BAB 12

yok vote dulu sebelum baca.

Yok bisa yok 50 votes dulu.

...............................................

Part 12

"Kenapa pulang terlambat, Dik?"

"Ke mana saja tadi kamu, Sarasa?"

"Kenapa telepon Kakak tidak diangkat?"

"Apa lagi yang kamu lakukan di luaran sana? Sampai-sampai teleponku tidak bisa kamu angkat, Dik? Kamu sangat sibuk?"

Pertanyaan bertubi diajukan oleh saudari perempuannya, Sayana Dermawan.

Sarasa tentu harus mengurungkan niatan pergi ke kamar tidur. Jika tetap dilakukan dengan tak menjawab semua pertanyaan, saudarinya pasti akan menjadi marah.

Sarasa memutuskan pergi ke dapur, areal dimana Sayana Dermawan berada. Sang kakak rupanya tengah memasak.

Tentang kunjungan dari saudarinya, telah diberitahukan sejak pagi. Ia pun memberi kode akses apartemen supaya sang kakak bisa masuk tanpa menunggunya pulang.

Sebenarnya, ia lumayan malas menerima kedatangan sang kakak dengan suasana hati sedang kurang bagus sejak siang.

Ingin sendirian dan istirahat lebih awal.

Namun, mengusir saudarinya tidak akan dianggap sopan. Ia enggan membuat satu masalah yang memperburuk situasi.

"Kenapa pulang terlambat, Sara?"

Pertanyaan diajukan kembali oleh sang kakak, yang tadi saja belum dijawab satu pun. Dirinya seperti tengah diinterograsi.

Sarasa berjanji akan sampai di apartemen pukul enam sore, sesuai akan waktu yang diminta Sayana, tapi ia tak melakukannya.

Sudah pasti saudarinya butuh penjelasan.

"Sarasa? Bisa bicara, kakak ingin tahu."

Dirinya kembali didesak. Jadi, ia tak bisa lebih lama menutup mulutnya. Dan harus segera berbicara memberikan keterangan.

"Aku ada kerjaan tambahan, Kak."

Sarasa memilih berdusta. Dibandingkan ia memutuskan menceritakan dengan jujur.

Oh tentu saja, masalah apa pun yang ada kaitan dengan Adhyaksa Syalendra dan juga hubungan mereka, mesti dipendam.

Dirahasiaka dari pihak mana pun, hanya boleh diselesaikan oleh mereka berdua.

Namun, sepertinya, pria itu belum punya niatan untuk menginformasikan lanjutan kejadian tadi siang di kantor.

Mungkin masih sibuk dengan sang mantan tunangan, setelah lama tak bertemu.

"Sara?"

"Dengar ucapan Kakak?"

Sarasa sudah tentu tersentak tiba-tiba oleh menerima sentuhan tangan sang kakak di lengan kanannya. Apalagi diremas halus.

Sarasa juga tersentak akan keberadaan dari saudarinya yang berdiri di depannya.

"Kenapa kamu bengong? Ada masalah apa sebenarnya dengan kamu, Sara?"

"Kamu mengalami masalah apa beberapa hari terakhir ini yang Kakak nggak bisa tahu? Apa yang kamu sembunyikan?"

Sarasa merasa pening menghadapi bertubi pertanyaan diajukan sang kakak.

Dirinya benar-benar sedang didesak.

"Sarasa?"

Respons pertama yang ditunjukkan adalah gelengan kepala. "Aku nggak ada masalah apa pun belakangan ini, Kak Sayana."

"Aku baik-baik saja menjalani hari."

"Aku bekerja dengan baik. Aku pergi ke kantor tanpa hambatan. Begitu juga balik ke apartemen dalam kondisi selamat."

Sarasa melontarkan jawaban yang cukup panjang guna meyakinkan sang kakak jika ia tidak punya prakara yang berat.

Tentunya, undangan ke kediaman keluarga Syalendra dan juga penghinaan diperoleh enggan diberitahukan ke sang kakak.

Akan lebih mudah jika tetap dirahasiakan, dengan begitu kondisinya terlihat normal.

"Aku baik-baik saja."

"Kandunganku juga sehat, Kak."

Sarasa memalingkan atensi dari Sayana.

Sorot mata saudarinya penuh akan empati dan rasa sayang. Lalu, diterima rengkuhan dari sang kakak. Inilah yang dibutuhkan.

"Kamu dan calon keponakan Kakak harus selalu sehat, ya. Jaga mental dan pikiran."

"Iya, Kak Sayana."

"Ikut Kakak dan Mas Atmaja ke Belanda, Dik. Kita liburan bareng Sanji di sana."

"Kakak juga bisa tinggal di sana selama tiga bulan, sampai kondisi di sini aman."

"Kak Sayana minta aku pindah?"

"Hanya sementara, Sara. Sampai kondisi di sini kondusif dan keluarga Syalendra tidak bisa mengganggu kamu lagi."

Sang kakak pasti tahu soal pemanggilan dirinya ke kediaman orangtua Adhyaksa, maka dari itu memberikan saran pindah.

"Aku nggak akan kemana-mana, Kak."

"Aku nggak bisa ikut ke Belanda."

"Urusanku di sini belum selesai." Sarasa pun menegaskan sekali lagi penolakannya.

"Tolong mengerti, Kak Sayana."

"Kalau kamu tetap di sini, nyawa kamu dan calon anak kamu akan dalam bahaya."

"Aku bisa mengatasinya, Kak."

"Oke, kalau kamu tidak mau ikut, Kakak tidak akan memaksa kamu, Sarasa."

"Dan itu artinya kamu memilih opsi kedua yang sudah Kakak siapkan untukmu."

"Opsi kedua?"

"Kamu akan menikah ulang dengan Mas Ken. Dia bersedia menjadi suami kamu."

"Dia juga sudah tahu kamu hamil."

"Ken?" Sarasa mengonfirmasi, tak paham.

"Kenneth Smith."

Ya, Sayana yakin akan keputusan diambil. Sang adik harus dijaga oleh pria tertepat yang mencintai saudari bungsunya secara tulus, dibanding membiarkan Sarasa terus berurusan dengan keluarga Syalendra.

Madiya Virani dan juga Bragas Syalendra cukup berbahaya untuk mereka lawan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top