BAB 13

Yok kasih vote dulu 50 votes untuk next part.

..........................................

Part 13

Aktivitas Sarasa pagi ini terulang seperti kemarin karena masih hari kerja. Ia pun berangkat ke kantor pada jam yang sama.

Tentu dengan mengendarai mobilnya.

Sarana turun ke basemen guna mengambil kendaraan yang terparkir di tempat biasa.

Saat keluar dari lift, sepasang mata Sarasa langsung melihat kejanggalan amat nyata. Ia tentu mengamati dengan lebih detail.

Ya, ada dua pria bertubuh besar memakai masker menutupi wajah, berjalan-jalan di sekitar mobilnya. Malah terlihat mengitari.

Mereka jelas bukan bagian staf keamanan apartemen. Pakaiannya saja aneh dan tidak sesuai dengan seragam para pegawai.

Lalu, Sarasa tercengang melihat kap mesin mobilnya dibuka. Bagaimana bisa mereka punya akses seperti itu? Mencurigakan.

Sarasa tak bisa membiarkan pria-pria jahat itu melakukan hal buruk ke mobilnya.

Dengan langkah amat mantap, tanpa perlu merasa takut sama sekali, Sarasa bergegas mendekat ke arah ketiga pria asing itu.

Sudah dipegang ponsel dalam genggaman tangan yang kuat, siap pula menghubungi polisi jika mereka berani macam-macam.

Manakala sudah berdiri di dekat mobilnya, Sarasa pun mengeluarkan dehaman keras.

Upaya menyadarkan komplotan penjahat tersebut akan keberadaan dirinya.

Tentu, ketiganya pun menoleh padanya.

Lalu, dipamerkan senyuman sinisnya pada para penjahat tersebut, memprovokasi.

"Kalian ingin mencuri mobil saya?"

"Apa yang kalian lakukan di sini?" lanjut Sarasa dengan dingin. "Saya akan lapor tindakan pencurian kalian ke polisi."

Tentu saja, ia serius akan ancaman yang baru saja dilontarkan, tak hanya sekadar untuk menggeretak para penjahat tersebut.

Lalu, mereka tertawa secara bersamaan.

"Selamat pagi, Bu Sarasa."

Salah satunya menyapa dengan seringaian khas orang bertabiat buruk. Memandang dirinya juga dalam sorot ingin menyakiti.

Mereka benar-benar menyasarnya. Bukti sederhana seperti tahu namanya, sudah bisa dapat dijadikan acuan yang kuat.

Siapa mereka sesungguhnya?

"Ikutlah bersama kami, Ibu Sarasa."

"Kami bukan orang jahat, kami hanya mau Ibu Sarasa ikut dengan kami pergi."

"Ibu Sarasa tidak akan kami sakiti."

"Justru Ibu Sarasa akan merasa senang."

Segera dijauhkan diri dari ketiganya yang mencoba mendekat. Ia tak akan sudi untuk disentuh ataupun ikut dengan mereka.

"Siapa yang mengirim kalian?"

"Apa yang kalian inginkan?" Sarasa kian membuat suaranya teralun dengan keras.

Selain menunjukkan ia tidak akan gentar, juga ingin memberikan kode pada siapa pun yang melintas di sekitarnya agar tahu jika dirinya dalam bahaya. Perlu dibantu.

Sayangnya, belum seorang pun terlihat.

Rasanya tak bisa dihadapi sendiri. Ia tidak pula bekal jurus bela diri mumpuni untuk melawan tiga pria preman yang bengis.

Walau semakin terdesak, Sarasa pun masih berusaha tetap berpikiran yang jernih.

Harus mampu menyelamatkan diri sendiri, bagaimana pun caranya. Sebab, mustahil saja mengandalkan orang lain menolong.

Sampai detik ini pun, belum ada satu pun yang tampak datang ke basemen parkir.

Solusi satu-satunya adalah menghubungi pihak berwenang dalam panggilan darurat.

Dan ketika Sarasa baru menekan dua digit angka pada ponselnya, benda tersebut pun coba direbut paksa oleh ketiga preman.

Dibanding membiarkan merek mengambil handphone miliknya, ia memilih untuk melepaskan kasar ponselnya ke lantai.

Lalu, melangkah mundur kembali dengan cepat saat mereka coba menangkapnya.

"Anda sangat nekad, Bu Sarasa."

Salah satu dari mereka mencoba meraih tangannya. Untung, bisa ditepis cepat. Ia sungguh jijik disentuh orang-orang jahat.

Sarasa ingin berteriak minta tolong.

Namun kemudian tak jadi karena tiba-tiba ada seseorang yang bergerak di depannya.

Memunggungi, sehingga tak dapat dilihat wajah dari pria jangkung di hadapannya.

Sosok itu menjauhkan ketiga pengganggu darinya dengan hantaman-hantaman keras.

"Bajingan!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Sarasa mendengarkan jelas setiap pukulan yang pria layangkan pada para penjahat.

Mereka lumpuh dalam serangan. Tak ada perlawanan balik yang ketiganya lakukan.

Sarasa ngeri melihat pemandangan ini. Ia merasakan beku hampir di sekujur tubuh.

"Pak Ken?"

Yang menolongnya adalah Kenneth Smith.

Sangat tak terduga-duga. Ia jelas terkejut.

Jika dimunculkan pertanyaan soal kenapa bisa pria itu ada di sini, rasanya konyol.

Sebab, Kenneth Smith memanglah tinggal satu kompleks apartemen dengannya. Dan hanya berbeda lantai saja mereka.

Namun tetap tak disangka politisi itu akan datang guna menyelamatkan dirinya.

Walau tidak menduga, tetaplah harus amat disyukuri karena seseorang menolongnya.

"Sarasa?"

Kenneth spontan saja memanggil, ketika melihat sosok Sarasa Dermawan mulai tak bisa berdiri dengan bagu, nyaris terjatuh.

Untung, ia segera bisa mencegahnya.

Ditangkap tubuh Sarasa sebelum ambruk. Ia pikiran wanita itu akan langsung hilang kesadaran, namun Sarasa masih terjaga.

Lalu, didengar ringisan kesakitan.

"Sarasa? Ada apa?"

"Perut saya kram, Pak Ken."

Tanpa bertanya lagi, Kenneth segera saja membopong Sarasa ke mobil guna dibawa ke rumah sakit agar mendapat perawatan.

Untuk para bajingan yang sudah berani mengusik Sarasa, akan diberi ganjaran.

Mereka tak akan bisa lepas darinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top