It is Beautiful : 1
Sungguh! Itu refleks karena kesal dengan Ades suka mencium tanganku. Aku tidak suka tanganku dicium dan Ades melakukan hal itu sebanyak dua kali. Bagaimana aku tidak kesal padanya? Aku tidak dapat menahan tanganku. Tapi, keberanianku yang terlalu berani menampar seorang pangeran, membuatku ciut. Ades pasti akan membunuhku. Dia akan segera menghabisiku tidak lama lagi.
Tubuhku semakin berkeringat melihatnya terdiam melihatku tanpa ekspresi sambil menyentuh pipi kirinya yang terkena oleh tamparanku. Ini gawat. Nyawaku dalam bahaya!
"Ini ..." Ades akan mengamuk. Dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Aku harus siap-siap dengan sihirku, kalau saja dia menghunuskan pedangnya. "Ini ... ini MENAKJUBKAN! INI PERTAMA KALINYA AKU DITAMPAR! RASANYA MENDEBARKAN!"
"Apa?!" Aku menatapnya aneh.
Aku tidak mengerti. Sesenang itu kah dia ditampar? Apa dia sudah gila? Wajahnya sampai berseri-seri seperti itu. Bukan lagi merasa geli, kali ini aku merasa ngeri.
Sepertinya aku harus kabur darinya. Aku bisa meminta bantuan orang lain. Tidak perlu aku meminta bantuan dari dia. Yang penting aku sudah tahu kalau jantung sihir Avalous ada di istana kerajaan. Aku punya firasat aneh jika aku ada di dekatnya terus.
Selagi dia sedang asyik dengan pipinya, aku berjalan menjauh darinya dengan cara diam-diam. Beberapa lama aku pergi jauh, akhirnya dia tidak tampak di mataku lagi. Syukurlah, aku bebas dari pangeran genit itu.
Sekarang aku berada di salah satu koridor luar istana. Aku harus masuk ke dalam istana ini dan mencari keberadaan jantung sihir. Berjalan-jalan aku menelusuri koridor sambil melihat sekitar, aku pun berhenti di sebuah pintu besar berwarna hitam. Mungkin ini jalan masuk ke dalam istana.
Aku mendorong pintu besar itu menciptakan suara pintu terbuka yang berdecit besar. Dengan hati-hati aku berjalan masuk dan kembali menutup pintu. Istana ini luas sekali. Lebih luas dibandingkan Akademi Famagisa. Aku harus menemukan letak jantung sihir Avalous berada.
Langkahku asal berjalan tanpa arah, namun aku punya tujuan yaitu menemukan keberadaan jantung sihir Avalous. Aku memutuskan untuk berkeliling sendiri.
Tapi, aku bingung, seharusnya di luar maupun di dalam istana biasanya ada para penjaga istana yang siaga menjaga keamanan istana dan para pelayan bekerja di dalam istana. Satu pun aku tidak menemukan yang seperti itu.
Tuk!
"Aduh!" rintihku merasakan kepalaku ditimpa sesuatu yang keras. Aku mencari benda apa yang sudah menyerang kepalaku. "Buku?"
Aku menemukan sebuah buku bersampul merah. Buku itu sangat tebal. Aku berjongkok sebentar untuk mengambil buku itu. Ketika aku membukanya, aku dapat melihat tulisan yang terdapat banyak angka. Oh, rupanya ini buku pelajaran matematika. Dari mana buku ini berasal? Mungkin dari seorang lelaki berambut abu-abu yang sedang duduk di tangga. Dia tidak jauh dari tempatku berdiri.
"Argh!! Buku-buku apa yang sudah aku baca? Semuanya tidak bisa aku mengerti! Percuma!" Lelaki itu mengamuk dengan tumpukan buku-buku di sampingnya. "Kalau begini terus, aku tidak bisa mengalahkan kepintaran Genta!"
Wajahnya garang, tapi kelihatannya dia agak pendek dibandingkan Ades. Eh, lihat baju birunya itu, dia memakai dasi pita! Lucunya.
"Hai!" sapaku ramah kepadanya.
Dia mengarahkan matanya dengan cepat ke arahku dan tampak terkejut melihatku tiba-tiba ada di depannya. Matanya bermanik emas. Tapi, tatapannya sinis sekali.
"Berani sekali kau masuk ke istana dan mengatakan 'hai' padaku! Kau tahu, aku adalah Pangeran Gabriel Avalous! Tidak ada yang pernah menyapaku dengan santai seperti itu padaku, gadis kampung!"
Apa?! Dia bilang aku ... gadis kampung?! Negeri Famagisa tidak kampung! Bahkan negeri Famagisa aman damai sejahtera dan jantung sihir di sana baik-baik saja.
"Dan berani sekali kau menyebutku 'gadis kampung'!" balasku dengan kesalnya tidak terima aku disebut kampung olehnya. Tidak peduli dia bangsawan atau setinggi apa kedudukannya, dia tetap sama saja menyebalkan!
"Heh! Kalau kau mau mencari gara-gara denganku, aku akan menghajarmu. Tidak peduli kau itu seorang gadis, karena kau sudah membuatku kesal!" kata Gabriel terdengar kasar sekali. Aku tidak suka dia bicara seperti itu.
"Hahaha! Kau mau menghajarku? Silakan, hajar saja! Ayo!" tantangku.
Aku tidak takut padanya. Dia juga sudah membuatku kesal. Padahal aku sudah menyapanya dengan ramah dan ingin mengembalikan bukunya yang tadi mengenai kepalaku. Tapi, sikapnya yang seperti itu sama sekali tidak membuatku nyaman.
Gabriel menatapku tajam. Dia meletakkan bukunya di atas tumpukan buku. Lalu tangannya mengarah ke belakang punggungnya sambil berjalan turun dari tangga untuk menghampiriku. Sepertinya dia benar-benar ingin menghabisiku. Kalau itu benar, aku sudah siap dengan sihirku.
Tapi, aku tidak fokus. Aku malah memejamkan mataku kuat-kuat. Entahlah, rasa takut tiba-tiba menyerangku. Aku tak dapat menggunakan sihir jika ada rasa takut pada diriku. Apakah ini akhir gagalnya misiku?
"Hahahahaha!!" tawa Gabriel terdengar panjang sekali. Mendengarnya, aku bingung. Kenapa dia tertawa? "Kenapa kau memejamkan matamu? Apa kau takut aku akan menyakitimu? Tidak, aku tidak setega itu. Oh iya, siapa namamu? Kau berasal dari mana?"
Aku kembali membuka kedua mataku. Aku mengira dia akan mengeluarkan senjatanya dan membunuhku. Ternyata, dia hanya ingin mengujiku. Aku merasa lega, tapi karena dia melihatku takut, aku jadi sedikit malu.
"Namaku Sica Zarsaca. Aku berasal dari Famagisa. Aku ke sini untuk mencari jantung sihir Avalous membantu menghidupkan kembali jantung sihir kalian," jawabku memperkenalkan diri. "Aku ingin kau mengantarkanku ke tempat di mana jantung sihir itu terletak. Boleh aku sita waktu belajarmu sebentar?"
Gabriel tersenyum.
"Tentu, kau boleh gunakan waktuku untuk bersamamu."
Hm, kata-katanya terdengar seperti sedang menggodaku. Ah, sudahlah. Yang penting dia mau memberitahukan tempat yang sedang aku cari. Tapi, senyumannya membuat mataku terus fokus ke arahnya. Ternyata senyumannya manis.
Aku berjalan mengikuti arah Gabriel melangkah. Selama perjalanan, tak ada yang dibicarakan. Lagipula mataku sibuk melihat sekitar istana yang cantik. Yang paling aku lihat adalah foto keluarga kerajaan Avalous. Ternyata ada empat pangeran. Aku belum bertemu dua pangeran lagi. Kalau bertemu, semoga tidak seperti Ades.
"Kita sampai," kata Gabriel berhenti melangkah di depan sebuah pintu berwarna kuning yang tinggi. "Di dalam sana, ada jantung sihir Avalous."
Gabriel membuka kedua daun pintu itu dengan sekali dorong. Setelah terbuka lebar, aku melihat ada sebuah jantung sihir yang tidak lagi bersinar seperti yang pernah aku lihat dari jantung sihir Famagisa. Selain tidak bersinar, di dalam kaca raksasa seperti gelas anggur itu tidak terdapat setetes pun air. Penyihir itu jahat sekali sudah membuat jantung sihir menjadi seperti ini. Keterlaluan.
Aku kembali berjalan ketika Gabriel melangkah masuk ke dalam ruangan. Aku bisa merasakan kehampaan dan kekosongannya. Jika jantung sihir Avalous bisa berdetak kembali, bagaimana cara aku bisa mewujudkan itu? Apa Gabriel mengetahui caranya?
"Sudah berapa lama ini terjadi?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya.
"Satu bulan," jawab Gabriel sambil memandang jantung sihir Avalous. "Waktu itu, ada penyihir yang berhasil memasuki istana tanpa ketahuan oleh siapa pun dan menghancurkan kehidupan jantung sihir. Semua yang ada di Avalous pun kehilangan koneksi sihirnya. Jika saja kami berempat bekerja sama, mungkin itu tidak akan pernah terjadi."
Aku mengerti setelah mendengar penjelasan Gabriel. Penjagaan istana tidak terlalu ketat. Lalu, keempat pangeran tidak bisa bekerja sama karena suatu hal yang entah apa.
"Kalau boleh aku tahu, kenapa tidak ada penjaga istana atau pun pelayan di istana ini? Bukankah mereka sangat penting untuk menjaga dan merawat istana?" tanyaku lagi.
Gabriel menghela napas. Matanya dipejamkan sementara. Tangannya memegang kepala seperti orang yang sedang frustasi akan sesuatu yang memberatkan pikirannya. Sepertinya ada banyak sesuatu yang sudah terjadi di istana ini sebelum aku datang.
"Mereka semua berhenti bekerja. Alasan mereka adalah, tidak adanya sihir. Memangnya kenapa kalau tidak ada? Kalau tidak ada sihir, mereka bisa menggunakan senjata tajam mereka untuk menyerang. Tapi, mereka tetap mengeluh dan dengan lancangnya mengabaikan semua yang Ibu dan Ayah ucapkan. Satu penjaga istana pun tak ada yang bertahan. Mungkin, tidak lama lagi kerajaan Avalous akan runtuh," jelas Gabriel sangat jelas membuatku paham masalah yang sedang menimpa kerajaan Avalous.
"Itu tidak benar! Kerajaan Avalous akan tetap berdiri!" ucapku lantang membuat Gabriel membuka lebar matanya, menatapku terkejut. "Kita jangan mudah menyerah begitu saja! Pasti ada jalan keluar dari masalah ini. Selama kau merasa yakin tidak ada hal yang mustahil, maka keberuntungan akan berpihak padamu! Percayalah padaku. Kita akan membuat mereka semua kembali ke istana ini untuk kembali bekerja."
Gabriel tersenyum, namun terlihat menyedihkan. Kenapa dia memasang ekspresi seperti itu? Apa dia tidak percaya padaku? Aku tahu, mereka punya banyak masalah yang terlihat mustahil sekali bisa dituntaskan dengan mudah. Tapi jika terus berusaha, pasti tidak ada yang mustahil. Mereka hanya malas menghadapi cobaan. Aku harus membuat mereka sadar.
"Sica, kau baik sekali. Kau jauh-jauh dari Famagisa untuk membantu kami. Tapi, aku rasa mengembalikan keadaan seperti semula tidak semudah berkata saja. Bukannya aku tidak percaya padamu. Kalau kau ingin membantu kami, nyawamu tidak akan aman jika kau terus berada di sini. Penyihir jahat itu bisa datang dan menyerang kapan saja. Aku tidak ingin gadis sepertimu berada di---"
"CUKUP!" potongku membuat Gabriel menyetop ucapannya yang tidak sempat diselesaikan. "Jangan bicara lagi. Kau tidak mungkin bisa mengerti. Aku bukanlah gadis lemah yang ingin selalu dilindungi. Jadi, jangan harap kau bisa menghentikanku."
"Tunggu! Sica!"
Aku berlari keluar dari ruang jantung sihir dengan perasaan kesal tanpa menghiraukan panggilan Gabriel. Aku tidak peduli. Yang jelas misiku mengaktifkan jantung sihir Avalous harus tetap berjalan.
BRUK!
Tak sengaja aku menabrak seseorang yang ada di depanku. Aku meminta maaf padanya karena sudah tak sengaja menabraknya dan ingin berlari lagi untuk keluar dari istana. Namun, seseorang yang aku tabrak tidak mau membiarkanku pergi. Dia memegang lengan kananku.
"Hei, kenapa kau bisa ada di istana ini? Kau tersesat, ya?"
To be continue⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top