sementara, hanya informasi itu yang bisa kami dapat dari Queen. Sisanya, kami harus memberimu pertanyaan. Siapa namamu?"
"Queen?" Fox menatap tanya kepada Gabriel.
Gabriel tersentak. Dia mengalihkan pandangan dengan tangan menyentuh tengkuk, "I-itu panggilan dariku untuk Sica. Ce-cepatlah! Sebutkan nam---"
"Fox Andor," jawab Fox memotong ucapan Gabriel dengan cepat.
Gabriel tiba-tiba saja memeluk dirinya sendiri dengan tubuh bergetar seperti orang yang sedang menggigil. Mata emasnya membulat lebar seraya melangkah mundur.
"Di-dingin!"
"Lepas!!" Joe memekik dan berhasil melepaskan diri dari pegangan Genta. Dia berjalan membelakangi Gabriel dan menodongkan belatinya ke arah Fox. "Hei! Apa yang sudah kau lakukan kepada Kak Gabriel??"
Wajah Fox tetap biasa saja. Melihat belati Joe berada di depan batang hidungnya, dia memegang belati itu, bergerak menurunkannya.
"Bahaya," ucap Fox datar dan dingin, membuat Joe langsung membeku dan refleks tangannya melepaskan belatinya hingga jatuh ke lantai.
"Be-belatiku ... disentuh tangan orang lain! Ti-tidak mungkin!!" Joe kembali memekik, jatuh bersimpuh sambil menjambak rambut pirangnya.
"Namamu Fox? Nama yang unik," kata Ades sambil merangkul Fox, berusaha mengakrabkan diri dengan Fox, "namaku Ades, dan mereka bertiga adalah adik-adikku."
"Ades," panggil Fox.
"Ya, ada apa, Fox?"
Fox menjepit hidungnya dengan jari dan berkata, "Mulutmu ... bau roti selai nanas."
Ades yang mendengar kejujuran Fox langsung dibuatnya beku. Tangannya bergerak kaku melepaskan Fox dari rangkulan sok akrabnya. Dengan muka terkejutnya, dia menggigit kuku-kuku jarinya.
"Di-dia ... mengetahui rasa roti kesukaanku dengan hanya mencium bau mulutku saja! Me-mengerikan!!" jerit Ades histeris.
"Waahh!!" Genta menatap Fox berbinar seperti bintang kejora. Dia menghampiri Fox dan menyenggol Ades jauh-jauh dari hadapan Fox. "Fox Andor! Dirimu ketika berinteraksi dengan mereka sungguh indah berkelas! Aku menyukai orang dingin sepertimu! Mari kita berteman! Namaku Genta!"
Fox tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Genta. Aku juga ikut terkejut melihat tingkah Genta yang ingin berteman dengan Fox. Hampir saja aku tersedak kue.
"Genta." Fox menyungging senyum, "artinya berarti. Namamu bagus sekali."
Balasan kata dari Fox membuat wajah Genta memerah. Matanya membulat lebar memancarkan ketertarikan dan keinginan besar untuk berteman dengan Fox. Dia berjalan mundur memberi jarak. Tangannya diulurkan ke hadapan Fox.
"Fox Andor, selamat datang di Avalous. Semoga kau betah tinggal bersama kami," ucap Genta memberi ucapan sambutan kepada Fox yang membuat mataku semakin tercengang, "Aku mengajakmu berkeliling di istana kami. Apakah kau bersedia?"
Fox tersenyum lagi. Dia beranjak dari kursi. Tangan kanannya bergerak menggapai uluran tangan Genta, menerima ajakan pangeran bersurai hijau itu.
"Ya," jawab Fox.
"Bagus! Ayo kita berkeliling!" Genta menarik Fox dengan tidak sabar keluar dari ruang makan istana.
Begitu keduanya telah keluar, mataku beralih memandangi tiga pangeran yang tersisa. Seperti orang aneh, mereka diam mematung dengan raut wajah gelisah dan syok. Aku tidak mengerti. Ada apa dengan mereka? Kepalaku hanya menggeleng heran sambil mengunyah suapan kue yang terakhir.
Aku beranjak dari kursiku dan berjalan menghampiri mereka. Pertama aku mendekat ke arah Joe. Sampai di depannya, tanganku menepuk bahunya setengah kencang agar dia berhasil sadar. Dia pun langsung tersadar. Mata biru langit siangnya itu menatapku terkejut.
"Kak Sica!" Joe melekatkan tangannya ke tanganku yang masih memegang bahunya. "Kenapa Kak Sica membawa pangeran es itu ke sini? Aku tidak suka padanya!"
"Pangeran es?" ulangku dengan bingung. "Joe, dia orang yang baik. Kau jangan membencinya. Buatlah dia menjadi temanmu. Kau akan suka berteman dengannya. Aku janji."
"Tapi kan dia ..."
"Shh!" Aku melekatkan jari telunjuk ke depan bibirku. "Tidak ada tapi-tapian. Kau harus berteman dengannya. Kalau tidak, aku akan sedih."
Joe mengerutkan bibirnya ke bawah, memasang wajah cemberutnya, "Baiklah, jika kau berkata begitu."
Aku tersenyum dan mencubit pipinya, "Nah, begitu. Ayo kau kejar Genta dan Fox. Cobalah bergabung dengan mereka dan berkenalan dengan Fox."
"Baik," ucap Joe lemas. Dia mengambil belatinya yang masih tergeletak di lantai dan melangkah cepat keluar dari ruang makan.
Kemudian, Gabriel dan Ades. Mereka seperti terhipnotis, masih mematung. Kebetulan mereka agak berdekatan, jadi kedua tanganku bersamaan menepuk bahu mereka untuk segera sadar.
"Kalian ini kenapa sih?" tanyaku heran.
"Queen!" Gabriel berhasil disadarkan. Tapi, tidak dengan Ades. "Di mana Fox?" Mata Gabriel mengedarkan pandangan ke sekitar ruang makan, mencari sosok Fox.
"Fox sudah keluar bersama Genta dan disusul Joe. Aku membawa Fox ke Avalous atas keinginanku. Dia memerlukan kalian untuk mengisi kekosongannya. Aku mohon, cobalah kau berteman dengannya. Dia tidak jahat, dia sama seperti kita. Dia kesepian. Aku bisa merasakannya."
Gabriel terdiam sebentar dengan matanya yang menatapku dalam. Dia melangkah lebih dekat dan menyentuh wajahku. Aku hanya bisa diam melihatnya tersenyum hangat padaku, menunggu balasannya.
"Aku mengerti. Akan aku coba."
Pangeran bersurai abu-abu terang itu melepaskan sentuhan lembutnya, kemudian melangkah pergi dari ruang makan istana dengan damai. Oke, tinggal satu lagi.
BUAG!
Satu pukulan dariku melesat mulus ke perut Ades, membuat pangeran bersurai merah ini langsung sadar dan meringis sakit pada perutnya.
"Kau tadi memukulku? Astaga! Aku merasa bahagia!!"
Karena aku sudah tahu akan apa reaksi yang dikeluarkan Ades, secepat mungkin aku berlari pergi meninggalkannya yang sedang merayakan kesenangan dari perutnya yang sakit terkena pukulanku.
⚡
Siang harinya, mereka berlima termasuk aku sedang bersantai di perpustakaan istana. Aku sedang sibuk mencari buku sihir yang belum pernah aku baca. Ades sedang tidur pulas di atas salah satu rak buku. Sedangkan Genta, Gabriel, Joe dan Fox sedang mengobrol. Sambil mencari buku, aku menyimak pembicaraan mereka.
"Fox Andor akan tidur sekamar denganku!" seru Genta.
"Hmm, terserah. Yang penting jangan tidur di kamar Queen lagi," ucap Gabriel terdengar lega.
"Itu benar! Jangan tidur di kamar Kak Sica lagi! Aku tidak suka!" pekik Joe mengiyakan ucapan Gabriel.
"Tapi," ucap Fox terdengar gantung, membuatku beralih dari buku-buku dan memandang ke arah mereka yang berdiri agak jauh dariku. Fox berjalan menghadap Joe. Dia tersenyum, "aku ingin satu kamar dengan Joe."
"Eh?" Aku tercengang mendengar perkataan Fox. Tanganku tak terasa sampai menjatuhkan buku yang aku ambil dari rak. Gabriel dan Genta juga ikut terkejut karena tidak menduga Fox akan memilih Joe.
"Tidak! Aku tidak mau kau tidur di kamarku! Jangan datang ke kamarku! AKU TIDAK MAU!"
Joe mendorong kasar Fox menjauh darinya, kemudian berlari kencang keluar dari perpustakaan.
"Tunggu! Joe!!" Gabriel memanggil Joe agar tidak pergi, tapi percuma. Joe sudah meninggalkan perpustakaan. Gabriel menunduk sedih, "Maafkan atas sikap adikku yang telah kasar padamu, Fox."
Fox berjalan mendekat dan menepuk bahu Gabriel, membuat Gabriel mengangkat kepalanya dari tundukan dan terkejut melihat Fox tersenyum hangat.
"Aku akan mengejarnya."
Setelah mengucapkan itu, Fox melangkah cepat keluar dari perpustakaan untuk mengejar Joe. Gabriel dan Genta hanya bisa terdiam melihat kepergian Fox, termasuk aku.
"Awalnya terasa dingin. Tapi sekarang ..." ucap Gabriel gantung dengan tangan kanan terkepal di depan dada.
"Hangat, kan?" sambung Genta membuat Gabriel menoleh ke arahnya.
Gabriel tersenyum, "Itulah maksudku. Hangat."
"HAHAHAHAHA!!"
DEG!
Suara tawa jahat itu ... terdengar tidak jauh dari perpustakaan. Dengan perasaan gelisah, kakiku berlari cepat menghampiri Genta dan Gabriel yang juga terkejut mendengar suara tawa itu. Suasana beralih menegangkan secara tiba-tiba.
"Kau dengar itu, Princess?" tanya Genta kepadaku. Lalu matanya mengarah ke Gabriel. "Adikku Gabriel, kau juga mendengarnya?"
Aku dan Gabriel mengangguk tegas secara bersamaan. Ada penyusup masuk ke dalam istana. Meskipun aku tidak merasakan ada aura jahat yang masuk, tapi suara tawa itu telah menjelaskan siapa yang datang.
"Ayo kita ke sana sekarang!" ucap Gabriel lantang dan langsung bergerak cepat begitu juga denganku dan Genta.
Tak jauh dari perpustakaan istana, kami bertiga berhenti berlari begitu melihat punggung Fox di depan jalan. Kini, dia sedang berhadapan langsung dengan seseorang dari pemilik suara tawa menggelegar tadi.
Tidak! Orang itu telah melakukan sesuatu kepada Joe! Sekarang Joe sedang dalam keadaan tidur dan melayang di samping orang itu dalam posisi terbaring karena terpengaruh oleh sebuah sihir berwarna merah muda yang menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tunggu. Bukankah itu sihir telekinesis? Kenapa dia bisa mengeluarkan sihirnya? Dan, aku baru ingat. Pertama kalinya aku pernah bertarung dengannya, dia bisa memakai sihir andalannya untuk melawanku. Bukankah jantung sihir Avalous belum dapat berdetak? Jadi, apa yang membuatnya bisa menggunakan sihir?
"Lepaskan Joe," suruh Fox dingin.
"Apa? Kau menyuruhku melepaskannya? Tidak, aku tidak bisa melakukannya," jawab orang itu membuatku jengkel sekaligus marah. "Karena dia adalah pangeranku! Kau mau ikut bersamaku? Aku juga akan mencintaimu, sayang! Kebetulan wajahmu juga tampan!"
"ASTER!"
Teriakanku memanggil nama gadis penggila semua pangeran tampan itu terdengar kencang menyentakkan Gabriel dan Genta yang berdiri di sampingku. Gadis berambut pirang itu mengarahkan mata merahnya padaku, melihatku dengan seringai jahatnya.
"Hai, Sica! Kita bertemu lagi!"
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top