PART 9 : RAMBUT UBAN AYUNA
Alesa Mahira
Impian Alesa bisa sekolah lagi ternyata bisa tercapai juga, lewat Kak Rafli anaknya Pak Hamzah dan Bu Aminah rupanya. Kak Rafli memang benar-benar idola! Kebaikan, santun, penyayangnya yang pernah Alesa lihat selama ini dari Kak Rafli ternyata bukan cuma di depan orang. Aslinya Kak Rafli itu memang begitu adanya. Mengingat tentang kepribadian Kak Rafli, senyum Alesa terbit tiba-tiba. Rasanya rindu sama Kak Rafli ‘pengen’ jumpa. Padahal baru saja ditinggalnya. Kikikik.
“Alesa!”
Tiba-tiba suara Bu Rahma membuyarkan ingatanku. Seketika Alesa jadi kikuk sampai hampir tersandung. Bu Rahma yang membawaku ke kelas atas perintah kepala sekolah. Di kantor tadi kami sudah berkenalan.
Beliau mempersilakan Alesa masuk ke kelas. Sebelum belajar, Bu Rahma memintaku untuk mengenalkan diri pada teman-teman baru.
“Assalamu’alaikaum. Nama saya Alesa Mahira,” ucapku pelan di depan kelas. Rasanya kini semua mata sedang tertuju padaku. Ikut kusisir mata ke seluruh kelas, tak ada yang kukenali satu orang pun.
“Alesa teman baru kalian. Akur-akur, ya. Saling bantu, karena Alesa pasti sudah banyak tertinggal pelajaran. Semoga Alesa bisa mengejar ketertinggalan, ya,” kata Bu Rahma.
Setelah itu, Bu Rahma memintaku duduk. Hanya ada meja kosong di barisan paling belakang. Akupun langsung menuju dan duduk di sana.
Saat jam istirahat tiba, aku memilih hanya duduk di kelas. Ada beberapa siswa juga yang duduk sambil bersenda gurau di sini.
“Hai ...!” Tiga orang siswi menyapaku di kursi. Mereka bertiga berpakaian seragam dengan kerudung sepertiku.
“Hai,” kataku juga.
“Kenalan dulu,” ujar mereka ramah.
“Aku Maya. Hera. Gita,” ucap mereka runtut saling menyambut sambil tertawa. Sepertinya mereka sering bertiga. Kompak! Kami pun bertukar cerita sejenak.
“Nanti kamu bisa ikut Rohis sekolah, Les. Kapan ada acara entar kita ajak, ya!” ujar Gita semangat.
“Rohis itu apa?” tanyaku.
“Perkumpulan remaja di sekolah yang suka buat kajian di musala. Ada ketuanya. Kak Dean namanya.”
“Eeaaa, itu idola itu. Idola sekolah!” sambung Maya terbahak.
“Ish, jangan gitu la. Pokoknya Kak Dean itu punyaku!” seru Hera mendengkus. Maya dan Gita menimpali dengan kalimat saling ingin memiliki. Aku yang mendengarkan mengerutkan dahi sambil menahan senyum tanya.
“Hah, liat-liat. Alesa jadi teraneh-aneh liat kita ‘kan. Kau si, Her, bucin kali ah!”
“Oo ... dia belum tau aja. Nanti kalau udah tau yang mana Kak Dean pasti dia jadi buciners kek kita!” timpal Gita terbahak.
Akupun tertawa kecil mendengarnya. “Emang Kak Dean gimana? Kok kalian sampai segitunya?” tanyaku.
“Beeegh ... belum tau aja! Pokoknya hensem. Klimis. Rapi. Santun. Perfecto lah!”
“Ah, Hera, terooss, terooos!” timpal Gita dan Maya diikuti kekehan jenaka.
Sungguh lucu melihat mereka bertiga. Di dalam hati aku hanya tersenyum sambil menyebut: perfecto mana sama idola Alesa? Eh. Hihihi. Alesa jadi senyum-senyum lagi mengingat Kak Rafli.
Sedang berbagi cerita dan tertawa, suara seorang siswa terdengar terbahak-bahak di depan kelas. Ketiga sahabat di depanku sontak melihat ke asal suara.
“Eh, eh, Les. Hati-hati sama anak itu. Jangan mau dapat masalah sama dia. Runyam! Mending ngejauh aja lah kalau ada dia.”
Aku tertegun mendengar pengungkapan Gita.
“He-em. Nggak usah lah terlibat sama dia. Pokoknya jangan. Dia itu biang kerok keributan di sekolah. Bikin kesel!”
Tiba-tiba anak yang disebut mereka tadi masuk. Tanpa sengaja aku menoleh padanya. Anak itu tiba-tiba malah melempar tatapan dan senyum sinis.
“Ngapain kelen peri-peri bekicot? Ngerekrut anak baru?” tanyanya dengan nada cemooh.
“Ya ... suka-suka kita lah, ya! Urus amat!” ujar Gita dan Maya saling menyahut.
Kalimat itu dibalas lagi dengan senyuman sinis dari siswa itu.
Sepulang sekolah sambil menunggu Kak Rafli datang menjemput, aku duduk di tepi jalan dekat halte tak jauh dari gerbang sekolah.
“Alesa,” sapa Ayuna ramah. Tadi kami juga berkenalan di kelas. Dia teman sekelas Alesa.
“Ya, Ayuna.”
“Kamu pulang naik bis?”
“Nggak. Dijemput nanti.”
“Oh ... kirain biar bareng.”
“Mungkin lain kali kalau pas Alesa nggak dijemput,” jawabku sembari tersenyum. Ya. Pasti tak setiap hari juga Kak Rafli bisa jemput Alesa ‘kan?
“Okeh! Kamu tinggal di mana?”
“Dusun Pamengkasan.”
“Oh, nggak jauh dong kita. Satu jalan. Aku beberapa dusun sebelum dusun kalian.”
“Oh ....”
“Ayuna!” Tiba-tiba nama Ayuna dipanggil. Ayuna menoleh, namun memekik seketika saat seorang siswa berpakaian seragam yang sama dengan kami menuangkan bubuk putih di atas kepala Ayuna.
“Aaaaa!” Ayuna memekik. “Oreoooo! Kurang ajar kau!”
Alesa pun ikut terperanjat, spontan bangkit dari duduk karena terkejut. Kutelengkan kepala melihat anak yang dipanggil Oreo tadi oleh Ayuna. Oh. Anak ini? Si biang kerok? Eh, teman sekelas Alesa tadi? Biang kerok Oreo namanya?
“Hahahahaha! Selamat ulang tahuuuun! Yeeeaay!” ujar anak yang dipanggil Oreo girang.
Disambut kekehan dari beberapa anak juga. Dari wajah mereka masih satu kelas denganku. Entah siapa namanya, Alesa belum tahu.
“Iish! Kaliaaan! Putih semua rambut aku! Kek nenek-nenek! Iiihh!” pekik Ayuna merengek.
“Hahaha. Biarin sesekali jadi nenek-nenek. Untung nggak sekalian ceplok telor di kepalamu!”
“Hahaha. Jadi kek nenek betol lah kau, Yun. UBAN semua!” tawa anak lainnya.
Ayuna akhirnya menggeram dan mengejar mereka satu per satu. Teman-teman sekelasku itu sibuk berhamburan dan lari. Sesekali mengelak saat tangan Ayuna hampir menangkap. Semua itu berakhir saat bis tiba. Mereka naik sambil terkekeh dan melanjutkan aksi kejar-kejaran mereka di bis. Tak sadar aku ikut tersenyum melihatnya.
“Alesa! Duluan, yaa ...!” Tak kusangka Ayuna melambai dan pamit lebih dulu. diikuti lambaian jenaka juga dari teman-teman sekelasku tadi.
Sekarang di sini sudah sepi. Kak Rafli belum tiba juga. Hhhm. Mungkin Kak Rafli masih ada kerjaan. Kembali aku duduk di bangku halte.
“Hei anak baru!”
Tiba-tiba ada suara yang menyapa. Refleks Alesa melihat ke asal suara.
Biang kerok? Eh, Oreo? Dia tidak ikut naik tadi? Haih, kenapa dia masih di sini?
“Alesa. Alesa ‘kan nama kamu?” tanyanya sinis.
“Iya,” kataku mengangguk.
“Kok nggak ikut naik bis itu tadi? Mau pulang ke mana emangnya?
“Oh. Alesa dijemput.”
“Ooooh.”
“Kamu nggak pulang?” tanyaku juga.
“Belum mau pulang. Mau main-main dulu!” ujarnya sambil tertawa membahana dan berjongkok di atas bangku halte.
Aku masih sibuk membuang pandangan ke arah kanan, mana tahu ada Kak Rafli datang. Tiba-tiba kudengar kekehan misterius dari sebelah. Oreo tertawa aneh.
“Kenapa? Kok?” tanyaku mulai merasa tak nyaman.
“Kamu tau nggak sebenarnya aku mau ngapain di sini?”
Mendengar pernyataan, eh pertanyaannya seketika mataku membesar. “Mak-sud ka-mu?”
“Aku mau ngerjain kamu! Tapi aneh aja kok tiba-tiba berubah pikiran!”
“Hah?”
Seketika Alesa terkejut mendengar kata-katanya. Tak lama suara motor yang sangat kukenali terdengar dari kejauhan. Kupalingkan wajah ke arah datangnya. Benar. Itu Kak Rafli. Alhamdulillah, lega rasanya bisa segera pergi. Ish, kak Rafliiiii memang malaikat penolong Alesa sekali lah.
Kak Rafli berhenti tepat di depan Alesa.
“Alesa, udah lama nunggunya?” tanya Kak Rafli.
“Oh, belum kok, Kak.” Tiba-tiba kusadari Oreo sedikit tertawa aneh.
“Ya udah. Yuk!”
Kak Rafli memberikan helm, lalu Alesa naik. Sebelum Kak Rafli ancang-ancang menyeberang jalan, mata Alesa menangkap wajah sinis Oreo. Sepertinya dia sebal. Bagus lah. Mau jahat sih! Huh!
“Itu tadi teman Alesa?” tanya Kak Rafli.
“He-em. Sekelas kami. Tapi belum temenan,” jawabku datar.
Tiba-tiba Kak Rafli tertawa. “Iyalah, baru sehari Alesa sekolah. Udah dapat temen tadi?”
“Udah!”
Kak Rafli belum merespons jawaban Alesa. Tiba-tiba motor berhenti. Di depan ada kecelakaan rupanya. Kak Rafli ke kiri dan memarkir motor di pinggir jalan.
“Alesa tunggu di sini.”
Kak Rafli kemudian mendekat pada dua motor yang tergeletak di jalan. Para pengemudinya ada yang masih terduduk di tengah jalan. Dari sini, kulihat Kak Rafli membantu para korban kecelakaan itu menepi. Beberapa menit sibuk ikut menengahi para korban yang saling adu pendapat.
Eh, tunggu. Yang jadi korban itu ... salah satunya ... seperti pernah Alesa lihat.
Oh, oh. Alesa ingat. Kakak yang tadi pagi menyapa kami waktu di parkiran sekolah. Ya Allah, kasihannya ....
.
.
.
Bersambung
Alhamdulillah akhirnya bisa setor juga hari ini. Ada yang mau request nggak? 😆
Alesa ngapaiin gitu Sama Kak Rafli 😆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top