BAB 14

Yok bisa yok tembus 100 votes, kalau tembus besok pagi, up langsung nih.

....................

Part 14

"Kata dokter, tidak kenapa-kenapa."

Kenneth pun memberikan jawaban untuk pertanyaan diajukan Sayana Dermawan di seberang telepon, tentang kondisi Sarasa.

"Hanya kram karena terlalu kaget."

Kenneth menjelaskan lebih lanjut supaya mempertegaskan apa yang telah dikatakan. Tentu demi mengurangi kegelisahan pada diri istri sang sahabat terhadap Sarasa.

Sebagai seorang kakak dari wanita itu, sudah pasti Sayana akan cemas.

Namun karena kondisi Sarasa sudah jelas dan tidak apa-apa. Jadi alangkah baiknya Sayana juga menghilangkan kecemasan.

"Bisa tolong kasih ponsel ke Atmaja?"

"Ada yang ingin aku katakan ke dia."

Kenneth meminta pada istri sahabatnya itu di ujung telepon karena ia ingin berbicara dengan kawan baiknya. Ada beberapa hal harus disampaikan secara langsung.

Tak lama kemudian, Atmaja menyapanya dengan kalimat klasik yang menjadi khas persahabatan mereka berdua.

Lalu, Atmaja meluncurkan ucapan terima kasih berkat bantuannya pada Sarasa.

"Gue mau lo melakukan sesuatu, Bro."

Kenneth Smith pun lekas meluncurkan apa yang ingin dikatakan ke sang sahabat. Dan Atmaja menyanggupi permintaannya.

Selalu sangat bisa diandalkan.

"Tolong minta informan lo selidiki siapa yang berniat jahat ke adik ipar lo."

"Gue yakin ada yang dengan sengaja mau mencelakakan Sarasa dan mengirim bandit untuk melakukan hal buruk ke dia."

"Dalam tiga hari kedepan, gue harap akan sudah ada informasi yang lo dapat, Maja."

"Siapa pun mereka, akan gue buru."

Tidak hanya Atmaja seorang mengungkap kesetujuan atas permintaanya, namun juga Sayana. Istri sang sahabat mendukung.

Lalu, wanita itu berkata dengan nada yang menggebu, akan berikan pelajaran paling setimpal pada siapa pun dalangnya.

Oh, tentu ia juga sangat berminat dalam menghabisi tiga preman yang menyakiti Sarasa. Tak akan ada ampun bagi mereka.

Sudah diperintahkan pula pada beberapa bawahannya menyiksa mereka hingga mau mengakui siapa yang mendalangi semua.

Tak akan ada ampun. Malah untung, ia tidak berniat sampai membunuh mereka.

Jika nyawa ketiganya dihilangkan, maka menguak misteri penyerangan pasti akan mustahil bisa dilakukannya.

Omong kosong jika tak ada orang penting terlibat. Hanya saja identitas belum dapat diungkap. Menunggu waktu tepatnya.

Dan ia bersumpah akan terus mencari tahu hingga ke akar-akarnya apa pun caranya.

Jangan berharap bisa lolos. Ia akan beri balasan setimpal atas kejahatan dilakukan.

"Sarasa sudah keluar dari kamar mandi."

"Gue tutup dulu teleponnya."

Kenneth Smith harus menunda keinginan mematikan sambungan telepon karena istri sang sahabat berpesan kembali padanya.

Sayana Dermawan meminta tolong dirinya untuk menjaga Sarasa. Tak ada satu pun saudari wanita itu berada di Jakarta.

Sayana dan Sanji tengah di Belanda.

"Aku pasti akan jaga adik kamu, Sayana."

"Maaf aku harus matikan telepon, Sarasa membutuhkan bantuanku," sela Kenneth."

"Dia belum boleh banyak bergerak."

Sayana langsung mengiyakan di seberang telepon. Ia lekas mengakhiri panggilan.

Kemudian, membawakan kursi roda untuk Sarasa yang baru keluar kamar mandi.

Wanita itu tampak terkesiap dengan hadir dirinya. Namun ia berupaya membimbing Sarasa segera duduk di kursi roda.

"Maaf, saya merepotkan Pak Ken."

"Bukan masalah, Sarasa."

Didorongnya kursi roda perlahan-lahan.

Menuju ke parkir utama rumah sakit, yang letaknya di halaman depan. Posisi mereka telah berada di lantai dasar, tinggal keluar.

"Saya sudah minta izin ke sekretariat agar kamu bisa tidak ke kantor hari ini."

"Akan aku antar ke apartemen."

Sarasa hanya bisa mengangguk, bingung harus menjawab bagaimana bagusnya. Ia tak akan membantah ucapan sang politisi.

Namun, ia memiliki sejumlah pertanyaan yang ingin ditanyakan ke Kenneth Smith.

"Bisa turun, Sarasa? Atau mau dibantu?"

Gelengan segera ditunjukkannya sebagai balasan. Lalu, bergerak turun dari kursi roda dan masuk ke mobil Kenneth Smith.

Duduk di jok kendaraan dengan hati-hati, tentu agar tak menimbulkan gerakan yang berlebihan hingga menyebabkan masalah.

Dokter bilang ia harus membatasi aktivitas dulu. Menghindari diri dari hal-hal buruk seperti pendarahan yang bisa terulang.

Sarasa jelas akan melakukannya.

Tak ingin kandungannya bermasalah. Ia ingin calon bayinya kenapa-kenapa.

"Mau makan sesuatu sebelum pulang?"

Kenneth Smith sudah bergabung ke dalam mobil, ditempati kursi di belakang kemudi karena sang politisi menyetir sendiri.

Atas pertanyaan diajukan padanya, lekas ditunjukkan penolakan lewat gelengan. Ia tengah tak ingin makan apa-apa.

"Benar, Sarasa? Roti mungkin?"

"Tidak, Pak Ken. Saya masih kenyang."

"Oke, kalau begitu, kita langsung balik ke apartemen saja agar kamu bisa istirahat."

"Terima kasih, Pak Ken." Sarasa berucap dengan tulus. Perlu untuk dikatakan.

"Sama-sama, Sarasa."

"Pak Ken ...,"

"Bolehkah saya bertanya?"

"Tentang apa, Sarasa? Apakah kamu ingin bertanya kapan saya melamar kamu?"

Sarasa kaget sendiri.

"Saya sudah menikah, Pak Ken."

"Saya tahu, Sara. Tapi pernikahan kalian belum sah secara hukum negara. Jadi, aku anggap kamu masih wanita lajang."

"Kenapa Pak Ken mau menikahi saya?"

"Karena aku menyukai kamu. Aku juga ingin menjadi ayah dari anak kamu."

"Tapi, ini bukan anak Bapak Ken."

"Saya siap jadi ayah anak kamu, Sarasa."

"Aku tidak akan bisa punya anak. Dan aku perlu seorang anak menjadi pewarisku."

"Apa, Pak Ken?" Sarasa kembali terkejut.

Sedangkan, Kenneth tertawa pelan. Lalu, mulai melajukan kendaraannya.

"Aku tidak akan memaksa, andaikan kamu tidak mau menikah denganku, Sarasa."

"Kamu berhak menentukan pilihanmu."

"Namun jika Adhyaksa membuang kamu, kembalilah padaku," pertegas Kenneth.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top