Spesial 01 : Publikasi Pernikahan
tolong yok tolong vote sebelum baca.
Bisa yok 400 votes lagi untuk ekstra part 02.
....................................
"Tes," ujar Adhyaksa untuk mengecek mic yang baru diberikan sang ajudan padanya.
Atensinya terus tertuju ke depan, tepatnya pada puluhan orang dari belasan media massa yang mengikuti konferensi pers.
Setelah sempat tertunda, akhirnya acara untuk mempublikasikan pernikahan secara langsung pada khalayak umum, terlaksana.
Adhyaksa sangat merasa perlu melakukan jumpa pers, mengingat setelah diumumkan fakta tentang pernikahannya, kian banyak media yang berulah dengan memberitakan artikel-artikel bersifat negatif.
Jadi, ia akan mengklarifikasi semua.
Citra sebagai politisi tak boleh tercoreng hanya karena elite-elite partai atau pihak lainnya ingin menjatuhkannya.
Posisi sebagai ketua umum partai, juga tak mampu tergoyahkan hanya karena skandal pernikahannya yang disembunyikan.
Dirinya akan terus bertahan hingga pemilu tiba, tiga tahun lagi, dengan cara apa pun.
Konferensi pers ini juga berperan penting untuk menyelamatkan sang istri yang juga menjadi bahan pemberitaan menyudutkan.
Terutama dikait-kaitkan dengan sejumlah kasus penyuapan serta korupsi dilakukan oleh Yoga dan juga Nana Dermawan.
Sarasa Dermawan tak terlibat sama sekali. Bahkan kejaksaan sudah merilisnya. Tapi, awak media tertentu tetap mencari celah.
Tak akan pernah dibiarkannya pihak mana pun yang berusaha mengganggu sang istri.
Mereka harus mendapat ganjaran setimpal, atas ulah-ulah provokasi dilakukan.
Telah dikantongi bukti-bukti kuat untuk memperkarakan media-media tersebut ke ranah hukum. Mereka akan dipidanakan.
Tentu ia juga akan menuntut permohonan maaf resmi juga di portal masing-masing.
Mencoba menantangnya merupakan cara yang fatal. Ia tak akan segan melawan dan membuat siapa pun itu merasa jera.
"Anda bisa menjawab sekarang, Pak."
Sang sekretaris pun mempersilakan. Dan ia membalas lewat anggukan pelan.
Dilirikkan mata seperkian detik ke sosok Sarasa Dermawan. Wanita itu duduk tepat di sebelahnya, dengan jarak cukup dekat.
Sang istri seperti tidak menyadari jika ia tengah memfokuskan pandangan.
Dan dari sudut penglihatannya, sangatlah tampak jelas jika Sarasa tengah tegang.
Lalu, diputuskannya untuk meraih tangan wanita itu guna digenggam erat.
Sarasa segera menoleh padanya. Kedua netra cokelat sang istri memancarkan pula kewaspadaan yang amat nyata.
Sarasa tak nyaman dengan acara ini, maka ia harus secepat mungkin mengakhiri.
"Saya akan menjawab tiga pertanyaan saja yang sudah diajukan para jurnalis."
Atensi Adhyaksa telah kembali tertuju ke para awak media, mereka telah sangat siap menerima semua informasi darinya.
"Pertanyaan pertama tentang kapan saya dan Ibu Sarasa Dermawan menikah ...."
"Kami melangsungkan pernikahan secara agama pada 6 Januari, satu setengah tahun yang lalu," terang Adhyaksa dengan tegas.
"Sudah tim legal kami dokumentasikan dalam bentuk arsip-arsip foto dan video."
"Ada beberapa dokumen-dokumen yang berisi pernyataan dari para saksi dan juga pendeta yang hadir di sana, saat itu."
"Secara hukum negara, pernikahan saya dan Ibu Sarasa sudah didaftarkan resmi, satu bulan lalu, di Pencatatan Sipil."
"Jika masih ada di antara kalian yang ragu dengan keterangan kami berikan, silakan analisis sendiri ke forensik digital untuk memastikan keabsahan dan keasliannya."
Adhayaksa mengamati dengan lebih detail setiap pergerakan dari para wartawan, ada yang mencatat. Beberapa juga mengambil video dan foto-fotonya saat berbicara.
"Pertanyaan kedua, tentang peran saya dan Ibu Sarasa dalam kasus Mantan Anggota Dewan, Yoga serta Nana Dermawan ..."
"Kami berdua tidak terlibat apa pun. Kami tidak menerima sepeser uang dari hasil penyuapan dan korupsi anggaran ..."
"Terkhusus istri saya, Sarasa Dermawan."
"Untuk para media yang sudah sengaja menyebarkan berita-berita tidak mendasar tentang istri saya, kami akan menyiapkan laporan ke polisian segera. Minggu ini."
"Dengan tuduhan pencemaran nama baik."
"Kami tidak akan menolerir lagi, karena kami merasa sangat dirugikan. Kami juga akan menuntut ganti rugi," pertegasnya.
Ruangan seketika senyap. Tidak ada satu pun suara yang terdengar seperti tadi.
Tentu, Adhyaksa amat serius dengan apa yang telah menjadi rencananya. Tinggal memproses satu demi satu laporan.
"Untuk pertanyaan ketiga, paling akhir ... tentang kehamilan istri saya ..."
"Saat ini Sarasa Dermawan sedang hamil. Usia kandungan istri saya sudah masuk trimester yang pertama, bulan ini."
"Kehamilan terjadi lama setelah saya dan Ibu Sarasa menikah secara agama."
"Kehamilan terjadi tidak karena hasil zina atau kehamilan diluar pernikahan."
"Kami juga sudah menempuh jalur hukum untuk media-media yang sudah menulis artikel-artikel miring soal kehamilan istri saya. Ketikan apa pun harus selalu punya dasar yang kuat agar tidak tercipta fitnah."
Adhyaksa pun langsung merasakan tautan tangan di antara mereka semakin kencang, karena Sarasa meremas jemari-jemarinya.
Wanita itu juga memandanginya, namun ia tak bisa memalingkan wajah. Masih harus menunjukkan eksistensinya sebagai ketua umum partai di hadapan para media pers.
"Sekian yang bisa saya jawab."
"Terima kasih untuk para jurnalis yang bersedia datang dan hadir dalam acara ini." Adhyaksa berucap dengan sopan.
"Jika ada kata-kata saya yang mungkin telah menyinggung pihak-pihak tertentu, silakan membuat laporan khusus."
Adhyaksa tak bermaksud angkuh, hanya saja ia perlu menegaskan pada mereka jika memprovokasinya adalah kekeliruan.
"Saya akan akhiri pertemuan ini."
Adhyaksa lalu bangun dari kursi, sembari merangkul erat sang istri yang hendak ia gandeng meninggalkan ruang konferensi pers karena urusan sudah selesai.
Namun, Sarasa tak bergerak sama sekali.
"Tunggu, Pak."
"Ada yang ingin saya sampaikan juga ke publik, tolong kasih izinkan saya bicara."
"Baik, Sarasa. Kamu boleh bicara."
Adhyaksa mempersilakan karena sang istri memanglah memiliki beberapa hal ingin disampaikan terbuka pada para media.
Mic segera diberikan ke Sarasa.
Adhyaksa tentu tetap berada di sebelah sang istri, tak akan ditinggalkan wanitanya barang satu detik pun. Pandangannya turut mengedar guna memerhatikan sekeliling.
Bahaya bisa datang kapan saja.
"Selamat pagi. Saya Sarasa Dermawan."
"Terima kasih saya ucapkan pada para wartawan yang sudah datang kemari."
"Saya ingin meminta maaf secara khusus atas nama orangtua saya, Yoga dan Nana Dermawan yang sudah tervonis penjara sepuluh tahun karena kasus korupsi."
"Saya sadar orangtua saya sudah banyak menimbulkan kerugian untuk negara."
"Saya ingin minta maaf sebesar-besarnya pada rakyat setanah air yang menyaksikan permohonan maaf saya ini."
Sarasa membungkuk untuk beberapa saat, dengan segenap ketulusan meminta maaf. Ia sudah membulatkan tekad melakukan hal ini agar hatinya tak terus terbebani.
"Sebagai salah putri dari koruptor, saya pasti selalu dipandang negatif masyarakat yang membenci orangtua saya."
"Di masa mendatang, semoga saya punya kesempatan memperbaiki imej saya dan ikut berdedikasi untuk kepentingan sosial, sesuai misi Partai Bersatu Nasional."
"Terima kasih banyak."
Adhyaksa segera mempererat rangkulan, ketika sang istri sudah menyelesaikan sesi bicara. Lalu, digandeng untuk benar-benar keluar dari areal konferensi pers.
Para ajudan siaga mengamankan mereka, dari beberapa jurnalis yang berkeinginan melakukan wawancara secara mendadak.
Dibimbing sang istri menyusuri lorong ke arah lift, guna naik ke ruangan kerjanya.
"Kamu tidak apa, Sarasa?"
"Tidak apa-apa, Pak."
"Saya salut dengan keberanian kamu tadi," ungkap Adhyaksa seraya mengeratkan lagi dekapan pada sosok sang istri.
Mereka telah sampai di dalam lift.
"Terima kasih sudah membela saya, Pak."
"Itulah tugas saya sebagai suami kamu. Saya akan melindungi kamu, Sarasa."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top