It is Beautiful : 17

Malam ini, tepat setelah makan malam, keempat pangeran serta aku sedang membicarakan kejadian tadi sore.

Sebab Ades, Genta, dan Joe harus mengetahui apa yang sudah terjadi dan mereka waktu itu tidak sadar karena dikendalikan oleh Aster, aku pun menceritakan semuanya. Selesai bercerita, mereka bertiga pun memberikan komentar yang berbeda-beda.

"Dialah yang jahat! Dia sudah berbuat jahat kepada Kak Sica dan Kak Gabriel! Awas saja kalau berani datang lagi, akan aku tusuk hati dan jantung busuknya itu dengan belatiku!" komentar Joe terdengar sadis.

"Putri Aster berkunjung untuk mencoba penemuan sihirnya? Sudah kuduga," komentar Genta dengan senyum hangat dan tenang.

"Dia suka membuat berbagai penemuan sihir baru dan selalu melakukan percobaannya kepada orang lain. Calon ilmuan gila," komentar Ades seraya terkekeh kecil.

"Bukan ilmuan gila. Dia itu memang sudah gila," imbuh Joe dengan wajah merengut kesal, "kenapa makhluk seperti dia harus hidup, sih? Merepotkan, tahu!"

"Dia cantik, namun sayang sekali dia bukanlah tipeku," umpat Genta sambil menyibak bagian depan rambut hijaunya.

"Sebelumnya, dia juga pernah membuat penemuan aneh dan mencobanya kepada kita juga, kan? Tapi, aku lupa penemuan apa yang dia buat sebelum dia menciptakan pistol cintanya itu," pikir Ades.

"Tongkat sihir," ucap Gabriel menggubris perkataan Ades setelah lama tidak mengeluarkan suaranya karena sedang sibuk mengunyah sebatang coklat, "dia membuat penemuan tongkat sihir yang fungsinya bisa mengabulkan apa yang kita inginkan. Tapi, semua penemuannya selalu memiliki aura sihir yang jahat."

"Semua penemuannya sinting," ucap Joe sambil berjalan mendatangi Gabriel, "Kak, aku mau coklat juga."

"Ah, entah kenapa pendapatku hari ini sama persis dengan adikku Joe," ucap Genta sambil menyisir rambutnya di depan cermin. Hasil sisirannya membuat gaya rambutnya jadi jelek, seperti ombak kecil yang gagal menghempas.

"Kalau tidak ada Beauty, mungkin kita akan terus menjadi percobaan Putri Aster untuk selamanya," kata Ades sambil melesat duduk di sampingku.

Semua pangeran Avalous tengah berkumpul di kamarku. Mereka berkumpul lagi. Ini sebuah kemajuan. Sebelum itu, mereka pernah berkumpul di perpustakaan untuk membereskan satu rak buku yang terjatuh rusak secara misterius. Ini adalah yang kedua kali aku melihat mereka berempat berkumpul membicarakan kasus yang sama. Tapi yang tidak aku tahu, kenapa mereka memilih berkumpul di kamarku?

Genta sedang memandang pantulannya di cermin dengan gaya sok kerennya yang dibuat-buat.

Awalnya Ades berdiri, namun dia baru saja duduk di tepi kasurku di mana aku juga sedang duduk.

Joe awalnya duduk di kursi menghadapku, namun ketika matanya melihat Gabriel sedang makan coklat di belakangku sambil duduk menyandar santai di punggungku, dia beranjak dari kursi dan naik ke kasurku untuk meminta coklat Gabriel.

"Nih," ucap Gabriel setelah mematahkan separo batang coklatnya lalu diberikan kepada Joe. Dia menoleh ke belakangnya alias kepadaku, "Queen, mau coklat juga?"

"Terima kasih, Kak! Kakak baik!" ucap Joe langsung memakan coklat pemberian Gabriel lalu memeluk sebentar kakak ketiganya itu. Joe kembali menjadi lucu dan hangat setelah agak marah-marah karena Aster.

"Tidak, terima kasih," tolakku dengan halus kepada Gabriel.

Tunggu. Aku baru sadar sepenuhnya kalau sedari tadi dia sedang bersandar enak di punggungku.

Aku pun membalas bersandar untuk mendorongnya dengan punggungku agar dia tahu dan sadar kalau punggungku bukanlah sebuah dinding yang bisa disandar semaunya.

Gabriel hanya diam tak menggubris balasanku sambil menikmati coklatnya dengan datar. Mungkin suasana hatinya sedang tidak baik, jadi dia pun memilih menyantap coklat. Reaksinya ketika dipeluk Joe pun terlihat biasa-biasa saja.

"Gabriel, kau masih ingat kakaknya Putri Aster, kan?" tanya Ades sedikit melirik ke arah Gabriel.

"Lalu?" Gabriel terlihat tak acuh. Selesai memakan semua coklatnya, ia menjilat-jilat ujung jari jempol dan telunjuknya yang terlapis sedikit coklat dengan malas.

"Oh adikku Gabriel, sepertinya kau tidak mau membicarakan kakaknya Putri Aster, karena di sana tersimpan sesuatu yang tidak ingin kau ingat. Kata-kataku pasti benar," kata Genta berjalan menjauh dari cermin seraya mengembalikan gaya rambutnya seperti semula.

Gabriel sedikit membangkitkan dirinya dan menatap malas ke arah Genta, "Kau bicara denganku?"

Genta tersenyum ramah, tapi terasa ada arti di balik senyumnya itu kepada Gabriel. Apa yang sedang mereka bahas?

"Tentu, aku bicara denganmu. Bukankah kakaknya Putri Aster itu---"

"Berisik."

Terdengar suram bagiku ketika Gabriel memotong perkataan Genta dengan mudah semudah halnya menggunting benang. Beban di punggungku mulai meringan. Dia tidak bersandar di punggungku lagi. Pemuda berambut abu-abu itu beranjak dari kasurku dan berjalan menghadap Genta. Tatapannya kepada Genta tajam sekali. Apa yang membuatnya tiba-tiba marah kepada Genta?

"Aku pikir kata-kata maafmu waktu itu akan melupakan segala yang dulu sudah terjadi," kata Gabriel. "Tapi ternyata, kau tetap sama saja. Aku muak padamu."

Gabriel melangkah pergi setelah mengucapkan itu kepada Genta. Aku terkejut sekaligus tidak mengerti. Memangnya siapa kakak Putri Aster itu? Aku melihat ke arah Genta. Dia juga terlihat bingung dengan sikap Gabriel kepadanya.

"Ups!" Genta tiba-tiba menutup mulutnya, "Aku jadi sadar. Sepertinya aku telah salah menyusun kata."

Ades menghela napas, "Kebiasaanmu berbicara seperti itu sudah tentu tidak akan pernah disukai olehnya, Genta. Kau seharusnya tidak perlu menggubris kata-kataku. Dan seharusnya kau memahami Gabriel. Kau tahu kan bagaimana Gabriel itu?"

Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Tidak adakah yang bisa membuatku mengerti apa yang tengah Gabriel kesalkan sekarang?

"Hei, apa maksud kalian? Ada apa sampai Gabriel bersikap dan berkata seperti itu?" tanyaku menatap mereka secara bergantian.

Joe tiba-tiba memelukku dari belakang, "Kak Genta bodoh! Kak Genta harus minta maaf kepada Kak Gabriel!" ucap Joe sambil melototkan mata birunya ke arah Genta.

"Ini tentang kakaknya Putri Aster," jawab Ades membuatku menoleh cepat ke arahnya, "Gabriel pernah mengenal dekat kakak Putri Aster. Sejak Gabriel memutuskan untuk tidak berhubungan apa-apa lagi dengannya, dia membuang semua yang berkaitan dengan gadis itu. Bahkan dulu dia sering berkelahi dengan Genta karena masalah itu."

Aku memegang kuat lengan Ades, "Siapa kakak Putri Aster itu? Katakan padaku. Tidak berhubungan apa-apa? Maksudmu, dulu kakak Putri Aster itu ..."

"Pacarnya Gabriel."

Aku menoleh ke arah Genta yang telah baru saja menyambungkan kata-kata gantungku. Dia tidak melihatku. Wajahnya berpaling ke bawah mengekspresikan rasa bersalah yang dalam. Aku beralih memegang kedua tangan Joe yang sedari tadi memelukku.

"Kak Sica, tanganmu berkeringat," kata Joe seraya membalas genggamanku.

Mulutku agak bergetar untuk kembali berkata, "J-jadi, nama kakak Putri Aster itu ..."

"Putri Mariposa Dandelion. Dia pernah menjalin hubungan dengan Gabriel. Tapi sejak Genta melakukan suatu kesalahan, Gabriel memutuskan hubungannya dengan Putri Mariposa dan meninggalkannya. Aku melihat itu semua," jelas Ades sambil menatap tajam kepada Genta.

Genta langsung membuang kontak mata dari Ades dengan mengedarkan pandangan ke langit-langit kamar, "Ah, ternyata kau melihat semua yang terjadi waktu itu, ya. Haha." Senyuman Genta hampir saja pudar. Tawanya barusan bahkan tidak berselera sama sekali.

Aku tidak menduga, ternyata kakaknya Putri Aster penggila penemuan sihir dan semua pangeran itu adalah Mariposa yang pernah Gabriel ceritakan padaku. Jadi itu yang membuat Gabriel kesal. Dia teringat Mariposa karena kata-kata Genta yang seperti terdengar sengaja untuk mengingat masa lalu kelam itu.

Ini memang salah Genta, meskipun yang membicarakan lebih dulu adalah Ades. Aku menatap ke arah mata hijau milik Genta.

"Genta, apa kau mau bermusuhan lagi dengan Gabriel?" tanyaku.

"Ti-tidak," jawab Genta menunduk kepadaku, "aku tidak sengaja berkata seperti itu padanya. Aku menyesal."

Aku tahu Genta sebenarnya tidak bermaksud menyakiti hati Gabriel, lagi. Dia tidak sengaja berkata seperti itu karena kebiasaannya mengatakan kata-kata yang bisa membuat orang lain tersinggung atau merasa kesal. Permintaan maaf kepada Gabriel beberapa hari yang lalu itu tulus diucapkan Genta. Aku yakin Genta tidak akan mau lagi membuat Gabriel merasa sakit karena dirinya. Dia ingin mengubah keburukannya itu, namun terasa sulit untuk membuang kebiasaannya.

"Jadi, bagaimana cara agar Gabriel kembali bergabung bersama kita lagi?" tanyaku lagi setelah agak lama terdiam.

"Aku tahu!" Joe tiba-tiba berseru sambil melepaskan pelukannya dariku kemudian beranjak dari kasurku untuk menghampiri Genta.

Dia menyodorkan sesuatu kepada Genta. Sebuah bungkus coklat yang isinya sudah dihabiskan. Genta menerima bungkus coklat itu sambil tersenyum hangat.

"Apa ini? Aku akan memberikan sampah kepada Gabriel?" tanya Genta.

"Argh!! Bukan! Kak Genta berikan coklat kepada Kak Gabriel! Kak Gabriel kan suka coklat!" jawab Joe membuatku gemas sendiri melihat tingkah lucunya yang sedang kesal.

Tapi, aku tidak paham dengan saran dari Joe. Begitu juga dengan Ades. Dia terlihat bengong sendiri.

"J-joe, kau ... KAU ADALAH ADIKKU YANG PALING GENIUS! TERIMA KASIH!!" teriak Genta langsung menyentakkanku dan Ades yang sedang menonton mereka. Dia memeluk Joe dengan penuh niat dan sayang.

"K-Kak Genta! Sesak! Aku bisa mati!!" pekik Joe seraya bersikeras melepaskan diri dari pelukan maut Genta. Aku dan Ades tertawa gembira melihat tingkah lucu mereka.

"Jadi, apa rencananya?" tanyaku sambil beranjak dari dudukku. Sedangkan Ades membaringkan dirinya ke tempat tidurku.

Genta melepaskan pelukan dan langsung merangkul adik keduanya itu. Joe terlihat tidak ingin dirangkul. Wajahnya menggambarkan keterpaksaan atas perlakuan akrab Genta kepadanya. Haha! Mereka lucu.

"Aku akan membuat kejutan untuk adikku Gabriel! Adikku Joe yang akan membantuku! Kalian berdua juga akan mendapat tugas dariku. Aku yakin Gabriel pasti akan senang serta mau memaafkan kesalahanku!" jawab Genta berapi-api.

"Hah? Tidak mau! Aku kan cuma mau kau berikan coklat saja kepada Kak Gabriel! Mungkin dia mau bicara dengan Kak Genta lagi kalau dia dikasih coklat," tolak Joe lalu menggembungkan kedua pipinya karena kesal dengan Genta. Aku ingin sekali menepuk kedua pipinya itu. Dia lucu sekali!!

"Eits! Tidak bisa. Joe harus bantu aku, karena kakak dan adik itu harus saling membantu!" balas Genta yang juga dibalas dengan ekspresi jeleknya Joe ketika Genta sedang bicara. Aku tidak dapat menahan tawaku ketika melihat tingkah laku Joe.

"Baiklah, akan aku bantu kau membuat Gabriel tidak marah padamu. Jadi, apa yang harus aku lakukan?" kataku bersedia membantu Genta.

Genta pun menjelaskan rencananya bersamaku dan Joe. Kenapa Ades tidak ikut mendengarkan? Karena dia sedang tidur di tempat tidurku. Pakai selimut sambil peluk bantal, pula!

"ADES!!! CEPAT BANGUN DARI TEMPAT TIDURKU SEKARANG!!"

Aku mendapat satu tugas dari Genta, yaitu jangan biarkan Gabriel masuk ke dalam kamarnya, karena Genta akan membuat sesuatu di kamar Gabriel yang dibantu oleh Joe. Aku jadi tidak sabar untuk melihat apa yang akan Genta buat untuk menjadi kejutan Gabriel.

Hm, kami jadi terlihat seperti sedang menyiapkan acara ulang tahun secara sembunyi-sembunyi saja, ya!

Kalau Gabriel tidak boleh masuk ke dalam kamarnya, itu berarti aku harus membuatnya menjauh dari kamarnya. Tapi bagaimana caranya? Aku bingung. Ah, itu Gabriel!

"Gabriel!" panggilku sambil berlari mengejarnya.

Aku melihat Gabriel berhenti melangkah dan menoleh ke arahku. Dia menyungging senyum.

"Queen, ada apa memanggilku?" tanya Gabriel.

Tangan kirinya sedang memeluk sebuah buku bersampul merah tua yang sangat tebal. Dia suka sekali membaca buku berhalaman tebal, ya? Hm, hebat.

"Mau ke mana?"

"Ke kamar."

"Eh! Jangan!"

"Lho, kenapa jangan?"

"I-itu ..."

G-gawat! Gabriel mau pergi ke kamarnya! Berpikirlah, Sica! Pikirkan suatu cara! Jangan sampai dia curiga! batinku dengan panik karena tidak dapat berpikir jernih.

"Queen, ada masalah apa?" tanya Gabriel membuatku terkejut dan langsung menatapnya.

"A-ah, Gabriel ..."

"Iya, Queen?"

Gabriel tetap setia menungguku mengatakan sesuatu. Tapi, aku sangat bingung apa yang bisa mengalihkan perhatian dari keinginannya pergi ke kamar. Aku harus meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk Genta dan Joe. Sambil mereka berdua sedang sibuk menyiapkan kejutan di kamar Gabriel, aku akan membawa jauh Gabriel dari kamarnya. Tapi ke mana?

"P-pokoknya ikut aku!" paksaku meraih tangan Gabriel dan menariknya pergi jauh dari lorong kamar istana.

"Tapi mau ke mana?" tanya Gabriel terlihat bingung dengan sikapku padanya.

"Ke mana saja. Aku bosan!" jawabku asal.

"Bosan? Ternyata kau bisa juga merasa bosan, ya," Gabriel tertawa kecil, "bagaimana kalau kita pergi ke halaman istana saja? Aku ingin menyirami bunga-bunga mawar yang ada di luar sana. Aku hampir saja lupa untuk menyiram mereka."

"O-oh! Jadi, yang merawat semua bunga-bunga cantik di luar sana itu adalah kau?" tanyaku.

Gabriel mengangguk sembari tersenyum hangat, "Iya. Aku suka sekali bunga. Mereka harum dan cantik, mirip sepertimu."

"Hahaha! Aku tidak terlalu cantik dan harum seperti bunga. Mereka terlalu sempurna untuk disamakan dengan gadis biasa sepertiku."

"Tapi bagiku, kau cantik seperti bunga mawar putih. Melihatmu, aku jadi ingat dan ingin menemui mereka. Memberikan mereka air untuk bertahan hidup adalah rasa sayangku terhadap mereka. Selama mereka ada, halaman istana akan selalu terlihat indah di pandang. Oh iya, dulu kecil aku pernah menanam banyak bibit pohon di halaman istana. Ada banyak pohon yang tumbuh di halaman istana, kan? Itu karena aku merawat mereka juga. Oksigen yang mereka berikan untuk makhluk hidup seakan-akan menjadi ucapan terima kasih mereka karena sudah mau menyayangi mereka. Ya, aku sayang mereka semua. Jika tidak ada mereka di dunia ini, mungkin aku akan menangis setiap hari. Hahaha! Aku aneh sekali, ya."

Setiap kami melangkah tenang menelusuri lorong istana, aku diam dengan antusias mendengarkan Gabriel berbicara. Senyumanku mengembang untuknya ketika melihatnya tampak senang membicarakan tentang hal yang dia suka.

"Kalau begitu, bolehkah aku membantumu menyirami mereka?"

Mendengar pertanyaanku, Gabriel menyungging senyum lebar.

"Tentu. Apalagi jika kau juga ikut menyirami mereka, pasti mereka akan menyambutmu dengan gembira!"

Aku tertawa mendengar seruannya. Dari apa yang dia ceritakan, sepertinya dia sangat menyukai berbagai macam tumbuhan seperti bunga dan pohon. Dia mempunyai kesukaan yang bagus. Aku pikir dia hanya suka pada buku.

Oke, aku berhasil menjauhkan Gabriel dari kamarnya. Sekarang tinggal menunggu Ades memberikan kode kepadaku. Ya, Ades juga diberikan tugas kepada Genta untuk mengawasi Gabriel dari jauh. Huh, semoga semuanya berjalan lancar.

To be continue⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top