It is Beautiful : 2

Aku ingin kembali berlari setelah meminta maaf kepada lelaki berambut hijau itu karena sudah menabraknya tanpa sengaja. Tapi, tangannya menangkap lengan kananku sehingga aku tidak bisa pergi. Dia memakai baju yang hampir sama dengan Ades.

"M-maaf, aku tak ada waktu untuk bicara denganmu. Aku harus pergi dari sini," ucapku buru-buru.

"Kenapa? Bukankah kita baru dipertemukan? Kita harus saling memperkenalkan diri. Biar aku saja yang memulainya. Namaku Genta Avalous. Siapa namamu, Princess?" kata Genta memperkenalkan dirinya sekaligus menggodaku. Senyumannya terus mengembang dan itu agak membuatku ngeri.

"Sica!!" Suara Gabriel yang meneriaki namaku membuatku terkejut dan meronta-ronta ingin lepas dari pegangan Genta. Ternyata dia mengejarku. Dia melihatku bersama Genta. Mukanya semakin sangar.

Genta menyentuh lembut wajahku. Mata hijaunya menatapku terlalu dekat, "Ah, jadi namamu Sica? Mengetahui namamu saja sudah membuat jantungku berdebar-debar."

Dia juga tidak jauhnya dengan Ades. Aku lihat kembali Gabriel, dia berjalan ke arah kami sambil membawa beberapa bukunya. Hei, sejak kapan buku-buku itu ada di tangannya? Mungkin sebelum mengejarku, dia mengambil setengah buku-bukunya yang ada di tangga. Untuk apa dia repot-repot membawanya sambil berlari seperti itu?

"Genta!!!" teriak Gabriel sambil melempar satu bukunya ke arah Genta.

Tanpa mengalihkan pandangannya dariku, dia menghindar sempurna dari buku Gabriel dengan hanya satu gerakan kepala ke samping. Kenapa Gabriel melempar bukunya ke arah Genta?

Genta memegang kedua tanganku dan berlutut.

"Sica ... tidak, Princess, rambut dan matamu sangat menarik perhatianku. Namamu telah mengajarkanku untuk mengenal cinta. Princess, maukah kau---"

PLAK!!

Sebuah buku yang begitu tebal mendarat mulus di samping wajah Genta. Gabriel berhasil mengenai sasaran dan berseru kemenangan sebentar. Lalu dia mendekatiku dan meraih tanganku sambil memandang tidak suka kepada Genta.

"Jangan dekati Genta! Dia itu penjahat semua wanita!" pekik Gabriel menarikku untuk mendekat padanya.

Genta berdiri sambil memegang buku yang tadi mengenai wajahnya. Senyumannya tidak juga pudar jika aku lihat terus. Menurutku, senyumannya itu punya arti lain. Aku sedikit takut melihatnya selalu tersenyum.

"Ah, aku sedih mendengar adikku sendiri mengatakan aku adalah penjahat semua wanita. Kau salah mengatakan itu padaku. Seharusnya kau katakan itu kepada kakak pertamamu," kata Genta tidak terima dirinya disebut penjahat semua wanita dengan nada yang dihaluskan.

Gabriel tertawa hambar, "Kalian berdua itu sama saja. Tidak ada bedanya jika aku yang melihatnya. Kalau kau bertanya perbedaanmu denganku, jawabannya adalah kau tidak pantas berada di samping Sica!"

"Ah, begitu? Jadi, kau tidak suka aku menjadikan Princess sebagai pacarku?" tanya Genta terlihat ingin memanas-manasi Gabriel. Tunggu dulu. Pacar?

"Hei! Sebenarnya apa yang kalian debatkan? Aku tidak mengerti dengan kalian berdua! Tidak bisakah kalian akur?" seruku sebagai penengah untuk menghentikan perdebatan tidak jelas mereka.

"Gabriel suka padamu," ucap Genta membuatku melongo ke arahnya. "Dan aku juga. Kau sudah mengambil hatiku. Kau harus jadi pacarku."

"Da-dasar sinting! Jangan asal bicara! Kau tidak tahu apa-apa!" ucap Gabriel memekik. "Aku tidak mau Sica ada di dekatmu karena kau tidak boleh mempermainkan perasaannya!"

"Hah?" Aku semakin bengong dengan perdebatan mereka. Mereka sedang memperebutkanku atau apa? Aku tidak mengerti sama sekali.

"Princess, coba kau lihat wajah Gabriel. Wajahnya merah. Sudah kelihatan kalau kata-kataku benar adanya, bukan?" Genta semakin tersenyum manis.

Gabriel menggeram penuh amarah. Jika saja jantung sihir Avalous berdetak, mungkin mereka sudah memutuskan untuk menyelesaikan ini dengan cara bertarung sihir sampai mati. Untunglah itu tidak akan terjadi. Aku akan melakukan sesuatu untuk membuat mereka diam.

"Memangnya kenapa kalau Gabriel suka padaku, Genta? Apa itu salah?" tanyaku kepada Genta, membuatnya terdiam dan masih tetap tersenyum. "Lagipula, yang dikatakan Gabriel itu benar. Kau tidak tahu apa-apa tentang itu kecuali jika kau bisa membaca pikiran orang lain. Genta, apa benar kau suka padaku?"

Genta terbelalak. Mulutnya tidak terbuka. Senyumannya juga hampir pudar. Aku lihat Gabriel di sampingku, ternyata dia sedang memperhatikanku. Aku pikir dia masih memandang musuh kepada Genta. Gabriel buru-buru membuang pandangan dariku ketika aku melihat ke arahnya. Aku hanya bisa tersenyum.

"Kalian bersaudara, tapi kenapa kalian sepertinya tidak mau saling akur? Seharusnya kakak dan adik itu saling mendukung dan menyayangi. Bukannya bertengkar membuat hubungan kalian terbelah," ucapku membuat keduanya menunduk. "Apa Ades dan yang satunya juga saling kalian musuhi? Apa untungnya kalian bertengkar dan saling berjauhan? Tidak ada gunanya."

"Aku berubah pikiran," Genta lantas bersuara setelah terdiam mendengarkan setiap kata-kataku. Tatapannya suram menatapku, "aku tidak suka padamu."

Senyuman Genta telah menghilang sepenuhnya. Dia membalikkan badan memunggungi kami untuk berjalan pergi. Tangannya melempar buku yang dipegangnya dari belakang dan ditangkap oleh Gabriel. Langkah sepatunya berangsur-angsur pelan dan lenyap termasuk dirinya. Dia sudah pergi.

Aku tidak mengerti dengan Genta. Awalnya dia bersikap baik dan lembut padaku. Sekarang, dia mengatakan dirinya tidak suka denganku. Ternyata memahami seorang lelaki itu sulit. Kata-kataku mungkin sudah membuatnya tersinggung. Tapi bagus. Untuk apa aku peduli? Lagipula dia lumayan membuatku kesal. Aku tidak menyukai senyumannya yang terlihat palsu itu.

"Gabriel, tidak perlu kau memikirkan perkataan Genta. Dia sudah pergi jauh. Tapi, aku harap kau bisa berbaikan dengannya. Aku tidak tahu ada apa sampai membuat tali persaudaraan kalian melonggar. Aku tidak suka melihat kalian bertengkar. Terasa menyedihkan jika aku yang menonton kalian berdebat tadi," ucapku kepada Gabriel.

"Aku juga tidak ingin ini terjadi. Tapi, kami sudah terlanjur untuk saling bermusuhan. Kami tidak bisa kembali bersama seperti dulu lagi," balas Gabriel terdengar menyedihkan.

"Kenapa?"

Gabriel menggeleng. Aku menghela napas. Apa sesulit itu untuk kembali akur? Kelihatannya begitu. Mungkin sebelum aku akan mencari cara untuk membuat jantung sihir Avalous hidup, aku akan membuat empat pangeran bersaudara kembali akur.

"Baiklah, aku akan membantu kalian agar kembali akur. Jadi, jangan menambah permusuhan lagi. Kau ingin kembali bisa bersama dengan ketiga saudaramu, bukan?"

Gabriel mengangguk sebagai jawaban. Wajahnya yang tadinya lesu, sedikit berubah senang. Aku tersenyum dan membalas pegangan tangannya.

"Kalau begitu boleh aku tinggal di istana kalian? Di mana Raja dan Ratu Avalous? Aku harus meminta izin dengan mereka."

Gabriel menggeleng, "Kau tidak bisa menemui mereka. Ibu dan Ayah kami telah ditangkap oleh penyihir jahat untuk diserap energi sihir mereka."

"Apa?!"

Aku sangat terkejut mendengar kabar buruk itu. Ternyata Avalous sudah lama berada dalam bahaya. Apa dia dan ketiga saudaranya sedang memikirkan strategi untuk membebaskan Raja dan Ratu Avalous? Tidak bisa, mereka tidak bisa berdiskusi secara musyawarah jika mereka bermusuhan. Tidak ada pilihan lain lagi selain membuat keempat pangeran berbaikan. Tapi, aku belum bertemu satu pangeran lagi.

"Tentu kau boleh tinggal di istana kami. Kau akan mendapat kamar kosong untukmu beristirahat," ucap Gabriel setelah kami terdiam sebentar.

"Tidak! Dia akan tidur di kamarku!" teriak seorang lelaki yang tiba-tiba sudah ada saja berdiri di dekat kami. Aku yakin lelaki bersurai pirang ini adalah pangeran yang terakhir. Gabriel memandangnya tak bersahabat.

"Kenapa dia harus tidur di kamarmu? Bukankah kamarmu itu dipenuhi oleh boneka-boneka porselenmu yang cantik itu? Apa dia akan menyukai kamarmu seperti itu, Joe?" tanya Gabriel tidak terima.

"Diam! Jangan berani kau sebut namaku lagi! Aku tidak suka mulutmu yang bau itu menyebut namaku!" bentak Joe kepada Gabriel. "Pokoknya gadis itu akan menjadi teman kamarku! Dia harus tidur di kasurku!"

"Hei! Aku ini kakakmu! Berani sekali kau membentakku seperti itu!" balas Gabriel ikut membentak. "Dan juga, mulutku tidak bau!"

"Memangnya aku peduli? Kau tidak pantas menjadi kakakku! Kau lebih cocok jika menjadi adikku saja!"

"Joe! Kau sudah kelewatan!"

"AHH BERISIK!!!" teriakku tidak tahan lagi dengan ocehan kedua pangeran ini. Mereka langsung diam dan melihatku. "Aku lelah melihat kalian bertengkar! Aku pergi saja!"

Aku berjalan pergi menjauh dari mereka berdua. Mereka mengejarku seraya memanggilku untuk tetap berada di istana, tetapi aku tidak ingin mendengarkan mereka. Aku berlari sambil menutup kedua telingaku. Semua pangeran di sini tidak ada yang beres. Mereka semua membuatku kesal!

Berhasil aku melarikan diri dari mereka dengan bersembunyi di dalam sebuah ruangan yang tidak aku ketahui, betapa sialnya aku bertemu dengan pangeran berambut merah. Kenapa dia bisa berada di ruangan ini?

"Oh, cantiknya dirimu wahai sayangku, Sica! Apakah ini yang namanya takdir cinta? Kita bertemu lagi! Kau mau beristirahat di kamarku?"

Bagus sekali, Sica! Aku telah salah masuk ruangan! Sekarang, aku berada di dalam kamarnya ADES!!

To be continue⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top