It is Beautiful : 11

Besok paginya, keempat pangeran Avalous sedang berkumpul di perpustakaan. Mereka sedang apa? Mereka sedang membicarakan rak buku yang terjatuh mengenaskan dari lantai atas kemarin. Kini mereka berdiri mengepung benda yang sudah hancur tersebut.

Perpustakaan istana Avalous ternyata ada dua lantai. Di atas sana masih banyak buku yang tersusun apik. Aku tidak sempat melihat-lihat ke atas sana. Mungkin lain kali.

Tapi, ada apa sampai mereka berkumpul seperti itu? Bukankah mereka hanya bisa berkumpul di ruang makan saja? Hmm, aku harus cari tahu.

Aku bersembunyi dari salah satu rak buku yang tidak jauh dari mereka untuk menguping. Kenapa aku muncul secara sembunyi-sembunyi seperti ini? Itu karena mereka menyuruhku untuk tidak ikut bersama mereka ke sini. Aku jadi penasaran kenapa mereka tidak membiarkanku ikut bersama mereka. Jadinya, aku mengendap-endap mengikuti mereka dan sampai di sini. Waktunya aku menajamkan pendengaranku.

"Uhh, berantakannya. Aku jadi ingin menangis. Semoga buku-bukunya tidak ikut rusak," kata Genta sambil melakukan gaya menutup mata dengan punggung tangannya. Apa-apaan itu?

"Bagaimana bisa? Bukankah semua rak buku di sini tidak pernah terjatuh karena kayunya nomor satu kualitas terbaik dan bisa bertahan jutaan tahun?" kata Ades terheran-heran sambil menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal. Dia kelihatan bingung. Tunggu dulu, jutaan?

"Mana aku tahu! Dan selain itu, bertahannya kayu rak buku ini tidak sampai bertahan sampai jutaan tahun! Tahun sekarang saja masih segini! Ada-ada saja!" pekik Gabriel terlihat kesal dengan Ades. Menurutku diantara mereka berempat, suara Gabriellah yang paling keras dan lantang.

"Kalau memang kayu rak buku ini bertahan kuat sangat lama, jadi apa yang membuat rak buku ini terjatuh?" tanya Joe kepada ketiga kakaknya dengan raut muka serius seperti detektif. Hihi! Joe kalau dilihat dari jauh tetap kelihatan imut!

"Terpeleset mungkin?" tebak Genta asal dengan senyum. Ketiga saudaranya langsung diam menatap Genta dengan tatapan datar.

"Geblek," sebut Joe kepada Genta.

"Hah? Geblek? Artinya apa?" tanya Ades linglung.

"Masa kau tidak tahu? Menurut yang ada di kamus, arti geblek itu adalah BODOH SEKALI!" jawab Gabriel dengan lantang menyebutkan jawabannya di depan Ades.

Ades langsung ciut dan bersembunyi di belakang Joe. Mukanya memelas meminta belas kasihan. Joe kelihatan tidak ingin disentuh. Dia menatap enggan kepada Ades.

"Jauh-jauh 3 meter dariku sana!" usir Joe kepada Ades.

"Sayangnya aku juga tahu artinya," kata Genta ikut angkat bicara. Dia tidak penting sekali. "Jadi, kita sedang apa berkumpul begini? Adikku Gabriel, kau kan yang mengumpulkan kami?"

"Ya," jawab Gabriel terlihat serius. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya dia ingin membicarakan sesuatu yang penting kepada ketiga saudaranya, "aku ingin kita bekerja sama membereskan kekacauan ini. Tanpa sihir pun, semua bisa dilakukan jika kita saling kompak."

"Oh." Joe tampak tidak peduli. Dia malah sibuk memandangi sekitar perpustakaan ketika Gabriel bicara.

"Hmm, kenapa tubuhku mendadak lemas, ya?" Genta menyentuh dahi, sedang mengecek suhu tubuh. Kelihatan sekali dia tidak mau ikut membantu.

"Aku akan mengumpulkan semua buku-bukunya yang masih layak dibaca!" seru Ades tampak bersemangat. Tapi, kenapa dia malah memilih memunguti buku-buku yang terjatuh? Tubuhnya itu besar. Kenapa tidak pilih mengangkat kayu-kayunya saja? Dia pemalas!

Gabriel menghela napas lelah sambil memegang kepalanya. Aku kasihan melihat Gabriel tampak lelah menghadapi ketiga saudaranya yang tidak begitu berpartisipasi dengannya. Joe membuatku kecewa saat melihatnya tampak tidak peduli. Kemudian Ades dan Genta yang super pemalas. Pantas saja penyihir jahat sukses mematikan jantung sihir Avalous dengan sekali sentil saja---maksudku dengan mudahnya. Mereka benar-benar tidak bisa bekerja sama dengan baik.

"Ades!" panggil Gabriel lantang membuat orang yang dipanggil langsung terbelalak karena terkejut.

"I-iya?" sahut Ades.

"Kau itu punya otot yang besar! Untuk apa kau menciptakan otot-otot di tubuhmu itu jika tidak digunakan untuk mengangkat sesuatu yang berat??" kata Gabriel kesal kepada Ades.

"Ta-tapi, buku kan juga termasuk barang yang ber---"

"Joe yang akan memunguti semua buku-bukunya! Kaulah yang akan mengangkat semua kayu-kayunya!" potong Gabriel membuat Joe menoleh terkejut kepada Gabriel.

"Oke," sahut Joe tanpa protes sambil mengacungkan jempol.

"Lalu Genta! Ambilkan dua buah sapu! Aku dan kau yang akan menyapu lantainya!" suruh Gabriel kepada Genta yang sedang menguap.

"Baiklah, adikku Gabriel," ucap Genta. Dia segera melangkah untuk mengambil sapu. Tak lama dia pun kembali dengan membawa dua buah sapu sesuai yang Gabriel katakan.

Instruksi dari Gabriel membuat ketiga saudaranya termasuk dirinya mulai bergerak cepat untuk membereskan kekacauan. Joe mulai memunguti semua buku-buku yang jatuh ketika Ades mulai mengangkat beberapa serpihan besar kayu rak buku dan membawanya keluar dari perpustakaan. Lalu Genta dan Gabriel mulai menyapu sesudah semua kayunya habis dibawa keluar oleh Ades. Melihat itu semua, aku tidak bisa berhenti tersenyum. Ini kenyataan. Mereka bisa bekerja sama.

"Hahh, indahnya kebersihan ..." kata Genta sambil menyapu dengan riang dan semoga dia tulus hati melakukannya.

"Aku tahu kau tadi bohong kalau tubuhmu lemas," kata Gabriel tanpa menatap ke arah Genta karena sibuk menyapu, "dasar pemalas."

"Hm? Apa kau bilang, adikku Gabriel? Kau mengajakku berkelahi?" tanya Genta.

"Hah? Siapa yang mau berkelahi dengan---"

TAKK!!

Hampir saja Gabriel terkena pukulan keras dari tongkat sapu milik Genta jika tidak refleks mengangkat sapunya dan menahan tongkat sapu Genta.

"Aku tahu kau memang unggul dalam berpedang, Gabriel. Tapi, kau tidak bisa memahami pelajaran matematika. Jadi, akulah yang genius!" kata Genta bermaksud menyombongkan diri. Sifat Genta benar-benar buruk.

"Berisik! Meskipun aku tidak pintar matematika, tetapi aku jago dalam pelajaran sihir!" balas Gabriel membalas serangan Genta dengan cara ingin memukul leher Genta menggunakan tongkat sapu, namun Genta sigap menahan serangan Gabriel beberapa kali sampai kembali beradu kekuatan tongkat sapu. Mereka seperti sedang bermain pedang. Tapi aksi dengan tongkat sapu mereka hanya sampai disitu saja.

"Oh ... begitukah? Hm, adu kepintaran sudah membosankan. Bagaimana kalau kita bersaing merebut gadis cantik bernama Sica itu? Siapa yang duluan mendapatkan hatinya, dialah yang menang."

Hah?! Genta sudah gila! Buat apa dia membuat permainan aneh seperti itu? Untuk mendapatkanku? Memangnya aku mainan mereka? Tidak. Gabriel tidak mungkin akan mengikuti permainan Genta.

"Boleh aku ikut?" Ades mengajukan dirinya untuk ikut sambil mengangkat tangan. "Genta, kau juga suka Beauty? Kita sama!"

"Haha, sebenarnya tidak. Aku terpaksa membuat permainan yang lebih seru karena tidak ingin kalah dari kalian berdua," tawa Genta. Baguslah kalau dia jujur mengenai diriku. Tapi, kata-katanya barusan lumayan membuatku kesal.

"Jangan lupakan aku yang ada di sini. Kalian pikir aku tidak bisa mendapatkan Kak Sica?" Joe melangkah maju berdiri di samping Gabriel.

"Bagaimana, Gabriel? Kau mau ikut? Joe yang lebih muda dari kita saja ikut, lho!" kata Genta seperti menggoda Gabriel untuk membuat Gabriel ikut. Tidak, jangan. Aku mohon Gabriel, jangan sampai dia masuk ke dalam lubang permainan Genta.

"Aku ikut."

Hancur harapanku. Gabriel ikut permainan aneh itu! Termasuk Joe dan Ades. Menurutku, permainan itu akan membuat mereka semakin tidak rukun. Jangan sampai permainan ini benar-benar diadakan. Aku harus hentikan mereka.

"Kalau aku tidak menyukai kalian semua, siapa yang bisa memenangkan permainannya?"

Pertanyaanku membuat keempat pangeran Avalous terlihat sangat terkejut. Aku keluar dari persembunyianku seraya menatap tajam kepada mereka.

"Eh ... ternyata princess menguping pembicaraan kami? Tidak baik, lho!" ucap Genta.

"Hai, Beauty! Pagi ini kau cantik dan bersinar sekali!" puji Ades tanpa mementingkan perkataanku.

"Queen, a-aku hanya kesal dengan Genta! I-ini ... ini tidak seperti yang kau pikirkan!" ucap Gabriel kelihatan panik.

"Huh!" Joe membuang muka. Sepertinya dia masih kesal padaku.

"Dengar, ya! Aku ke sini, ke Avalous, untuk membantu kalian menghidupkan jantung sihir Avalous! Aku ingin kalian hidup akur tanpa adanya saling membenci! Bukannya bermaksud untuk membuat situasi menjadi lebih parah! Kalian membuat permainan seperti itu memangnya aku setuju?" kataku membentak empat pangeran sekaligus. Sebagai seorang rakyat biasa, aku termasuk orang yang paling berani.

Joe kelihatan tersentak mendengar hentakan kata-kataku. Dia menunduk.

Gabriel memalingkan wajahnya tampak menyesal.

Ades menggaruk-garuk kepalanya kelihatan bingung.

Genta tetap tersenyum tanpa ada ekspresi bersalah ataupun menyesal.

"Yap! Karena princess sudah merusak permainan yang belum sempat dimulai, maka permainannya dibatalkan, deh!" Setelah mengatakan itu, Genta berlari pergi dari perpustakaan. Astaga aku benar-benar kesal dengannya!

Aku juga ingin meninggalkan perpustakaan tanpa mempedulikan ketiga pangeran yang sedang terdiam. Tapi, langkahku terhenti oleh seseorang yang menarik gaunku.

"Kak Sica, maafkan aku, ya. Aku tidak tahu kalau itu bisa membuat kami semakin berjauhan. Aku tidak tahu sama sekali," kata Joe meminta maaf padaku. Mendengarnya, aku jadi kasihan. Tapi, aku tidak ingin bicara dulu karena marah kepada mereka.

"Beauty, aku bingung kenapa permainan yang dirancang oleh Genta bisa berpengaruh terhadap hubungan persaudaraan kami. Tapi, maafkan aku, sayang. Aku juga tidak sadar," kata Ades berjalan cepat menghampiriku dan memegang tangan kiriku.

Aku melirik ke arah Gabriel. Apa dia juga akan meminta maaf seperti yang dilakukan Ades dan Joe?

"Aku ..... AKU HARUS PERGI KE TOILET!!"

Aku, Ades, dan Joe hanya bisa memasang wajah datar melihat Gabriel berlari tergesa-gesa keluar dari perpustakaan. Sungguh waktu yang tidak pas untuk berurusan dengan toilet. Apa dia sering seperti itu?

"Hai, pelayanku! Kau sudah siap untuk melayaniku, ya? Senangnya ..." ucap Genta melihatku masuk ke dalam kamarnya.

Siang ini, aku memutuskan untuk pergi ke kamar Genta, karena kemarin aku sudah setuju untuk menjadi pelayan pribadinya. Tentu saja Genta juga tidak akan melupakan itu. Ya, aku harus membuat Genta mau berteman denganku. Tapi, sekarang otakku tidak mendapatkan langkah selanjutnya. Apa ini akhirku? Menjadi pelayan Genta? Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini!

"Jangan banyak bicara. Cepatlah, apa yang harus aku kerjakan di sini?" tanyaku dengan datar tanpa mau sedikit pun membalas senyumnya.

Genta beranjak dari kasurnya. Aku melihat sekeliling kamar Genta. Astaga, kamarnya rapi sekali dan juga bersih. Biasanya, seorang pelayan selalu membersihkan kamar tuannya. Tapi, kamar ini sudah lebih dulu rapi dan bersih. Aku penasaran apa yang akan Genta perintahkan padaku.

"Pelayan, aku perintahkan padamu untuk menjadi pacarku," perintah Genta berdiri di hadapanku seraya menyentuh ujung daguku.

Perintah macam apa itu? Menjadi pacarnya? Hei, walaupun dia itu pangeran dan wajahnya tampan, aku sama sekali tidak tertarik sedikit pun padanya, karena aku sudah tahu apa isi di balik topengnya.

"Bolehkah aku membantah perintah itu?" tanyaku dengan selembut mungkin seraya memberinya senyuman paksa.

"Sayangnya tidak, karena kau pelayanku, jadi otomatis kau itu milikku," jawab Genta dengan halus. Dia mendekat lagi dan menyentuh helai rambutku, "karena kita sudah menjadi sepasang kekasih, malam ini kau boleh tidur di kamarku, princess-ku."

Seketika aku merinding. Kenapa harus ada makhluk menggelikan seperti dia? Dia bahkan lebih menyebalkan dibandingkan Ades! Dia memaksaku untuk menjadi pacarnya. Tidak mungkin aku akan menerima diriku sebagai mainannya. Apa dia tidak pernah dipermainkan oleh seseorang yang jahat seperti dirinya?

"Itu sajakah perintah darimu? Oh, apa kau ingin aku tidur di kamarmu karena kau merasa sendirian tanpa ada seorang wanita cantik di sampingmu? Haha! Kau rendah sekali, Genta!"

Genta mengerutkan kedua alisnya. Sepertinya dia tersinggung dengan ucapanku. Tapi senyumannya masih bertahan.

"Bukannya kau yang lebih rendah dibandingkan aku? Kau pelayanku dan aku adalah Tuanmu. Jangan sekali-kali kau membantah dan melawan Tuanmu ini. Kau mengerti, princess?" Genta mendekatkan wajahnya ke depan wajahku. Wajahnya begitu dekat denganku sampai aku harus menahan napas agar napasnya tidak mencemar napasku. Aku kesal sekali, dia begitu senang dengan jarak dekat. Apa aku kurang jelas terlihat di mata hijaunya itu?

TUK!!

Dengan sengaja aku menghantupkan dahiku ke dahinya lumayan keras agar dia segera secepatnya menjauh dari wajahku. Genta lantas menjauhkan wajahnya sambil memegang dahinya yang memerah. Dahiku juga sakit, tapi tidak terlalu parah.

"Ahh, princess, apa kau tidak sabar tidur seranjang denganku sampai segitunya kau mendekatkan jarak kita terlalu bersemangat?" ucap Genta dengan senyum yang lebih cerah dari yang sebelumnya. Dia mendekat lagi dan tak sengaja aku menghirup bau napasnya yang sialnya tidak bau, "Princess, kau mau kita tidur di kamarku atau di kamarmu?"

"Kurang ajar!" Aku ingin menamparnya karena kata-katanya sudah sungguh keterlaluan. Tapi, tanganku langsung ditangkap oleh tangan Genta.

"Tidak, princess. Tidur bersamamu nanti, aku tidak akan berbuat kurang ajar padamu. Kau tenang saja," ucap Genta lalu mencium punggung tanganku. Aku langsung jijik.

"Ahh!! Kenapa kau mencium punggung tanganku??" Aku menepis tangannya dan melangkah mundur memberi jarak jauh dengan perasaan jijik. "Genta, aku tahu kau sering menggoda dan mempermainkan semua perasaan gadis-gadis yang suka padamu. Jika kau terus seperti ini, tidak akan ada yang pernah bisa tulus menyukaimu. Kau harus percaya itu."

"Terus, apa aku harus peduli dengan apa yang mereka katakan mengenai diriku? Ya, aku harus peduli karena kelebihanku memanglah penting untuk dipuji. Aku suka mereka semua!"

"Tapi setelah itu, kau akan dibenci banyak orang. KAU AKAN SENDIRIAN!"

Senyuman Genta mendadak lenyap. Ekspresinya yang tadinya ramah dan lembut, beralih dingin dan kaku. Matanya menyorotkan ketidak sukaan atas kata-kataku. Aku tidak gentar padanya. Dia bagian dari misiku. Aku harus membuatnya sadar kalau apa yang sudah dia lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan fatal untuk masa depannya.

"Kau sudah melawan Tuanmu ini. Maka dari itu, aku harus menghukum dirimu, pelayanku."

Genta menghampiriku dan langsung menggendongku dengan paksa. Berusaha keras aku melepaskan diri dari gendongannya dengan cara memukul-mukul lengan dan dadanya. Tapi, dia terlihat tidak merasa kesakitan atas seranganku. Dia menjatuhkanku dengan kasar di tempat tidurnya dan sekarang dia berada di atasku.

"Apa yang akan kau lakukan padaku? Lepaskan aku sekarang juga!!" pekikku.

"Aku ingin menghukummu karena sudah berani berkata-kata sesuatu yang tidak aku suka. Jadi, jangan melawan lagi, ya. Kalau melawan lagi, hukumanmu bisa bertambah," kata Genta kembali tersenyum manis, lalu mendadak menghilangkan senyumnya dengan menatapku tajam, "sebenarnya kau itu tidak menarik sama sekali. Kau itu gadis bertubuh pendek dan dadamu tidak terlalu bergunung. Jadi, mungkin aku hanya akan---"

"APA?! MAKSUDMU, DADAKU RATA, BEGITUKAH??! TIDAK SOPAN SEKALI KAU BICARA SEPERTI ITU DI HADAPANKU!" teriakku sangat marah mendengar komentarnya mengenai bagian dadaku. Genta tampak kaget dengan teriakkanku.

"Aku ..."

"Dan jika kau memang ingin menjadi pacarku, kau harus menerima semua kekurangan pacarmu ini! Kau harus tulus mencintaiku! Juga, tidak ada lelaki jahat yang tega pacarnya dijadikan pelayan! Dari mana kau belajar mencintai seorang gadis seperti itu? Setampan apapun dirimu, satu gadis pun tidak akan ada yang mau denganmu karena karaktermu yang terlalu rendah! Bahkan lebih rendah dibandingkan dengan seorang pelayan!"

Genta terkesiap. Matanya terbelalak mendengar apa yang aku katakan padanya. Ekspresinya yang
sedang terkejut jelas terlihat di depan mataku. Aku mengatakan itu semua padanya karena aku ingin membuatnya bisa mengoreksi dirinya. Aku ingin dia sadar dan mengubah keburukannya menjadi lebih baik. Keburukannya itu juga bisa berpengaruh kepada saudara-saudaranya. Jika dia benar-benar tulus baik kepada orang lain, pasti dia juga benar-benar akan disukai banyak orang termasuk ketiga saudaranya. Aku ingin mewujudkan itu.

Tok tok tok!

Aku terkejut mendengar pintu kamar Genta diketuk oleh seseorang dari luar. Siapa?

"Genta, kau ada di dalam? Aku ingin mengambil buku pelajaran sihir yang kau curi diam-diam dari dalam kamarku."

Rasa terkejutku bertambah dua kali lipat ketika mendengar suara pintu dibuka dan melihat orang yang membuka pintu itu lantas melihatku dan Genta yang masih berada di atas tempat tidur. Dia kelihatan sangat kaget. Wajahnya berangsur-angsur memerah. Dan orang itu adalah GABRIEL!

"A-apa? APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN???"

Aku segera mendorong Genta sekuat tenaga dari hadapanku, namun Genta sama sekali tidak bergerak sedikit pun seolah-olah aku sedang berusaha mendorong tembok yang jelas tidak dapat didorong. Senyumannya kembali mengembang mengarah ke orang yang masuk ke dalam kamarnya. Astaga, masalahku kenapa terus saja bertambah?

"Tidak! Gabriel, ini tidak seperti yang kau lihat! Genta belum melakukan apa-apa padaku! Sungguh!" kataku untuk membuat Gabriel tidak salah paham dengan apa yang sudah dia lihat.

"Iya, princess benar. Kami belum melakukan apa-apa. Baru saja kami mau memulainya. Tapi, kau masuk," imbuh Genta. Tunggu, rasanya ada yang tidak beres. Memulai apa? "Princess, aku lupa mengunci pintunya. Lain kali aku akan kunci pintunya agar tidak ada yang bisa mengganggu kita. Maaf, ya."

Gabriel tidak membalas apa-apa, namun ekspresi terkejutnya yang dicampur dengan tatapan jijik terlihat semakin parah jika aku lihat. Oh tidak, Genta sudah membuat Gabriel semakin salah paham! Arghhh!! Bagaimana ini???

To be continue⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top